Krisis Finansial 2007 PEREKONOMIAN AMERIKA SERIKAT SERTA

Bank of Amerika, Lehman Brothers, JPMorgan Chase, dan sebagainya. Sedangkan bank diluar Amerika Serikat yang mengalami kerugian adalah BNP Paribas Perancis, USB Swiss, HSBC Inggris, Deutsche Bank Jerman, Mizuho Financial Group Jepang, Fortis Belgia, ICIC India, ICBC Cina dan sebagainya BBC News 2008:n.h. Muhammad Rumi Arrafat 2009 menjelaskan kerugian yang dialami oleh perusahaan-perusahaan tersebut, pada kenyataannya tidak hanya mempengaruhi pihak-pihak yang berkaitan langsung dengan subprime mortgage, namun juga pihak-pihak yang tidak mempunyai kaitan secara langusng. Investor mengalami kepanikan karena dipicu oleh penurunan harga saham bank atau lembaga besar lainnya yang terkena imbas subprime mortgage. Penurunan tersebut dilihat investor bahwa perusahaan-perusahaan raksasa dan pasar modal Amerika Serikat sedang mengalami permasalahan serius. Sebagai tindakan rasional, para investor berlomba-lomba untuk menarik dananya dari pasar modal untuk menghindari kerugian. Prilaku investor-investor yang menarik dananya tentu saja menyebabkan kekeringan likuiditas di pasar modal dan krisis finansial terjadi Arrafat 2009: 48. Bank sentral Amerika Serikat, the Federal Reserve FED telah beberapa kali mengeluarkan kebijakan moneter dengan menurunkan suku bunga. Seperti yang dilaporkan media Amerika Serikat bahwa pemerintahnya menurukan suku bunga menjadi 4,75 pada Agustus 2007 Edmund et al 2007: n.h. Pemotongan suku bunga tersebut terus dilakukan oleh Amerika Serikat untuk mendorong aktifitas ekonomi, hingga 1,5 pada Oktober 2008 Isidore 2008: n.h. Selain memotong suku bunga, pemerintah Amerika Serikat juga menyuntikkan banyak dana ke pasar modal dan menyelamatkan beberapa perusahaan raksasa Amerika Serikat dari kebangkrutan Qomariah 2009: n.h. Hal tersebut menggambarkan betapa parahnya keadaan finansial negara perekonomian terkuat di dunia tersebut.

C. Keikutsertaan Amerika Serikat di

Trans Pacific Strategic Economic Partnership Di saat Amerika Serikat masih menghadapi gejolak finansial di negaranya, pada 4 February 2008 pejabat USTR mengumumkan bahwa Amerika Serikat akan berusaha untuk bergabung dengan sebuah kerjasama perdagangan bebas yang dikenal dengan Trans Pacific Strategic Economic Partnership TPSEP Office of the USTR 2008:n.h. Amerika Serikat adalah negara kawasan Asia Pasifik pertama yang ingin bergabung dengan kerjasama ekonomi yang memang dibuat untuk negara-negara kawasan tersebut. Beberapa bulan kemudian, negara-negara lain di kawasan pun ingin bergabung dengan kerjasama ekonomi tersebut, dan TPSEP pun bertransformasi menjadi TPP. Awalnya TPSEP hanya beranggotakan Singapura, Selandia Baru, Chili, dan Brunei Darussalam, dan bertransformasi menjadi TPP dengan tambahan anggota Amerika Serikat, Malaysia, Vietnam, Australia, dan Peru hingga tahun 2010. TPP saat ini masih berada dalam proses negosiasi. Terdapat beberapa faktor yang melatar belakangi Amerika Serikat untuk bergabung dengan TPP, yaitu:

