Kerangka Berpikir KAJIAN TEORI

Tabel 2. 1. Perbedaan Masyarakat Uncertainty Avoidance Tinggi dan Rendah Lingkungan Uncertainty Avoidance Rendah Uncertainty Avoidance Tinggi Keluarga Aturan yang lemah mengenai hal-hal yang kotor dan tabu bagi anak-anak Aturan yang keras mengenai hal- hal yang kotor dan tabu bagi anak- anak Perbedaan menimbulkan rasa ingin tahu Perbedaan merupakan hal yang membahayakan Tingkat ketegangan dan kecemasan rendah Tingkat ketegangan dan kecemasan tinggi Ketidakpastian merupakan hal biasa, dan setiap harinya dianggap sebagai situasi yang tidak pasti Ketidakpastian yang terjadi terus menerus dalam hidup merupakan ancaman yang harus dilawan Nyaman dengan situasi ambigu dan risiko yang tidak dikenal Menerima risiko yang dikenal, takut akan situasi ambigu dan risiko yang tidak dikenal. Masyarakat Jika peraturan tidak lagi dipatuhi, sebaiknya diganti Adanya peraturan adalah keharusan, meski tidak dipatuhi Partisipasi tinggi terhadap gerakan dan kegiatan sukarela Partisipasi rendah terhadap gerakan dan kegiatan sukarela Toleransi, bahkan terhadap pendapat ekstrim Menekan ekstrimis Liberal Konservatif, hukum, dan teratur Aturan sedikit dan umum, baik tertulis maupun tidak tertulis Aturan banyak dan spesifik, baik tertulis maupun tidak tertulis Organisasi Mempercayai pendapat awam Meyakini pendapat ahli dan solusi Teknis Toleransi pada ide-ide baru dan Berbeda Menekan perubahan, ide-ide dan penlaku berbeda. Baik dalam inovasi, buruk dalam Implementasi Buruk dalam inovasi, baik dalam Implementasi Fokus pada proses pengambilan Keputusan Fokus terhadap isi keputusan Toleransi pada ambiguitas dan kemungkinan mengalami kekacauan Adanya kebutuhan akan ketepatan dan formalisasi Sumber: Hofstede Hofstede

2.3 Kerangka Berpikir

Budaya merupakan salah satu faktor yang berperan dalam kewirausahaan dimana terdapat nilai-nilai budaya tertentu yang mendukung peningkatan potensi-potensi yang ada dalam diri seorang wirausaha Budaya yang terdiri dari berbagai nilai erat hubungannya dengan ciri personal seorang wirausaha. Hal ini secara tidak langsung juga berkaitan dengan kemampuan seorang wirausaha menjalankan kewirausahaannya dalam menghadapi tantangan globalisasi. Dari sekian ciri personal yang terdapat dalam diri seorang wirausaha, perilaku inovatif merupakan salah satu ciri yang berperan penting dalam menghadapi tantangan globalisasi Perilaku inovatif yang dimiliki oleh seorang wirausaha secara umum dapat mengimbangi perubahan yang terjadi dengan begitu cepatnya di era globalisasi yang ada. Dalam hal ini dapat dilihat bahwa, seorang wirausaha merupakan agen perubahan yang mengenalkan inovasi-inovasi seperti produk, metode prroduksi, teknik penjualan, dan tipe alat pekerjaan yang baru Perilaku inovatif tersebut membuat mereka mampu dalam menghadapi tantangan dengan mengubahnya menjadi peluang. Hal ini dapat menunjang kemajuan bisnis mereka karena dengan perilaku inovatif, mereka mempunyai kemampuan untuk menghasilkan dan mengimplementasikan gagasan atau ide baru yang lebih baik dalam bentuk produk. Teknik, jasa, dan sebagainya Dengan demikian dapat dikatakan bahwa. dalam menghadapi tantangan globalisasi dimana perkembangan dan persaingan dalam dunia bisnis terus berkembang pesat, perilaku inovatif sangat dibutuhkan. Hal ini disebabkan karena tanpa gagasan atau ide baru yang inovatif kemungkinan bisnis yang digelutinya menjadi ketinggalan atau tidak dapat bertahan karena konsumen selalu menuntut hal yang baru seiring dengan berkembangnya arus globalisasi Perilaku inovatif yang dimiliki oleh seorang wirausaha tampak erat hubungannya dengan budaya yang ada. Asair 1996 mengatakan budaya atau kepribadian kelompok memainkan peran penting dalam inovasi. Beberapa budaya mendukung inovasi tetapi yang lain tidak. Ketika invididu seorang yang kreatif dan membangun sebuah tim dengan kemampuan pemecahan masalah yang kreatif, kurang optimal jika lingkungan organisasi kurang menghargai pendapat ide-ide baru. Budaya merupakan salah satu faktor yang berperan dalam kewirausahaan dimana terdapat nilai-nilai budaya tertentu yang mendukung peningkatan potensi- potensi yang ada dalam diri seorang wirausaha. uncertainty avoidance merupakan salah salah satu nilai budaya yang dapat mempengaruhi