Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini membahas mengenai latar belakang penelitian. Pembahasan tersebut meliputi lima bagian, yaitu latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

1.1 Latar Belakang Penelitian

Kewirausahaan telah lama menjadi perhatian penting dalam mengembangkan pertumbuhan sosioekonomi suatu negara. Dalam hal ini, tidak dapat dipungkiri bahwa kewirausahaan dapat membantu menyediakan begitu banyak kesempatan kerja, berbagai kebutuhan konsumen, jasa pelayanan, serta menumbuhkan kesejahteraan dan tingkat kompetisi suatu negara. Zahra dalam Peterson Lee, 2000. Dr. Suparman Sumahami Jaya Bapak Kewirausahaan di Inodonesia mengatakan istilah kewirausahaan merupakan pengembangan dari istilah kewiraswastaan. Perubahan istilah kewiraswastaan menjadi kewirausahaan lebih banyak didasarkan pada alasan bahasa. Secara maknawi pengertian kewiraswastaan pada dasarnya tidak banyak berbeda dengan kewirausahaan. Ahli bahasa diduga khawatir karena penggunaan istilah kewiraswastaan dapat mempersempit makna yang sebenarnya, khususnya istilah swasta bila dikaitkan sebagai lawan dari pemerintah Herawati, 1998.Istilah kewirausahaan mulai dipopulerkan pada tahun 1990 www.otakusaha.wordpress.com. Herawaty 1998 dalam bukunya mengungkapkan bahwa kewirausahaan adalah bekerja pada bidang usaha tertentu Seiring dengan berkembangnya arus globalisasi, kewirausahaan juga semakin menjadi perhatian penting dalam menghadapi tantangan globalisasi yaitu kompetisi ekonomi global dalam hal kreativitas dan inovasi Peterson Lee, 2000. Dalam menghadapi tantangan global, diperlukan inovasi untuk menumbuhkan semangat kewirausahaan.www.okezone.com Menurut Felix Jansen 2000, kini dunia memasuki era inovasi setelah sebelumya berada di era efisiensi di tahun 1950-1960 dan era kualitas di tahun 1970-1980. Organisasi yang tidak melakukan inovasi yang berkelanjutan akan terlindas oleh pesaing lainnya. Usmara dan Diwantara, 2004. Artinya organisasi-organisasi yang terampil dalam berinovasi, sukses menghasilkan ide- ide baru akan mendapatkan keunggulan bersaing dan tidak akan tertinggal di pasar dunia yang terus berubah dengan cepat. Kewirausahaan tidak dapat lepas dan individu yang terlibat di dalamnya. Individu yang bergelut dalam kewirausahaan biasa disebut dengan wirausahawan. Wirausahawan enterpreneur adalah orang yang membeli jasa-jasa faktor produksi dalam harga tertentu dan kemudian menjualnya dengan harga-harga yang belum pasti dan dengan demikian kegiatan bisinis di masyarakat dapat terus berjalan Cantilllon dalam Herawaty 1998. Kewirausahaan melekat pada diri manusia, sementara manusia dalam dunia ini merupakan mahluk utama dan merupakan titik sentral berkembangnya peradaban masyarakat. Pengembangan peradaban masyarakat yang digerakkan dan didinamisir oleh unsur kewirausahaan dalam diri adalah untuk kesejahteraan manusia Herawaty, 1998. Sumarsono 2010 mengatakan bahwa seorang wirausahawan yang unggul memiliki sifat-sifat kreatif, origanilitas, berani mengambil resiko, berorientasi ke depan dan mengutamakan prestasi tahan uji, tekun, tidak gampang patah semangat, bersemangat tinggi, berdisiplin baja, teguh dalm pendirian dan inovatif. Dari sekian atribut personal yang terdapat dalam diri seorang wirausahawan, perilaku inovatif merupakan salah satu hal yang berperan penting dalam menghadapi tantangan globalisasi. Perilaku inovatif yang dimiliki oleh seorang wirausahawan secara umum dapat mengimbangi perubahan yang terjadi dengan begitu cepatnya, khususnya dalam menghadapi tantangan globalisasi Peterson Lee, 2000. Penelitian ini ingin melihat perilaku inovatif pada wirausahawan. Dalam bidang pendidikan, banyak usaha yang dilakukan untuk kegiatan yang sifatnya pembaruan atau inovasi pendidikan. Suatu proses pendidikan yang benar-benar inovatif harus mempersiapkan anak didik untuk menghadapi perubahan serta memberikan kemampuan kepada mereka untuk dapat menjawab tantangan-tantangan lingkungan secara lebih efektif. Dalam birokrasi pemerintah, perilaku inovatif juga menjadi pembahasan yang penting. Mengacu pada definisi Lawson dan Samson 2001 tentang kemampuan inovasi, kemampuan inovasi birokrasi pemerintah dimaknai sebagai kemampuan birokrasi pemerintah untuk