Kharakteristik Umum Responden ANALISIS DATA

78

BAB V ANALISIS DATA

5.1. Kharakteristik Umum Responden

Sebelum sampai pada uraian berkenaan dengan analisis data sesuai dengan variabel penelitian sebagaimana telah ditetapkan dalam definisi operasional, terlebih dahulu kita mengenal sampel penelitian, yang juga merupakan responden dalam peneitian ini. Pengenalan kita atas sampel sekaligus responden penelitian hanyalah sebatas kharakteristik umum, yang meliputi usia, jenis kelamin, kedudukan dalam keluarga, status perkawinan, suku bangsa, agama, dan pendidikan suami, dan pendidikan istri. Uraian tentang distribusi penduduk berdasarkan usia akan mengawali kajian kita tentang kharakteristik umum responden, sebagaimana datanya disajikan pada tabel 5.1 berikut. Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Usia No Usia Frekuensi Persentase 1 2 3 4 5 26 - 35 tahun 36 - 45 tahun 46 - 55 tahun 56 - 65 tahun 66 tahun ke atas 8 21 16 6 4 14,55 38,18 29,09 10,91 7,27 Jumlah 55 100,00 Sumber: Data Primer 2015 79 Sebaran data yang disajikan pada tabel 5.1 tentang usia responden menunjukkan bahwa tidak terdapat satu kelompok usia responden yang tergolong mayoritas. Diketahui bahwa dari berbagai kelompok usia responden, maka kelompok usia 36 - 45 tahun adalah paling dominan, yakni mencapai 21 orang atau 38,18. Jumlah tersebut disusul kelompok usia 46 - 55 tahun berjumlah 16 orang atau 29,09. Sedangkan kelompok usia 26 - 35 tahun berjumlah 8 orang atau 14,55. Selanjutnya kelompok usia 56 - 65 tahun berjumlah 10,91, dan kelompok usia yang paling sedikit jumlahnya adalah 66 tahun ke atas, yakni hanya berjumlah 4 orang atau 7,27. Menurut Bab I Pasal 1 ayat 2 Undang-undang Nomo3 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, tenaga kerja adalah penduduk yang berada dalam usia kerja, yaitu setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Secara garis besar penduduk suatu negara dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Penduduk tergolong tenaga kerja jika penduduk tersebut telah memasuki usia kerja. Batas usia kerja atau usia produktif yang berlaku di Indonesia adalah berumur 15 tahun – 64 tahun. Menurut pengertian ini, setiap orang yang mampu bekerja disebut sebagai tenaga kerja. Ada banyak pendapat mengenai usia dari para tenaga kerja ini, ada yang menyebutkan di atas 17 tahun, ada pula yang menyebutkan di atas 20 tahun, bahkan ada yang menyebutkan di atas 7 tahun karena anak-anak jalanan sudah termasuk tenaga kerja. Namun yang berlaku secara umum adalah usia 15 – 64 tahun. Jika dikaitkan dengan sebaran data yang disajikan pada tabel 5.1, dapat disimpulkan bahwa pada umumnya responden berstatus sebagai tenaga kerja atau usia produktif. 80 Aspek penting kependudukan lainnya adalah jenis kelamin. Data dan gambaran responden berdasarkan jenis kelamin akan disajikan pada tabel 5.2 berikut ini: Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin No Jenis Kelamin Frekuensi Persentase 1 2 Laki-laki Perempuan 29 26 52,73 47,73 Jumlah 55 100,00 Sumber: Data Primer 2015 Sebaran data yang disajikan pada tabel 5.2 tentang jenis kelamin menunjukkan bahwa terdapat perimbangan antara jumlah laki-laki dengan perempuan, yakni 29 atau 52,73 dengan 26 atau 47,73. Perlu ditambahkan, jumlah masing-masing kelompok jenis kelamin ini terjadi secara kebetulan saja, yakni orang yang lebih siap atau bersedia menjadi responden atau pemberi keterangan, melalui pengisian angket dan menambah keterangan lain melalui wawancara, mewakili keluarga sampel. Perlu diinformasikan bahwa pengisian angket oleh responden sebagai wakil keluarga dilakukan di hadapan penulis, di rumah responden. Hal ini dilakukan untuk lebih menghemat waktu dan akurasi data, karena mungkin saja responden kurang memahami satu atau lebih pertanyaan dalam angket. Dengan demikian, jika hal tersebut terjadi, maka penulis secara langsung dapat menjelaskannya sehingga data yang diisi lebih akurat. Selanjutnya pada tabel 5.3 berikut diuraikan data tentang kedudukan responden dalam keluarga. 