Selain beras Banjarmasin juga mengimpor porselin, garam, teh dan budak. Barang-barang ini didatangkan terutama oleh para pedagang dari Cina, Jawa dan
Makassar. Tidak didapatkannya banyak data mengenai komoditi impor di Kesultanan Banjarmasin namun komoditi tersebut sangat bernilai penting untuk
memenuhi kebutuhan hidup masyarakat yang tinggal di Kesultanan Banjarmasin. Semua barang ekspor dan impor tersebut sangatlah berpengaruh bagi
kehidupan Kesultanan Banjatmasin dan masyarakatnya. Karena misalnya, ekspor lada yang telah mendatangkan kemakmuran bagi Kesultanan Banjarmasin, dan
impor beras yang amat penting peranannya untuk memenuhi kebutuhan makanan pokok masyarakat Banjarmasin. Kesemuanya itu merupakan barang-barang yang
diperdagangkan di Banjarmasin.
2. Alat Tukar Perdagangan
Di Banjarmasin juga telah dikenal penggunaan mata uang yang telah di gunakan sebagai alat transaksi pembelian suatu barang. Namun, berbeda dengan
Aceh pada zaman Iskandar Muda m. 1607-1636, yang menggunakan mata uang kesultanan yang dibuat oleh pemerintah yang berupa mata uang emas untuk
menggantikan mata uang real Spanyol.
40
Sedangkan di Banjarmasin tidak ditemukan penggunaan mata uang seperti ini.
41
Kesultanan Banjarmasin sama seperti bandar dagang di Nusantara lainnya, bertransaksi dengan penggunaan mata uang real Spanyol,
42
terkadang juga
40
Denys Lombard, Kerajaan Aceh Zaman Sultan Iskandar Muda 1607-1636 Jakarta: Kepusatakaan Populer Gramedia, 2006, h. 152-156.
41
Walaupun diperkirakan orang-Orang Inggris telah memasuk Timah ke Banjarmasin yang biasa digunakan untuk pembuatan uang. Namun di Banjarmasin tidak ditemukan penggunaan
mata uang lokal seperti di Aceh. Lihat, Anthony Reid, Dari Ekspansi Hingga Krisis: Jaringan Perdagangan Global Asia Tenggara 1450-1680,
Penerjemah: R.Z. Leirissa, P. Soemitro ed., Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1999, h. 129.
42
Real Spanyol mata uang yang terbuat dari perak. Satu real = 6 ΒΌ dollar lihat, Van Leur, Indonesian Trade and Society,
h. 368.
mengunakan mata uang gulden Belanda, karena hal ini lebih memudahkan dalam transaksi baik didalam maupun keluar. Hal ini wajar karena mata uang real
Spanyol telah banyak beredar dan berlaku di berbagai tempat, seperti Malaka, Banten, Sulawesi, Maluku dan tempat lain. Penggunaan mata uang real Spanyol
ini dapat dilihat ketika sultan menjual komoditi perdagangannya, seperti telah disebutkan di atas.
3. Sultan dan Pelaksanaan Perdagangan
Perdagangan yang terjadi di Kesultanan Banjarmasin, baik secara langsung maupun tidak langsung pasti akan melibatkan tenaga kerja. Tenaga kerja ini bisa
tenaga kerja kasar dan tenaga kerja halus, atau tenaga kerja administrasi pemerintahan. Dalam masalah tenaga kerja ini hanya akan menjelaskan tenaga
kerja yang hanya terbatas pada tingkat pemerintahan, walaupun dalam mekanisme kerjanya tidak dapat lepas dari tenaga kerja kasar.
Guna menanggulangi berbagai masalah dalam perdagangan di Pelabuhan, sejak awal berdirinya Kesultanan Banjarmasin sudah berupaya memanfaatkan
berbagai tenaga kerja yang bergerak di sektor administrasi. Untuk mengurus masalah hubungan dengan pedagang asing maka
Kesultanan Banjarmasin menugaskan kepada Syahbandar. Peran Syahbandar sebagai kepala pelabuhan memegang peran penting bagi perkembangan suatu
pemerintahan, jadi bisa diartikan syahbandar bertindak sebagai duta besar dari istana.
Tugas dari Syahbandar sendiri antara lain, sebagai perantara antara raja dan orang asing, bertugas memperjuangkan agar kepentingan orang asing
diperhatikan penuh oleh pemerintah setempat, selain itu Syahbandar bertindak
juga sebagai hakim, karena menjalankan peradilan istimewa terhadap perkara yang menimpa orang asing dan berhak membuat kontrak-kontrak dengan orang
asing.