mentransformasikan secara berkelanjutan pengetahuan dan gagasan ke dalam berbagai bentuk pelayanan, proses, dan sistem yang baru, bagi keuntungan lembaga dan stakeholder. Asropi, 2008. Wahyu Aditya peraih World Winner of British Council - International Young Creative Entrepreneur of The Year - Film Category 2007 sebagai anggota Komite Inovasi Nasional KIN juga menekankan pentingnya inovasi dalam persaingan kewirausahaan. http:permitha.net201010simposium- internasional-ppi-2010. Konsep inovatif tampaknya sudah menjadi satu dengan diri seorang wirausahawan Hisrich Peters, 1998. Hal ini tercermin dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Johnson, Danis, dan Dollinger 2008 yang menyatakan bahwa seorang wirausahawan lebih berperan sebagai seorang inovator daripada sebagai adaptor. Seorang inovator berani membuat perubahan, ingin melakukan sesuatu secara berbeda daripada hanya membuatnya menjadi lebih baik, sedangkan seorang adaptor mempunyai kecenderungan mengikuti pola yang sudah ada, mengembangkan dan tidak mengubahnya. Dalam hal ini, seorang wirausahawan yang inovatif suka dengan tantangan dimana mereka merupakan pencari masalah sekaligus pemecah masalah. Mereka tidak dapat bertahan lama dengan tugas-tugas rutin. Mereka lebih suka mengambil kontrol pada situasi-situasi yang berubah-ubah dan seringkali menantang aturan-aturan dan tradisi yang ada. Wirausahawan yang inovatif juga tampak mempunyai tingkat keraguan yang rendah dalam menghasilkan ide-ide baru dan juga kemampuan mengambil keputusan secara mandiri Danis Dollinger dalam Johnson, Danis, Dollinger, 2008. Perilaku inovatif yang dimiliki oleh seorang wirausahawan secara umum dapat mengimbangi perubahan yang terjadi dengan begitu cepatnya, khususnya dalam menghadapi tantangan globalisasi Peterson Lee, 2000. Dalam hal ini dapat dilihat bahwa, seorang wirausahawan merupakan agen perubahan yang mengenalkan inovasi-inovasi seperti produk, metode produksi, teknik penjualan, dan tipe alat pekerjaan yang baru Schumpeter dalam Mueller Thomas 2000. Perilaku inovatif yang dimiliki oleh para wirausahawan membuat mereka mampu menghadapi tantangan dengan mengubahnya menjadi peluang. Hal ini dapat menunjang kemajuan bisnis yang mereka geluti karena dengan perilaku inovatif, mereka mempunyai kemampuan untuk menghasilkan dan mengimplementasikan gagasan atau ide baru yang lebih baik dan berbeda dalam bentuk produk, teknik, jasa, dan lain sebagainya Shane Scott, 2005. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa dalam menghadapi tantangan globalisasi dimana perkembangan dan persaingan dalam dunia bisnis terus berkembang pesat, perilaku inovatif sangat dibutuhkan. Hal ini disebabkan karena tanpa gagasan atau ide baru yang inovatif, kemungkinan bisnis yang digeluti menjadi ketinggalan karena konsumen selalu menuntut hal baru seiring dengan berkembangnya arus globalisasi Sangeeta Singh. 2006. Berger dalam Peterson Lee, 2000 mengatakan budaya merupakan salah satu faktor yang berperan dalam kewirausahaan, dimana terdapat nilai-nilai budaya tertentu yang mendukung peningkatan potensi-potensi yang ada dalam diri seorang wirausahawan . Asair 1996 lebih detail mengatakan budaya atau kepribadian kelompok memainkan peran penting dalam inovasi. Beberapa budaya mendukung inovasi tetapi yang lain tidak. Ketika invididu seorang yang kreatif dan membangun sebuah tim dengan kemampuan pemecahan masalah yang kreatif, kurang optimal jika lingkungan organisasi kurang menghargai pendapat ide-ide baru. Budaya didefnisikan sebagai suatu sistem yang membawahi nilai-nilai dari kelompok dalam suatu masyarakat, yang membentuk beberapa trait kepribadian yang mendorong individu di dalamnya untuk terlibat dalam suatu perilaku atau kegiatan yang mungkin berbeda dari kelompok masyarakat yang ada Petrakis, 2003. Di Indonesia sendiri, terdapat berbagai macam budaya yang dapat dilihat dari keragaman suku bangsa yang ada. Salah satu suku bangsa di Indonesia yang identik dengan kepiawaiannya dalam berwirausaha adalah suku Minangkabau. Dalam hubungannya dengan budaya, penelitian yang dilakukan Hofstede mengelompokkan nilai budaya menjadi empat dimensi yaitu uncertainty avoidance, power distance, masculinity-feminity, individual-collectivism Wagner dan