1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kesultanan Banjarmasin pada abad XVIII telah menjadi sebuah kesultanan yang dipengaruhi oleh perdagangan. Kesultanan Banjarmasin menjadi sebuah
pusat perdagangan karena letak geografisnya memang berada di pesisir pantai pulau Kalimantan, sehingga kehidupan dan mata pencaharian penduduknya secara
normal menitikberatkan pada perdagangan. Perdagangan merupakan salah satu ciri penting kota maritim.
2
Kesultanan Banjarmasin atau terkadang disebut “Kesultanan Banjar” yang merujuk pada nama suku Banjar,
3
letaknya sangatlah menguntungkan untuk aktifitas perdagangan, karena letaknya yang strategis di tepi laut Jawa dan selat
Makassar yang menjadi jalur perdagangan di Nusantara. Maka, pelabuhan Tatas yang terletak di muara sungai Barito, tumbuh menjadi pelabuhan yang ramai
disinggahi oleh kapal dagang yang melewati jalur tersebut.
4
Kesultanan Banjarmasin memiliki sumber daya alam yang cukup besar, berupa hasil pertanian, tambang dan hutan. Di antaranya, lada, emas, intan, rotan,
kayu besi dan damar,
5
yang dihasilkan di wilayah pedalaman Banjarmasin.
2
Uka Tjandrasasmita, Pertumbuhan dan Perkembangan Kota-Kota Muslim di Indonesia Kudus: Menara Kudus, 2000, h. 46.
3
Suku Banjar adalah suku pendatang yang berasal dari pulau Sumatera atau sekitarnya, tidak diketahui kapan awal mereka tiba di Banjarmasin. nenek moyang orang Banjar inilah yang
membentuk pusat-pusat kekuasaan di Kalimantan Selatan. Lih. Alfani Daud, Islam dan Masyarakat Banjar
Jakarta: Rajagrafindo, 1997, h. 3.
4
M. Idwar Saleh, Bandjarmasin Bandung: K.P.P.K. Balai Pendidikan Guru, 1970, h. 5.
5
Han Knapen, Forest of Fortune? The environmental history of Southeast Borneo,
1600-1880 Leiden: KITLV Press, 2001, h. 67.
Sumber daya alam tersebut yang kemudian diperjual-belikan di pasar-pasar pusat perdagangan, baik di Banjarmasin sendiri dan ke wilayah lain di Nusantara.
Munculnya Kesultanan Banjarmasin sebagai salah satu pusat perdagangan pada abad XVII disebabkan dua faktor eksternal penting. Pertama, ekspansi
Kesultanan Mataram ke pantai utara Jawa.
6
Akibat ekspansi Kesultanan Mataram ini perdagangan di pantai utara Jawa praktis mati, karena kota-kota perdagangan
dihancurkan oleh Kesultanan Mataram. Inilah yang menyebabkan migrasi para pedagang secara besar-besaran ke daerah yang lebih aman, termasuk ke
Banjarmasin.
7
Kedua , adanya monopoli VOC atas beberapa pusat perdagangan di
Nusantara. Pada abad XVIII Vereenigde Oost-Indische Compagnie VOC melakukan monopoli di wilayah Aceh, Palembang, Jambi, Banten dan Makassar
1669.
8
Kesulitan para pedagang Cina untuk mendapatkan rempah-rempah berupa lada di bagian barat Nusantara, menyebabkan mereka mencari pusat
perdagangan lada di tempat lain yang belum tersentuh oleh VOC, yaitu Banjarmasin.
Situasi di atas pada akhirnya dimanfaatkan oleh Kesultanan Banjarmasin yang dipimpin oleh Sultan Inayatullah memerintah. 1637-1642 untuk
mengadakan hubungan perdagangan bebas dengan pedagang-pedagang Cina, Bugis, Jawa, Belanda dan Inggris.
9
Pelabuhan Tatas berkembang menjadi
6
H.J. de Graaf, Puncak Kekuasaan Mataram: Politik Ekspansi Sultan Agung Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1990, h. 288-289.
7
D.H. Burger, Sedjarah Ekonomi Sosiologis Indonesia Jakarta: Pradnya Paramita, 1983, h. 64.
8
J.C. van Leur, Indonesian Trade and Society Essays in Asian Social and Economic History
The HagueBandung: W. van Hoeve, 1960, h. 5.
9
Bernard H.M. Vlekke, Nusantara Jakarta: KPG 2008, h. 225. Lihat juga, J.C. Noorlander, Bandjarmasin en de Compagnie in de Tweede Helft der 18
de
Eeuw, Leiden:
Dubbeldeman, 1935, h. 5.
pelabuhan pembongkar dan pemuat barang dagang dari dan ke Banjarmasin. Para pedagang dari luar membawa porselin, beras, garam, teh dan budak. Sebaliknya
Banjarmasin menyediakan hasil hutan, emas, intan dan lada.
10
Pada abad XVIII, Sultan Hamidullah m. 1700-1734 berupaya untuk mengembangkan perdagangan di Banjarmasin, direalisasikan antara lain dengan
mencari daerah dan tenaga kerja baru. Ini dilakukan antara lain dengan melakukan ekspedisi militer ke daerah pedalaman, seperti ke Tanah Dusun pada tahun 1740.