43
Proses hubungan antara sultan dengan orang asing lewat Syahbandar Kyai Martajaya misalnya dapat diketahui pada tahun 1747, kedatangan utusan VOC
Van den Burg. Setelah sampai di Pelabuhan, rombongan segera bertemu dengan Syahbandar untuk menyampaikan maksud kedatangannya dan meminta izin untuk
menyampaikan surat kepada sultan. Syahbandar memberitahukan maksud itu kepada sultan melalui seorang utusan. Proses itu menghabiskan waktu beberapa
hari, setelah mendapat persetujuan sultan, maka beberapa hari kemudian Syahbandar kyai Martajaya mengantar utusan itu dengan perahu milik sultan
untuk menghadap ke istana. Perundingan dihadairi oleh Syahbandar, Dewan Mahkota dan sultan. ini berarti Syahbandar mengetahui jelas permasalahan
mengenai hubungan sultan dengan orang asing.
44
Jadi dapat diasumsikan tumbuh kembangnya perdagangan sangat ditentukan oleh fasih tidaknya seorang Syahbandar menangani kaum pendatang
tersebut. Jika ditengok lebih dalam maka jasa yang telah diberikan oleh Syahbandar bertujuan akhir mendatangkan keuntungan di pihak kesultanan, baik
dari pajak masuk maupun dari pelayaran berupa kemudahan-kemudahan yang diperoleh oleh bangsa asing dinegeri tersebut.
Setelah mendapatkan izin, lebih lanjut transaksi perdagangan pun dilakukan. Transaksi ini berlangsung, setelah terjadi penawaran terhadap barang
dagang, maka sultan akan mangirim contoh barang yang akan dijual. Persetujuan
43
Purnadi Purbatjaraka, Shahbandars in the Archipelago,JSAH, Vol: 2, 1961 h. 1-8.
44
Sulandjari, Politik dan Perdagangan Lada di Kesultanan Banjarmasin 1747-1787, h. 73-74.
mengenai barang dagang biasanya diikuti oleh pengiriman barang dari pedalaman ke pelabuhan. Pengiriman barang dari pedalaman ke pelabuhan ini biasanya
dilakukan pada musim kering menjelang musim hujan, karena saat itulah jalur dari pedalaman ke pelabuhan lebih mudah dilalui karena terhindar oleh banjir.
45
Barang yang di bawa dari pedalaman tadi akan sampai kepada Syahbandar dan pembongkaran muatan dilakukan oleh sejumlah pekerja upahan yang disebut
kuli. Kemudian barang tersebut diperiksa untuk memastikan keadaanya. Setelah sepakat maka pembayaran langsung dilakukan.
46
Selain dari Syahbandar, golongan istana yang berperan sebagai distributor atau pengangkut barang dari pedalaman adalah mantri kepala daerah.
47
Pada setiap musim panen lada misalnya, sultan akan membeli lada melalui perantara
mantri terlebih dahulu selanjutnya di pedalaman mantri mendapatkan hasil lada
dari para pembekal kepala desa, pembekal ini bertugas untuk mengawasi pelaksanaan pengolahan kebun lada milik sultan dan penyerahan wajib ke istana
melalui perantara para mantri.
48
Pola perdagangan di Banjarmasin pada waktu itu menunjukan corak yang sama dengan perdagangan yang dilakukan oleh wilayah lain di kepulauan
Nusantara pada umumnya. Perdagangan barang dalam jumlah banyak dikuasai oleh golongan penguasa, serta perdagangan barang yang lebih sedikit jumlahnya,
45
Ibid., h. 78.
46
Ibid.
47
Mantri adalah pejabat tinggi istana yang berkedudukan di pusat maupun daerah.
48
Sulandjari, Politik dan Perdagangan Lada di Kesultanan Banjarmasin 1747-1787, h. 65.
dijajakan secara berkeliling disepanjang pantai sampai ke pedalaman yang dilakukan oleh pedagang pengecer yaitu para penduduk Banjarmasin itu sendiri.
49
Pada sekitar tahun 1707, disepanjang tepi pantai terdapat pasar tempat terjadinya trasaksi jual-beli antara penduduk Banjar dan pedagang dari luar yang
berdatangan di Banjarmasin. Pasar itu merupakan tempat berkumpulnya para pedagang yang membentuk deretan di tepi pantai sambil menjajakan barang
dagangannya.
50
Selain pedagang Banjar, pedagang Cina juga banyak berjualan di tempat ini.
Adapun beberapa cara perdagangan di Banjarmasin adalah sebagai berikut;
1. Jual beli barang dilakukan di pasar
2. Para pedagang membeli barang perdagangan di rumah-rumah penduduk,
yang telah menyediakan barang perdagangannya di serambi depan. 3.
Untuk para pedagang asing harus menggunakan kontrak pembelian barang dengan sultan melalui Syahbandar.
51
C. Hubungan Perdagangan Banjarmasin Dengan Bangsa Lain