Holenbeck, 1995. Uncertainty avoidance merupakan tingkat dimana anggota dari suatu kelompok budaya merasa terancam dengan situasi yang tidak pasti atau tidak diketahui Hofstede Hofstede, 2005. Budaya dengan uncertainty avoidance yang rendah dapat menerima ketidakpastian dalam hidup secara lebih mudah, sehingga mereka umumnya mempunyai keinginan yang kuat untuk mengambil resiko. Mereka memiliki kontrol terhadap konflik dan kompetisi. Selain itu, mereka juga menganggap bahwa sesuatu yang berbeda yang ada di lingkungan bukanlah sesuatu yang mengancam oleh karena itu mereka mempunyai toleransi yang tinggi terhadap perilaku kreatif dan baru Hotstede dalam Mueller Thomas, 2000. Sedangkan budaya dengan uncertainty avoidance yang tinggi biasanya menghindari adanya konflik dan kompetisi sehingga mereka biasanya terpaku pada pola perilaku tertentu. Oleh karena itu, mereka memiliki toleransi yang rendah kepada sesuatu yang mereka anggap berbeda dan baru Hofstede dalam Sangeeta Singh, 2006. Dari penjelasan tersebut dapat dilihat bahwa nilai budaya uncertainty avoidance dan perilaku inovatif cenderung memiliki hubungan dalam hal toleransi terhadap ambiguitas atau ketidakpastian. Perilaku inovatif cenderung dihubungkan dengan peran seorang wirausaha dalam menjalankan usahanya Cohumpeter, 1934 dalam Mueller Thomas, 2000. Dalam hal ini, wirausahawan dituntut mempunyai kemampuan untuk membuat keputusan dibawah kondisi yang tidak pasti misalnya saja ketika seorang wirausahawan membuat keputusan mengenai bagaimana mengkombinasikan sumber yang ia miliki menjadi sebuah produk yang baru tanpa mengetahui secara pasti apakah hal tersebut akan diterima oleh masyarakat atau tidak. Di sisi lain, budaya dengan uncertainty avoidance yang rendah lebih mempunyai toleransi yang tinggi dalam menerima sesuatu yang baru atau berbeda, hal ini dapat membuat wirausahawan lebih menikmati dan bebas dalam menciptakan ide-ide yang baru atau berbeda di kondisi tersebut. Budaya ini juga mempunyai tingkat toleransi yang tinggi terhadap konflik dan kompetisi dimana individu di dalamnya tidak terpaku pada suatu pola perilaku tertentu seperti mengumpulkan berbagai bukti-bukti atau mekanisme formal sebelum mengambil keputusan sehingga kondisi ini memudahkan individu mengambil keputusan dalam penciptaan ide-ide baru walaupun informasi yang ada hanya terbaias. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa, uncertainty avoidance yang rendah memacu individu-individu di dalamnya untuk mencoba hal baru walaupun tidak ada garansi bahwa akan ada kesuksesan yang mengikutinya sehingga kondisi ini membuat individu di dalamnya semakin leluasa untuk mcnghasilkan ide-ide baru yang inovatif. Di Indonesia terdapat berbagai macam budaya yang dapat dilihat dari suku-suku bangsa yang ada. Dari sekian banyak suku bangsa, suku Minangkabau terkenal dengan kepiawaiannya dalam berwirausaha. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya wirausaha yang berasal dari suku tersebut. Suku Minangkabau juga termasuk suku yang tidak rentan terhadap perubahan dan perbedaan Navis, 1984, sehingga dapat dikatakan suku Minangkabau mempunyai tingkat uncertainty avoidance yang rendah. Namun, penelitian yang dilakukan oleh Mangundjaya 2006 menyatakan hal yang sebaliknya. Faktor yang mendasari perbedaan masyarakat dengan nilai budaya Uncertainty Avoidance rendah atau tinggi adalah: mencemasakan ketidakpastian, mementingkan peraturan, menghindari konflik dan kompetisi , memiliki motivasi berprestasi rendah, memiliki tingkat stress tinggi, menghindari perubahan, meyakini pendapat ahli, dan partisipasi rendah pada kegiatan sukarela. Pada penelitian ini penulis juga ingin melihat faktor-faktor demografi yang mempengaruhi perilaku inovatif, yaitu usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan lama berwirausaha. Berdasarkan alasan tersebut diatas, penulis tertarik untuk meneliti mengenai nilai budaya uncertainty avoidance dan perilaku inovatif pada wirausahawan bersuku bangsa Minangkabau, sehingga penulis membuat penelitian dengan judul: “Pengaruh nilai budaya uncertainty avoidance terhadap perilaku inovatif pada wirausahawan suku Minangkabau di Pasar Tanah Abang Jakarta”.

1.2 Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah