Tumbuhnya Perdagangan di Kesultanan Banjarmasin Sebelum Abad XVIII

44

BAB IV PERAN KESULTANAN BANJARMASIN DALAM LINTAS

PERDAGANGAN NUSANTARA ABAD XVIII Dalam bab ini, akan membahas mengenai tiga pembahasan. Pertama akan diawali dengan melihat latar belakang munculnya Kesultanan Banjarmasin pada abad XVII. Kedua, akan melihat seberapa jauh peran Kesultanan Banjarmasin dalam mengembangan perdagangan pada abad XVIII dengan melihat dua faktor, yaitu kebijakan Sultan terhadap perdagangan dan Sultan sebagai pemain aktif dalam perdagangan. Dibagian akhir akan dijelaskan kemunduran perdagangan yang disebabkan oleh perebutan kekuasaan yang terjadi dikalangan istana.

A. Tumbuhnya Perdagangan di Kesultanan Banjarmasin Sebelum Abad XVIII

Kesultanan Banjarmasin tumbuh sebagai bandar perdagangan di Nusantara dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain, pertama, dijadikannya Banjarmasin sebagai sebuah daerah taklukan Demak. Hal ini berakibat mulai dikenalnya wilayah Banjarmasin. Kedua, meluasnya ekspansi Mataram di pesisir pantai utara Jawa pada pertengahan pertama abad XVII. Ketiga, penguasaan wilayah penghasil lada oleh VOC di wilayah lain di Nusantara seperti, Banten, Palembang dan Jambi. Hal ini mengakibatkan para pedagang mulai mencari daerah penghasil lada di wilayah lain yang belum tersentuh oleh pengaruh VOC. Ketiga faktor tersebut yang mengakibatkan Banjarmasin mulai dikenal sebagai bandar perdagangan di Nusantara. Sebelum periode abad XVIII, Kesultanan Banjarmasin telah menjadi sebuah kesultanan yang bercorak maritim di Kalimantan Selatan. Dalam beberapa periode Kesultanan Banjarmasin masih merupakan daerah taklukan dari kerajaan- kerajaan Jawa seperti, Demak dan Mataram. Supremasi Jawa terhadap Banjarmasin lebih kepada faktor ekonomi. Karena Banjarmasin memiliki produk hutan yang sangat baik seperti, damar, lilin, myrabolans untuk industri batik, rotan, dan barang anyaman. 1 Sedangkan Jawa sendiri telah dikenal sebagai pemegang kekuasaan ekonomi yang paling besar sebagai daerah penghasil beras. Selain itu, beras juga dianggap sebagai senjata politik yang dipegang oleh Jawa. 2 Di Banjarmasin sendiri beras merupakan bahan makanan pokok bagi masyarakat. Namun, di Banjarmasin beras hanya ditanam oleh orang Dayak pedalaman, dimana surplus penanamanya juga sangatlah kecil sehingga kurang mencukupi kebutuhannya sendiri dan perlu memasoknya dari Jawa. 3 Hegemoni Jawa di Banjarmasin diawali dengan dijadikannya Banjarmasin sebagai daerah taklukan dari Demak di tahun 1526. Seperti telah diketahui dalam bab sebelumnya, adanya hubungan kesultanan Demak dengan Banjarmasin diawali dengan hubungan antara Kesultanan Demak yang telah membantu Pangeran Samudera untuk mengambil alih kekuasaannya yang telah diambil oleh pamannya Pangeran Tumenggung. 4 Kesultanan Demak yang dipimpin oleh Sultan Trengganu memerintah 1521-1546 telah mewajibkan Kesultanan Banjarmasin yang dipimpin oleh Sultan 1 B.J.O. Schrieke, Indonesian Sociological Studies, vol. I Bandung: The Hague van Hoove, 1955, h. 29. 2 P. Suntharalingan, The British in Banjarmasin: an Abortive Attempt at Settlement, K. G. Treganning, ed., Journal of Shoutheast Asian History, vol. IV Singapore: 1964, h. 50-51. 