Struktur Pemerintahan KESULTANAN BANJARMASIN

C. Struktur Pemerintahan

Dalam struktur pemerintahan, Sultan dibantu oleh mangkubumi, yang bertindak sebagai kepala pelaksana pemerintahan. Jabatan ini biasanya dipegang oleh seorang bangsawan keluarga dekat raja seperti putra mahkota atau saudara Sultan. Di bawah jabatan mangkubumi terdapat jabatan mantri panganan, mantri pangiwa, mantri bumi dan sejumlah 40 orang mantri sikap. Tiap-tiap mantri sikap mempunyai petugas bawahan sebanyak 100 orang. mantri panganan dan mantri pangiwa mempunyai tugas mengurus bidang militer, sedang mantri bumi dan mantri sikap bertugas untuk mengurus perbendaharaan istana dan pemasukan pajak sebagai penghasilan kesultanan. Pada tahun 1759, jabatan mantri sikap dijabat oleh saudara tiri Sultan yang bernama Gusti Wiranggala, mantri panganan dan mantri pangiwa dipegang oleh dua orang keponakan Sultan yaitu Pangeran Jiwakusuma dan Pangeran Jiwanegara. Jabatan tertinggi di bawah raja adalah mangkubumi , dan selain itu jabatan di bawah mangkubumi ada lagi yaitu, pangapit mangkubumi yang terdiri dari penghulu sebagai pemuka agama. 22 Di samping pejabat-pejabat tersebut di atas, raja masih mempunyai beberapa pejabat khusus untuk mengurus rumah tangga istana. Untuk keamanan istana diserahkan kepada sarawisa mereka mempunyai anggota sekitar 50 orang yang dikepalai oleh seorang sarabraja. Petugas yang melakukan pekerjaan membersihkan kompleks istana diserahkan kepada para mandung yang anggotanya juga sekitar 50 orang dan dipimpin oleh seorang pejabat bernama Raksyayuda. Kelompok pengawal raja dan pengawal istana disebut managasari yang terdiri dari 40 orang dan dikepalai seorang bernama Sarayuda. Petugas 22 Ibid. khusus yang mengerjakan pemeliharaan dan membersihkan senjata disebut saragani . Semua jenis senjata mulai dari meriam, bedil, tombak, keris, parang, panah, perisai dan sebagainya diurus, dipelihara dan dibersihkan oleh kelompok saragani ini. Kepala kelompok bernama saradipa atau kadang-kadang disebut wangsanala . Untuk pelaksanaan upacara kerajaan maka petugas yang dipercayakan mengerjakan pekerjaan tersebut adalah kelompok mangumbara. 23 Dalam hal kedudukan Sultan dan sistem penggantiannya. Sultan memegang kedudukan pusat, namun dalam pelaksanaan pemerintahannya ia dibatasi oleh sebuah Dewan Mahkota yang beranggotakan sementara bangsawan keluarga terdekat Sultan dan pejabat birokrasi tingkat atas seperti mangkubumi, para mantri dan kyai. Dewan Mahkota ini berfungsi sebagai penasehat Sultan dalam memecahkan persoalan-persoalan penting seperti soal pemerintahan, penggantian takhta, pengumuman perang dan damai, hubungan dengan kekuasaan luar dan sebagainya. Pengaruh Dewan Mahkota terhadap sikap dan tindakan Sultan sangat besar. 24 Sultan berhak untuk mengangkat, memindahkan ataupun memecat pejabat-pejabat pemerintahan, namun untuk pejabat pemerintahan tingkat atas, Sultan meminta nasehat pada Dewan Mahkota. Pengangkatan didasarkan atas jasa atau kecakapan seseorang. Pengangkatan seseorang pada jabatan birokrasi yang penting biasanya disertai dengan pemberian gelar. Pemecatan dilakukan terhadap pejabat-pejabat yang melalaikan tugas atau menunjukan sikap menentang terhadap Sultan. 23 Ibid., h. 51-52. 