Dengan melaksanakan ekspedisi militer sultan memaksa penduduk di pedalaman untuk menyerahkan tanah dan menanam komoditi perdagangan.
Guna mengembangkan perdagangan Kesultanan Banjarmasin menjalin hubungan perdagangan yang erat dengan para pedagang Eropa, di antaranya
Inggris dan Belanda. Inggris dengan Bandar dagangnya East India Company EIC pada tahun 1702 diizinkan oleh Sultan Hamidullah untuk mendirikan kantor
dagangnya di Banjarmasin. Namun, tidak berlangsung lama. Pada tahun 1707 kantor dagang Inggris di Banjarmasin dihancurkan oleh rakyat Banjarmasin di
bawah perintah Sultan Hamidullah akibat sikap orang Inggris yang mencoba menguasai perdagangan di Banjarmasin.
11
Bangsa Belanda sudah cukup lama menjalin hubungan dagang dengan Kesultanan Banjarmasin. Namun upaya Belanda untuk membangun perusahan
dagang di Banjarmasin berkali-kali mengalami kegagalan. Tantangan yang hebat setidaknya pernah terjadi peristiwa pembunuhan orang Belanda di Banjarmasin
pada tahun 1607 dan 1638. Selain berusaha mendirikan perusahaan dagang, Belanda telah melakukan perjanjian kontrak beberapa kali dengan Kesultanan
10
A.A. Cense, De Kroniek van Banjarmasin Santpoort: C.A. Mees, 1928, h. 93-94.
11
P. Suntharalingan, The British in Banjarmasin: an Abortive Attempt at Settlement, K. G. Treganning, ed., JSAH, vol. IV Singapore: 1964, h. 70.
Banjarmasin pada tahun 1635, 1660, 1664, dan 1733. Semua perjanjian bertujuan menjamin tersedianya rempah-rempah untuk VOC dengan imbalan Belanda akan
memberikan perlindungan terhadap sultan jika mendapat serangan dari luar.
12
Namun, semua perjanjian kontrak itu selalu mengalami kegagalan. Hal di atas telah membuktikan kuatnya kedudukan sultan dalam mempertahankan
kekuasaanya dari pengaruh asing. Inilah yang membuat Banjarmasin tetap ramai dikunjungi oleh para pedagang dari berbagai negeri hingga pertengahan abad
XVIII. Kemunduran perdagangan di Banjarmasin terjadi pada akhir abad XVIII
yang disebabkan oleh perpecahan politik antar penguasa di istana. Gejala kemunduran perdagangan terlihat ketika Sultan Natadilingga 1761-1801 harus
menghadapi kemenakannya sendiri Pangeran Amir. Pangeran Amir ingin mengambil haknya sebagai sultan yang di warisi oleh ayahnya Sultan Muhammad
m. 1759-1761. Pangeran Amir melakukan penyerangan terhadap Sultan Natadilingga pada tahun 1784 sampai 1786. Namun, penyerangan ini dapat
dihentikan oleh Sultan Natadilingga dengan bantuan dari VOC. Karena khawatir akan kekuasaannya, Sultan Natadilingga akhirnya
mengadakan perjanjian dengan VOC pada tahun 1787. Dalam perjanjian tersebut sultan Natadilingga mengakui kedaulatan VOC atas Kesultanan Banjarmasin,
dengan jaminan VOC memberikan pengakuan hak atas tahta kerajaan turun temurun kepada keturunan sultan Natadilingga.
13
12
Sartono Kartodirjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900 Dari Emporium Sampai Imperium,
Jilid 1, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1986, h. 255.
13
Surat-surat Perjanjian antara Kesultanan Banjarmasin dengan Pemerintahan VOC, Bataafse Republik, Inggeris dan Hindia Belanda 1635-1860
Jakarta: ANRI, 1956, h. 89.
Dari uraian di atas dapat dikemukakan bahwa berkembangnya Banjarmasin menjadi salah satu bandar niaga terpenting abad XVIII tidak dapat
dipisahkan dari beberapa faktor. Pertama, faktor eksternal berupa pertumbuhan bandar-bandar lain di Nusantara khususnya Asia Tenggara, dan Asia Timur pada
umumnya. Kedua, adanya kemampuan untuk mengembangkan perdagangan didorong oleh kondisi fisik berupa letak geografis dan sumber daya alam yang
dimiliki oleh Kesultanan Banjarmasin. Dengan memanfaatkan sumber daya alam yang melimpah perdagangan telah menjembatani majunya perekonomian. Ketiga,
adanya peran Kesultanan Banjarmasin dalam mengembangkan perdagangan. keempat,
adanya hubungan perdagangan dengan bangsa lain baik antar perorangan maupun antar kelompok yang telah turut serta dalam pelaksanaan
perdagangan. Karena hal di atas maka studi ini diberi judul, Kesultanan
Banjarmasin dalam Lintas Perdagangan Nusantara Abad ke-XVIII .
B. Batasan dan Perumusan Masalah