3 Ibid. 4 Lihat Bab III,” Masuknya Islam ke Banjarmasin” Suriansyah m. 1526-1550 memberikan upeti kepada kesultanan Demak antara lain berupa intan, emas dan hasil hutannya. Selama berada di bawah kekuasaan Demak, dengan dibantu kekuatan militer dari Demak, Kesultanan Banjarmasin berhasil menaklukan daerah-daerah di pedalaman seperti Sukadana, Sambas, Sampit, dan Mendawai. 5 Penguasaan Demak atas Kesultanan Banjarmasin akhirnya berakhir, ketika kekuasaan Demak yang dipegang oleh Sultan Trengganu berpindah kepada Sultan Prawata m. 1546-1561. Pada masa pemerintahan Sultan Prawata merupakan zaman kekacauan dan perpecahan. 6 Karena lemahnya kekuatan administratif yang dipimpin oleh Sultan Prawata mengakibatkan wilayah-wilayah taklukan akhirnya melepaskan diri dari kesultanan Demak pada akhir abad XVII, termasuk juga Banjarmasin. 7 Selama kurang lebih 20 tahun Kesultanan Banjarmasin berada di bawah hegemoni dari kesultanan Demak. Selama di bawah hegemoni Kesultanan Demak, Kesultanan Banjarmasin baru mulai dikenal sebagai bandar dagang yang telah disinggahi oleh para pedagang Cina dan Jawa. 8 Di permulaan abad XVII, dengan kekuatan armada darat dan lautnya yang kuat, kesultanan Mataram yang dipimpin oleh Sultan Agung m. 1613-46, dapat menguasai kerajaan-kerajaan pantai di Jawa seperti, Jepara, Cirebon, Tuban, dan Gersik, Sultan Agung melanjutkannya hingga ke seberang laut yakni Kalimantan. 9 Pada tahun 1622, dengan menggunakan kekuatan lautnya Sultan Agung 5 J.J. Ras, Hikayat Banjar: a Study in Malay Historiography The Hague: Martinus Nijhoff, h. 430-440. 6 Marwati Djoened Poesponegoro, Sejarah Nasional Indonesia III Jakarta: Balai Pustaka, 1993, h. 36. 7 Ibid. 8 M. Idwar Saleh, Banjarmasih, Banjarmasin: K.P.P.K. Balai Pendidikan Guru, 1975, h. 39. 9 Melink-Roelofsz, Asian Trade and European Influence in Indonesian Archipelago Between 1500 and about 1630 The Hague: Martinus Nijhoff, h. 269. melancarkan penyerangan yang pertama ke Sukadana yang dengan mudah dapat ditundukkan. Pada tahun 1631 beredar rumor bahwa Kesultanan Mataram akan menaklukan Banjarmasin sebagai target selanjutnya. Untuk mencari kekuatan baru agar tidak di kuasai oleh Kesultanan Mataram, Kesultanan Banjarmsin menjalin hubungan dengan Belanda. Namun, karena kuatnya Kesultanan Mataram, pada tahun 1637 Kesultanan Banjarmasin memilih berdamai dengan Mataram dan menyatakan diri sebagai daerah taklukan Mataram. 10 Pengakuan Banjarmasin sebagai daerah taklukan Mataram ditandai dengan pengiriman utusan Banjarmasin yang membawa upeti untuk Mataram pada tahun 1641. 11 Pada akhir tahun 1650-an, Banjarmasin dan Sukadana menghentikan pemberian upeti kepada Mataram. Pada tahun 1661 Sukadana menyatakan diri sebagai daerah taklukan Banjarmasin dan berjuang bersama Banjarmasin untuk melawan Mataram. 12 Kebijakan yang dijalankan oleh Sultan Mataram Amangkurat I m. 1646-1677, telah memberikan banyak keuntungan untuk Kesultanan Banjarmasin. Sentralisasi administrasi yang dilakukan oleh Sultan Amangkurat I, dengan cara menghancurkan pusat-pusat perdagangan di pesisir wilayah Jawa Timur agar hanya beralih kepada Mataram, telah mengakibatkan migrasi yang besar ke wilayah Banjarmasin. Banjarmasin menjadi penampung baik pedagang dari kota-kota pesisir Jawa termasuk aktifitas perdagangan mereka. 13 Gelombang baru dari pengungsi yang datang ke Banjarmasin semakin 10 H.J. de Graaf, Puncak Kekuasaan Mataram: Politik Ekspansi Saultan Agung, Jakarta: Pustaka Uatama Grafiti, 1990, h. 288-289. 