81 Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Kedudukan dalam Keluarga No Kedudukan Frekuensi Persentase 1 2 3 Ayah Ibu Anak 39 12 4 70,91 21,82 7,27 Jumlah 55 100,00 Sumber: Data Primer 2015 Sebaran data yang disajikan pada tabel 5.3 tentang kedudukan responden dalam keluarga menunjukkan kepada kita bahwa responden didominasi oleh ayah, yang mencapai 39 orang atau 70,91. Sedangkan responden yang berkedudukan sebagai ibu dalam keluarga adalah 12 orang atau 21,82. Responden yang berkedudukan sebagai anak dalam keluarga hanya 4 orang atau 7,27. Erat kaitannya dengan sebaran data tentang usia dan jenis kelamin responden, dapat dikemukakan bahwa keluarga sampel ternyata lebih banyak mempercayakan kepada ayah sebagai kepala rumah tangga untuk mengisi angket penelitian. Mereka menganggap bahwa pemberian informasi atau data yang dibutuhkan dalam penelitian ini dari keluarga kepada pihak luar cukup penting, sehingga merasa ayah sebagai kepala keluarga menjadi pihak paling tepat dalam memberikan informasi tersebut. Unsur yang sangat erat kaitannya dengan kedudukan dalam keluarga adalah status perkawinan. Pada tabel 5.4 berikut ini akan diuraikan data tentang gambaran responden berdasarkan status perkawinan. 82 Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Status Perkawinan No Status Perkawinan Frekuensi Persentase 1 2 3 4 Menikah memiliki isteri atau suami Belum Menikah Janda Duda 47 4 3 1 85,46 7,27 5,45 1,82 Jumlah 55 100,00 Sumber: Data Primer 2015 Sebaran data yang disajikan pada tabel 5.4 tentang status perkawinan responden menunjukkan kepada kita bahwa pada umumnya responden berstatus “menikah” dalam arti memiliki suami atau istri, yaitu mencapai 47 orang atau 85,46. Sedangkan responden yang berstatus janda hanya 3 orang atau 5,45. Selanjutnya responden yang berstatus duda hanya ada 1 orang atau 1,82. Responden yang belum menikah adalah 4 orang atau 7,27. Jika dikaitkan dengan distribusi responden berdasarkan kedudukan dalam keluarga, maka responden yang belum menikah yang berjumlah 4 orang tersebut adalah responden yang berkedudukan sebagai anak dalam keluarga. Dengan demikian, yang disebut anak dalam tabel 5.3 yang disajikan sebelumnya adalah anak yang belum menikah. Dalam hal ini, responden mewakili orang tua dalam memberikan informasi yang diperlukan dalam penelitian ini. Suku bangsa atau sering disingkat “suku” merupakan aspek penting dalam konsep kependudukan. Pada tabel 5.5 berikut akan disajikan data tentang suku bangsa responden. 83 Tabel 5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Suku Bangsa No Suku Bangsa Frekuensi Persentase 1 2 3 4 5 Batak Jawa Minang Melayu Aceh 32 10 5 4 4 58,18 18,19 9,09 7,27 7,27 Jumlah 55 100,00 Sumber: Data Primer 2015 Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.5 dapat diketahui bahwa suku bangsa Batak merupakan responden yang tergolong mayoritas. Suku ini mencapai 32 orang atau 58,18. Di urutan kedua yang jauh lebih sedikit dari suku Batak adalah suku Jawa, yang berjumlah 10 orang atau 18,19 . Sedangkan suku-suku lainnya jumlahnya sangat sedikit dan berimbang, yaitu suku Minang sebanyak 5 orang atau 9,09 serta suku Melayu dan Aceh yang jumlahnya sama, yakni 4 orang atau 7,27. Komposisi responden berdasarkan suku tersebut menurut penulis adalah bahwa memang suku Batak tergolong kelompok suku yang cenderung melakukan migrasi, baik ke daerah perdesaan di wilayah lain maupun ke daerah perkotaan. Harus diakui, suku bangsa lain juga mau melakukan migrasi untuk memperoleh hidup yang lebih baik. Oleh karena itu menurut penulis komposisi responden sebagai kaum urbanis di kelurahan Cinta Damai juga dipengaruhi oleh sifat pengelompokan penduduk yang sering berdasarkan kesukuan. Selain itu, kelurahan Cinta Damai berbatasan dengan desa Tanjung Gusta Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang yang pada masa akhir-akhir ini oleh suku Batak, khususnya yang beragama Protestan