1. Krisis Ekonomi yang Disebabkan oleh Krisis Finansial

Seperti yang telah penulis jelaskan sebelumnya bahwa Amerika Serikat menghadapi permasalahan finansial serius yang bermula pada tahun 2007. Gejolak keuangan ini telah menyinggung kepentingan nasional mendasar bagi negara tersebut terutama dalam hal keamanan ekonomi yang dampaknya tidak hanya disektor finansial saja, tertapi juga pada ekspor dan impor, tingkat pertumbuhan pengangguran, dan pendapatan serta pengeluaran pemerintah Nanto 2009:3. Selain itu juga terjadi resesi di Amerika Serikat seperti yang digambarkan oleh Gambar I.A BAB I bahwa GDP Amerika Serikat yang awalnya berjumlah 14.720 milyar pada tahun 2008 menurun menjadi 14.418 pada tahun 2009. Krisis finansial juga menyebabkan bangkrutnya perusahaan-perusahaan raksasa Amerika Serikat, tentunya membuat banyak pegawainya kehilangan pekerjaan, melemahnya nilai mata uang Amerika Serikat yang juga mata uang perdagangan internasional membuat berkurangnya kegiatan perdagangan internasional, sehingga mengurangi pemasukan negara. Seperti yang diwartakan oleh New York Post 2012 bahwa krisis finansial telah membuat Amerika Serikat kehilangan setidaknya 12,8 Triliun perekonomiannya dengan 23,1 juta pengangguran, 19 Triliun jumlah kekayaan negara, dan 46,2 Juta masyarakat berada di bawah garis kemiskinan Kennan 2012: n.h. Untuk menghadapi krisis tersebut, pemerintah Amerika Serikat telah mengeluarkan beberapa kebijakan moneter, seperti menurunkan suku bunga, menyuntikkan dana ke pasar modal, menyelamatkan bank-bank besar dari kebangkrutan, dan sebagainya BBC News 2009: n.h. Namun Amerika Serikat juga perlu menyelesaikan permasalahan yang diakibatkan oleh krisis finansial tersebut seperti pengangguran dan perdagangan internasional. Salah satu cara yang bisa dilakukan oleh negara tersebut adalah dengan melakukan kerjasama perdangangan dengan negara lainnya untuk mendorong perekonomian, meningkatkan perdagangan, dan menambah lapangan pekerjaan. Seperti yang dijelaskan oleh pejabat USTR saat itu Susan Schwab: “We make this announcement... at a time when attention is focused on the challenges confronting the financial markets and our economy. The Administration is taking extraordinary measures to address these challenges and will continue to act to strengthen and stabilize the financial markets. Meanwhile, we have an opportunity to build on one of the strengths of our economy... Robust international trade is crucial to the health of the U.S. economy, particularly during the uncertain times we are experiencing.” Kami membuat pengumuman ini bergabungnya Amerika Serikat ke TPSEP... pada saat perhatian difokuskan pada tantangan yang dihadapi pasar keuangan dan perekonomian kami. Administrasi negara mengambil langkah-langkah yang luar biasa untuk mengatasi tantangan ini dan akan terus bertindak untuk memperkuat dan menstabilkan pasar keuangan. Sementara itu, kami USTR memiliki kesempatan untuk membangun salah satu kekuatan ekonomi kami... Perdagangan internasional yang kuat sangat penting untuk kesehatan ekonomi Amerika Serikat, terutama selama masa yang tidak menentu yang kami alami. ]

2. Potensi Asia Pasifik dan

Trans Pacific Economic Strategic Partnership TPSEP merupakan kerjasama ekonomi yang akan beroperasi dikawasan Asia Pasifik. Sementara kawasan ini merupakan kawasan dengan perekonomian yang dinamis di dunia. Seperti yang dijelaskan oleh USTR pada tahun 2008 dalam sebuah press realese untuk memberitakan kepada media dan masyarakatnya mengenai bergabungnya Amerika Serikat dengan TPSEP, potensi perekonomian yang ada di Asia Pasifik menjadi alasan negara tersebut untuk bergabung. USTR menjelaskan bahwa kawasan Asia Pasifik merupakan pendorong utama pertumbuhan ekonomi global, yang mewakili hampir 60 persen dari GDP global dan sekitar 50 persen dari perdagangan internasional. Tingkat rata-rata pertumbuhan GDP di negara-negara berkembang pesat dan dinamis di kawasan ini dengan 5,1 persen pada 2006, dibandingkan dengan rata-rata dunia 3,9 persen. Sejak tahun 1990, total perdagangan barang Asia Pasifik telah meningkat sebesar 300 persen, sedangkan investasi global di wilayah ini telah meningkat lebih dari 400 persen. Perdagangan barang dan jasa Amerika Serikat dengan kawasan ini melebihi 2 triliun pada 2006, lebih dari dua kali lipat dalam 12 tahun terakhir. Arus investasi antara Amerika Serikat dan negara-negara Asia Pasifik juga substansial, foreign direct investment Amerika Serikat di kawasan ini mencapai 774 milyar pada tahun 2006, naik 10 persen dibanding tahun sebelumnya, sementara foreign direct investment Asia Pasifik di Amerika Serikat mencapai 424 miliar, meningkat 8 persen dari tahun 2005 Sean Spicer dan Gretchen Hamel 2008:n.h Konsep yang ditawarkan oleh TPSEP seperti the 21 century atau high standard agreement yang disertai dengan keanggotaan yang bersifat ekspansif terutama bagi negara kawasan Asia Pasifik bahkan di luar kawasan, tentunya membuat Amerika Serikat tertarik untuk bergabung dengan kerjasama ekonomi ini. Terlebih lagi ini berkaitan dengan perekonomian bebas yang sejalan dengan kepentingan nasional Amerika Serikat. Seperti yang dijelaskan oleh Susan Schwab: “We are particularly interested in this high-standard agreement potentially serving as a vehicle for advancing trade and investment