11 Utusan Banjarmasin yang dikirim ke Mataram untuk penyerahan upeti membawa merica, rotan, barang-barang anyaman, dan lilin. Kemudian sebagai imbalannya Sultan Mataram mengirim beras, gula, asam, garam, bawang merah dan sebagainya. Ibid., 290. 12 H.J. de Graaf, Disintegrasi Mataram di bawah Mangkurat I Jakarta: Pustaka Grafiti, h.78. 13 A.A. Cense, De Kroniek van Bandjarmasin Santpoort, 1928, h. 117. bertambah sejak pecah perang Makassar, di antaranya banyak pedagang Melayu yang datang. Faktor yang sebelumnya, adalah kedatangan para pedagang Cina ke Banjarmasin untuk pembelian lada. Patani dan Banten merupakan penyuplai terbesar permintaan lada Cina. Namun di awal dekade abad ketujuhbelas, Cina mendapat rintangan pada bandar dagang Banten dan Patani. Di Patani, suplai lada dihentikan ketika perkebunan lada dirusak oleh Kesultanan Aceh karena persaingan dengan bangsa Belanda untuk memperoleh monopoli lada di Patani, yang akhirnya pada tahun 1615, Belanda beralih ke Jambi. Dan berhasil menguasai Jambi, dan penyuplai lainnya seperti Palembang, Pidie juga telah berhasil dikuasai Belanda. 14 Di Banten, pemboikotan terhadap lada yang dilakukan oleh Belanda benar-benar mempengaruhi penyuplaian lada: pada 1620-1628, pemboikotan Belanda terhadap lada Banten mengakibatkan beralihnya pengolahan lada ke pertanian. Pada sekitar tahun 1610, kebijakan perdagangan bebas yang dijalankan oleh Sultan Ranamanggala m. ? – 1624 15 tidak disenangi oleh Belanda, yang ingin menerapkan sistem monopoli perdagangan lada di Banten. Setelah, Belanda berhasil memperkuat kedudukannya di Batavia pada tahun 1618, Belanda mulai menerapkan kebijakan pengepungan pelabuhan Banten dan memblokade setiap kapal yang akan menuju Banten agar beralih ke Batavia. 16 14 Schrieke, Indonesian Sociological Studies, vol I, h. 54-55. 15 Tidak diketahui berapa lama Ranamanggala memerintah. Ranamanggala sebelum menjadi sultan menjabat sebagai Mangkubumi, yang pada akhirnya diangkat menjadi wali sultan, karena yang seharusnya menjadi sultan adalah Abdul Mufakhir Mahmud Abdul Kadir 1624-1651 yang masih belum cukup umur. Lih, Heriyanti Ongkodharma Untoro, Kapitalisme Pribumi Awal Kesultanan Banten 1522-1604 Depok: Komunitas Bambu, 2007. h. 36-37. 16 Claude Guillot, Banten: Sejarah dan Peradaban Abad X-XVII,Penerjemah: Hendra setiawan dkk Jakarta: KPG, 2008, h. 249. Akibat pemblokadean Belanda terhadap Banten, Sultan Ranamanggala pada akhirnya mengambil keputusan untuk mengubah pertanian negerinya dengan menanam padi dan ubi. Karena, menurutnya selama masih ada lada, Belanda akan terus melancarkan pemblokadean terhadap Banten. Dampak dari kebijakan ini telah mengakibatkan para pedagang yang ingin ke Banten untuk mendapatkan lada akhirnya beralih ke tempat lain. 17 Peristiwa tersebut di atas mendorong produksi lada di Banjarmasin, meningkatnya produksi lada di Banjarmasin telah mendorong para pedagangan tidak hanya Cina tetapi juga Belanda, Inggris, Portugis, Denmark, Jawa dan Makassar jumlahnya mulai meningkat berdatangan ke Banjarmasin. Kombinasi yang secara kebetulan bagaimanapun kemudian meningkatkan Banjarmasin ke posisi pusat perdagangan terpenting di Nusantara pada pertengahan abad ketujuhbelas. 18

B. Peran Kesultanan Banjarmasin Dalam Lintas Perdagangan Nusantara Abad XVIII