dan Katholik digunakan sebagai lokasi beternak babi. Tidak sedikit mereka yang melakukan 84 aktivitas tersebut bermukim tetap di wilayah sekitar seperti wilayah Kecamatan Medan Helvetia, termasuk di kelurahan Cinta Damai. Agama juga merupakan aspek kependudukan penting, terlebih dalam kehidupan bersama dalam satu keluarga. Pada tabel 5.6 berikut akan disajikan gambaran distribusi responden berdasarkan agama yang dipeluk. Tabel 5.6 Distribusi Responden Berdasarkan Agama yang Dipeluk No Agama Frekuensi Persentase 1 2 3 Protestan Islam Katholik 34 11 10 61,82 20,00 18,18 Jumlah 68 100,00 Sumber: Data Primer 2015 Sebaran data tentang agama yang dipeluk responden sebagaimana disajikan pada tabel 5.6 menunjukkan bahwa hanya terdapat 3 agama yang dipeluk responden. Mayoritas responden, yakni berjumlah 34 orang atau 61,82 memeluk agama Protestan. Sedangkan responden yang memeluk agama Islam dan Katholik berimbang jumlahnya, yakni masing-masing berjumlah 11 dan 10 orang atau 20 dan 18,18. Biasanya sebaran penduduk berdasarkan agama juga berkaitan erat dengan sebaran penduduk berdasarkan suku bangsa, karena memang demikian faktanya di Indonesia, dimana terdapat kecenderungan-kecenderungan pemelukan agama tertentu secara mayoritas bukan seluruhnya memeluk agama tertentu. 85 Pendidikan merupakan unsur penting dalam kehidupan keluarga dan masyarakat, terutama dalam pengambilan keputusan dalam keluarga. Pada tabel 5.7 berikut akan disajikan distribusi keluarga berdasarkan pendidikan suami. Tabel 5.7 Pendidikan Suami dari Keluarga Responden No Agama Frekuensi Persentase 1 2 3 4 5 Tidak tamat SD Tamat SD Tamat SLTP Tamat SLTA D3 9 12 18 12 1 17,31 23,08 34,62 23,07 1,92 Jumlah 52 100,00 Sumber: Data Primer 2015 Data yang disajikan pada tabel 5.7 memberikan informasi kepada kita bahwa secara umum pendidikan suami dari keluarga responden adalah rendah. Memang tidak terdapat tingkat pendidikan yang mayoritas, namun tingkat pendidikan suami secara umum adalah tamat SD hingga tamat SLTA. Bahkan jumlah suami yang tidak tamat SD cukup signifikan, yaitu 9 orang atau 17,31. Sedangkan keluarga responden yang suami berpendidikan di atas SLTA hanya 1 orang atau 1,92, yakni berpendidikan D3. Perlu ditambahkan bahwa terdapat 3 keluarga responden yang suaminya tidak ada lagi. Melalui wawancara yang dilakukan bahwa 2 dari tiga keluarga tersebut menyatakan bahwa suaminya sudah meninggal sebelum mereka pindah dari desa ke kota. Kedua suami tersebut masing-masing berpendidikan tidak tamat SD dan tamat SD. Sedangkan satu keluarga menyatakan, bahwa suami dari 86 keluarga tersebut meninggal setelah mereka pindah dari desa ke kota. Adapun pendidikan almarhum suami tersebut adalah tamat SLTP. Dengan demikian ketiga keluarga tersebut kehilangan suami sebagai kepala keluarga karena faktor meninggal, bukan karena faktor perceraian. Uraian selanjutnya adalah kajian tentang pendidikan istri, yang datanya disajikan pada tabel 5.8 berikut. Tabel 5.8 Pendidikan Istri dari Keluarga Responden No Pendidikan Frekuensi Persentase 1 2 3 4 Tidak tamat SD Tamat SD Tamat SLTP Tamat SLTA 12 17 18 7 22,22 31,48 33,34 12,96 Jumlah 54 100,00 Sumber: Data Primer 2015 Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.8 dapat diketahui bahwa secara umum pendidikan istri dari keluarga responden adalah rendah, bahkan lebih rendah dari pendidikan suami yang telah disajikan pada tabel 5.7 sebelumnya. Memang tidak terdapat tingkat pendidikan yang mayoritas, namun tingkat pendidikan istri secara umum adalah tidak tamat SD hingga tamat SLTP. Bahkan tidak ada yang berpendidikan di atas SLTA. Perlu ditambahkan bahwa hanya ada 1 keluarga responden yang istrinya tidak ada lagi. Melalui wawancara yang dilakukan dapat diketahui bahwa 1 dari keluarga yang tidak memiliki istri tersebut disebabkan karena 87 meninggal. Adapun istrinya meninggal 5 tahun setelah melakukan urbanisasi, dan istri tersebut berpendidikan tamat SLTA.

5.2. Strategi Mempertahankan Hidup