ciri personal seorang wirausaha Budaya dengan uncertainty avoidance yang rendah dapat menerima ketidakpastian dalam hidup secara lebih mudah sehingga mereka umumnya mempunyai keinginan yang kuat untuk mengambil risiko. Mereka meyakini memiliki kontrol terhadap konflik dan kompetisi. Selain itu, mereka juga menganggap bahwa sesuatu yang “berbeda” yang ada di lingkungan bukanlah sesuatu yang mengancam. Oleh karena itu, mereka mempunyai toleransi yang tinggi terhadap perilaku kreatif dan inovatif. Sedangkan budaya dengan uncertainty avoidance yang tinggi biasanya menghindari adanya konflik dan kompetisi sehingga mereka biasanya terpaku pada pola perilaku tertentu. Oleh karena itu, mereka memiliki toleransi yang rendah kepada sesuatu yang mereka anggap “berbeda” dan baru Berdasarkan penelitian mengenai dimensi budaya yang telah dilakukan oleh Hofstede dan Hofstede 2005 terhadap 74 negara, Indonesia yang memperoleh skor 48 dan menempati posisi 60 untuk dimensi uncertainty avoidance. Dengan demikian maka lndonesia tergolong memiliki uncertainty avoidance yang rendah. Akan tetapi, hasil penelitian yang dilakukan oleh Mangundjaya 2006 pada sebuah BUMN X di Indonesia, menyatakan bahwa pegawai pada BUMN X tersebut memiliki uncertainty avoidance tinggi. Adanya perbedaan hasil penelitian ini mengarahkan pada perlunya penelitian-perielitian lebih lanjut yang komprehensif mengenai dimensi uncertainty avoidance pada masyarakat Indonesia. Hal ini disebabkan, masyarakat Indonesia merupakan masyarakat multi etnis yang terdiri dari berbagai suku bangsa yang memiliki karakteristik yang beragam pula. Pada penelitian kali ini akan dikaji dimensi uncertainty avoidance khususnya pada suku Minangkabau. Walaupun pada penelitian yang dilakukan oleh Mangundjaya 2006 ditemukan hasil bahwa pegawai BUMN X yang bersuku Minangkabau mempunyal tingkat uncertainty avoidance yang tinggi. Namun jika dilihat dari pernyataan Navis 1984, masyarakat Minangkabau cenderung dapat menerima perubahan dan perbedaan dalam masyarakat. Masyarakat Minangkabau juga cukup mempunyai fleksibilitas dalam menghadapi perubahan dan ketidakpastian sehingga mereka cenderung mempunyai uncertainty avoidance yang rcndah. Hal ini dapat dilihat dari aturan- aturan yang dapat berubah sesuai kesepakatan yang ada. Dari hal tersebut dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan pendapat mengenai tingkat uncertainty avoidance pada masyarakat Minangkabau. Lebih lanjut, jika dikaitkan dengan perilaku inovatif. Masyarakat dengan uncertainty avoidance yang rendah lebih mudah menerima perilaku yang bersifat nontradisional. Hal ini membuat wirausaha pada konteks atau situasi ini dapat dengan lebih mudah menikmati kebebasan dalam menampilkan perilaku inovatif yang umumnya berbeda dari biasanya. Pada situasi uncertainty avoidance yang tinggi perilaku dan ide yang berbeda dilihat sebagai hal yang mencurigakan dan membahayakan sehingga sulit untuk menampilkan perilaku inovatif. Masyarakat uncertainty avoidance tinggi cenderung mencemaskan ketidakpastian. Hal ini tidak sesuai dengan ciri perilaku inovatif yang memiliki toleransi terhadap ambigiusitas. Namun hal sebaliknya yang akan terjadi pada masyarkat uncertainty avoidance rendah. Dalam menciptakn ide-ide baru, individu perlu berfikir out of the box hal ini sesuai dengan masyarakat uncertainty avoidance rendah yang tidak erlalu mementingkan peraturan yang ada. Namun hal sebaliknya yang akan terjadi pada masyarkat uncertainty avoidance tinggi. Individu yang memiliki perilaku inovatif adalah individu yang berorientasi pada pencapaian. Hal ini tidak menutup kemungkinan pada persaingan. Masyarakat uncertainty avoidance tinggi akan menghindari konflik dan kompetisi., namun hal sebaliknya yang akan terjadi pada masyarkat uncertainty avoidance tinggi. Individu yang memiliki perilaku inovatif adalah individu yang berorientasi pada pencapaian. Hal ini sejalan dengan masyarakat uncertainty avoidance rendah yang memiliki motivasi berprestasi tinggi, namun hal sebaliknya yang akan terjadi pada masyarkat uncertainty avoidance tinggi. Masyarakat uncertainty avoidance rendah, memiliki tingkat stress yang rendah juga. Tingkat stress yang tinggi tidak baik untuk pemunculan perilaku inovatif. Karena individu