24 It a Syamsit ah, Kerajaan Banjarmasin di ambang kerunt uhannya 1825-1859, Skripsi Fakult as Ilmu Budaya: Universit as Indonesia, 1984, h. 9. Menurut adat kebiasaan dalam Kesultanan Banjarmasin, pengganti Raja adalah putra mahkota yang diangkat dari putera tertua Sultan dengan permaisuri dari golongan bangsawan. Dengan demikian putra dari isteri bukan golongan tersebut tidak berhak naik sebagai Sultan. Keruwetan timbul dalam istana, apabila di antara bangsawan keluarga raja ada yang mempunyai pendirian yang berbeda mengenai penunjukan pengganti Sultan. Timbulnya kericuhan dalam istana mengenai pengganti Sultan kerap kali terjadi dalam sejarah Kesultanan Banjarmasin. Penunjukan putra mahkota oleh raja belum tentu diterima oleh seluruh bangsawan. 25 Dalam upacara kerajaan ada beberapa petugas yang memegang alat-alat keperluan raja seperti payung, tombak, tikar, tempat sirih dan para pembawa alat- alat ini disebut payong bawat, pamarakan atau pangadapan dan kelompok ini dikepalai oleh rasajiwa. Kelompok pamarakan yang berjumlah 50 orang ini harus selalu dekat dengan Sultan karena mereka umumnya bertugas melaksanakan perintah Sultan. Yang bertugas mengurus bidang seni dan tari ialah pergamelan dan kelompok seniman ini dikepalai oleh seorang astrapana. Jika Sultan hendak berburu ia dikawal oleh para tuhaburu yang dipimpin oleh seorang puspawana. Para petugas yang mengawasi dan sekaligus menjaga keamanan Sultan ialah pariwala atau singabana. Urusan bea cukai di pelabuhan dikepalai oleh seorang bernama anggarmata yang membawahi para petugas yang disebut jurubandar. Di bidang perdagangan umum kerajaan dibantu oleh seorang pejabat bernama Wiramartas. Para pejabat di luar istana yang dapat disebut sebagai pejabat daerah ialah lalawang yang mengepalai daerah setingkat kawedanan yang membawahi 25 Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia IV, Jakarta: Balai Pustaka 1993, h. 54. kesatuan daerah yang lebih kecil setingkat kecamatan yang dikepalai oleh lurahmantri. Tiap-tiap lurah membawahi beberapa desa, sedangkan desa dikepalai oleh seorang pembekal. Desa-desa masih mempunyai daerah yang lebih kecil lagi disebut kampung yang dikepalai oleh tetuha kampung. 26 Untuk melakukan pemeriksaan urusan pemerintahan Sultan memerlukan laporan pelaksanaan pekerjaan. Untuk itu Sultan melakukan peraturan mengadakan seba atau sidang setiap hari sabtu bertempat di sitilohor. Disini Sultan sekaligus mengkontrol terhadap semua pejabat pemerintahan. Karena semua pejabat penting diwajibkan hadir pada acara seba ini. 27 Dalam adat kebiasaan kerajaan-kerajaan di Indonesia seba juga dimaksudkan sebagai kontrol terhadap daerah yang dikuasainya. Jika wakil suatu daerah yang berada di bawah naungan kerajaan tidak hadir dalam acara seba maka dapat menimbulkan kecurigaan sang raja apalagi kalau tidak ada pemberitahuan maka dapat dianggap sebagai pembangkang. Pada umumnya susunan jabatan dalam pemerintahan Kesultanan Banjarmasin tidak banyak berubah hingga akhir abad XIX. hanya terjadi beberapa perubahan misalnya pada masa pemerintahan Sultan Adam 1825-1857, yaitu adanya jabatan mufti atau kyai yang berfungsi sebagai hakim tertinggi, yang mengepalai hakim tingkat bawah yaitu penghulu. Tingkatan sesudah penghulu adalah: kaliba, kemudian lebai, khatib, dan bilal. 28 Penghulu merangkap hakim dan bertugas memutuskan hukuman. Selain itu, ia juga merupakan pemuka agama, serta menjadi kepala masjid besar di kota kerajaan. 26 Ibid. 27 Ras, Hikayat Banjar: a Study in Malay Historiography, h. 376. 28 A van der Ven, Aanteekeningen omtrent het Rijk Bandjarmasin TBG, IX, 1860, h. 115.

D. Struktur Masyarakat