yang inovatif adalah individu yang dapat memotivasi dirinya sendiri untuk hasil yang efektif. Inovatif adalah menciptakan ide-ide baru dalam bentuk produk, ataupun jasa. Inovasi menghasilkan perubahan ke arah yang lebih baik, hal ini sejalan dengan masyarakat uncertainty avoidance rendah yang tidak menghindari perubahan namun hal sebaliknya yang akan terjadi pada masyarkat uncertainty avoidance tinggi. Organisasi pada masyarakat yang memilik nilai budaya uncertainty avoidance tinggi cenderung memiliki banyak ahli karena mereka tidak mempercayai pendapat awam. Hal ini akan menghabat timbulnya perilaku inovatif. Masyarakat uncertainty avoidance rendah cenderung memiliki partisipasi yang tinggi dalam kegiatan-kegiatan sosial dan aktivitas yang bermanfaat bagi masyarakat. Dengan banyak bergabung dengan kegiatan sukarela akan menumbuhkan peilaku inovatif, yaitu menimbulkan motivasi untuk menjadi lebih efektif, untuk menolong orang banyak. Usia adalah satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan suatu benda atau makhluk, baik yang hidup maupun yang mati Umur diukur dari lahir sampai masa kini atau dari kejadian bermula sampai masa yang sedang dijalani. Semakin dewasa manusia,semakin mudah individu tersebut memiliki sikap toleransi. Toleransi tehadap ambigiusitas adalah salah satu ciri dari individu yang meiliki perilaku inovatif. Jenis kelamin adalah kelas atau kelompok yang terbentuk dalam suatu spesies sebagai sarana atau sebagai akibat digunakannya proses reproduksi seksual untuk mempertahankan keberlangsungan spesies itu. Jenis kelamin merupakan suatu akibat dari dimorfisme seksual, yang pada manusia dikenal menjadi laki-laki dan perempuan. Pada masyarakat yang mengenal machoisme, umpamanya, seorang laki-laki diharuskan berperan secara maskulin jantan dalam bahasa sehari-hari dan perempuan berperan secara feminin. Laki-laki dan perempuan mempunyai kondisi psikologis dan orientasi yang berbeda. Berorientasi pada inovasi dan berorientasi pada pencapaian adalah cirri individu yang memiliki perilaku inovatif. Pengalaman adalah guru yang sangat berharga. Dari pengalaman, individu dapat mengetahui hal yang buruk dan baik serta belajar mengambil hikmahnya untuk memperbaikimengoreksi kesalahan masa lalu guna mencapai kualitas hidup yang lebih bernilai. Konsep ini dapat diaplikasikan dalam kehidupan berbisnis, berelasi, membangun jejaring networking ataupun bermasyarakat Salah satu faktor yang menentukan banyaknya-tidaknya wirausahawan memiliki pengalaman adalah lama nya wirausahawan bergelut dibidang wirausaha. Individu yang mempunyai banyak pengalaman dan mengetahui kondisi sebelum masa kini, cenderung mmpunyai motivasi untuk menjadi efektif dibanding sebelumnya. Tingkat pendidikan individu sangat penting untuk diperhatikan karena tingkat pendidikan yang dimiliki seseorang akan mempengaruhi pola pikir, sikap dan tingkah laku mereka. Oleh karena itu untuk menunjang keberhasilan kegiatan usaha hendaknya tingkat pendidikan individu harus benar-benar dipertimbangkan. Individu dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi tampak memiliki produktivitas yang lebih tinggi pula, apalagi ditambah adanya tingkat lamanya bekerja yang dapat mempengaruhi tingkat ketrampilan dan kreativitas kerjanya. Individu dengan tingkat pendidikan yang tinggi cenderung akan menciptaan dan menerapkan ide-ide baru yang lebih baik. Dari penjelasan diatas, apat diambil kesimpulan bahwa nilai budaya uncertainty aoidance mencemasakan ketidakpastian, mementingkan peraturan, menghindari konflik dan kompetisi , memiliki motivasi berprestasi rendah, memiliki tingkat stress tinggi, menghindari perubahan, meyakini pendapat ahli, dan partisipasi rendah pada kegiatan sukarela, usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan lama berwirausaha memiliki pengaruh terhadap peirlaku inovatif. Gambar 2.2 Bagan Kerangka Berpikir Nilai Budaya Uncertainty Avoidance Perilaku inovatif Mencemaskan ketidakpastian Usia Usia Mulai Berwirausaha Jenis Kelamin Tingkat Pendidikan Mementingkan Peraturan Menghindari konflik dan kompetisi Memiliki motivasi berprestasi rendah Memiliki tingkat stress tinggi Menghindari perubahan Meyakini pendapat ahli Partisipasi rendah terhadap kegiatan sukarela

2.4. Hipotesis