Jenis Barang Ekspor dan Impor

Kesultanan Banjarmasin akan terjadi suatu aktifitas perdagangan yang meliputi pertukaran barang eksport dan Import, penggunaan alat tukar barang dan terkait juga dengan pelaksanaan perdagangan.

1. Jenis Barang Ekspor dan Impor

Sejalan dengan penyebaran barang perdagangan yang diduga dibuat di dalam maupun di luar kesultanan, maka didapatkan sistem ekspor dan impor. Sistem ekspor dimaksudkan adalah penjualan barang-barang keluar wilayah dari Kesultanan Banjarmasin. Baik berupa hasil pertanian dan non-pertanian. Sedangkan sistem impor adalah penjualan barang-barang yang didatangkan dari luar wilayah kekuasaan Kesultanan Banjarmasin, baik berupa bahan makanan seperti beras, benda seni seperti keramik yang didatangkan dari Cina, dan peralatan sehari-hari. Mengacu pada sumber-sumber yang ada saat ini. Sulit sekali untuk mendapatkan rincian tertulis mengenai komoditi ekspor dan impor di Banjarmasin. telah diketahui bahwa pada umumnya barang yang diekspor oleh Kesultanan Banjarmasin antara lain, lada, damar, lilin, sarang burung, kayu ulin, rotan, emas dan intan. Kesulitan data ini mengakibatkan pengambaran komoditi ekspor dan impor ini hanya di pilih beberapa saja. Dari sumber yang ada, barang ekspor antara lain lada, intan, rotan dan tembikar. Barang impor yaitu beras. Lada. Kebutuhan akan lada ini agaknya seiring dengan berbagai manfaat yang terkandung di dalam biji lada. Khasiat biji lada ini sangat banyak, antaranya untuk pengobatan, penyedap makanan dan sebagai sumber minyak lada. Karena hal inilah banyak pedagang asing ataupun Nusantara bersaing dalam pencarian wilayah penghasil lada. Setelah Portugis berhasil mendapatkan monopoli lada di pantai barat India di Abad ke XV, karena kondisi inilah banyak pedagang Arab dan India mencari lada ke berbagai pulau di Nusantara. Akibatnya budidaya lada berkembang pesat, di Sumatera, Pidie, Pariaman, Silebar, Indrapura, Jambi, Indragiri, Kampar, Palembang dan Lampung. Di pulau Jawa Banten dan sekitarnya, dan lebih belakangan di Kalimantan yaitu Banjarmasin. 23 Di abad XVIII Kesultanan Banjarmasin makin meningkatkan penanaman ladanya di wilayah pedalaman. Ekspansi yang di lakukan Kesultanan Banjarmasin ke wilayah pedalaman, telah menambah daerah penghasil lada. Wilayah penanam lada yang telah ada lebih awal seperti Martapura, khususnya diwilayah sekitar Riam Kiwa dan Riam Kanan. Dari sini, penanaman meluas hingga ke wilayah Hulu Sungai dan Tanah Laut. Wilayah lain yang tidak kalah penting sebagai penghasil lada adalah Amandit, Pemangkih, Tapin, dan Kelua. Sekitar pertengahan abad XVIII, wilayah sekitar Hulu Sungai telah menjadi daerah terpenting penghasil lada hingga membanjiri wilayah kota Negara dan Amuntai yang menjadi pusat transit barang perdagangan dari pedalaman. 24 Besaran hasil lada ini dapat diketahui dengan melihat berapa banyak hasil lada yang telah di ekspor oleh Kesultanan Banjarmasin kepada pedagang Belanda dan CIna. Dari data yang ada pada tahun 1747-1761 Belanda telah membawa lada dari Banjarmasin sebanyak 83.276 pikul 20.819 ton dan Cina sekitar 32.213 pikul 8.053,25 ton, 25 perbedaan lada yang dibawa antara VOC dan Cina pada tahun ini dikarenakan Kesultanan Banjarmasin telah melakukan perjanjian dengan 23 J.C. van Leur, Indonesian Trade and Society The HagueBandung: Van Hoeve, 1955, h. 101-102. 24 Knapen, Forest of Fortune? The environmental history of Southeast Borneo, 1600- 1880, h. 260. 25 J.C. Noorlander, Bandjarmasin en de Compagnie in de Tweede Helft der 18 de Eeuw, Leiden: Dubbeldeman, 1935, h. 192. VOC, yang telah menjadikan Cina hanya boleh mengangkut lada hanya dengan satu jung saja dan pedagang Cina juga dibatasi hanya boleh datang ke Banjarmasin 1-2 kali per-tahun. 26 Dalam transaksi pembelian lada, para penanam lada tidak dapat menentukan harga, yang menentukan harga adalah sultan. sultan biasanya membeli lada dari pedalaman sekitar 2 real Spanyol untuk setiap pikul 125 kg, Sultan biasanya menjual lada kepada VOC sekitar 6 real Spanyol, untuk setiap pikul. Lada akan semakin meningkat harganya apabila sultan menjualnya kepada para pedagang Cina yang membayar 8 real Spanyol untuk setiap pikulnya. 27 Ini berarti sultan mendapatkan keuntungan sekitar 4 sampai 6 real Spanyol untuk setiap pikul lada, atau sekitar 100-200 dari harga beli. Besarnya keuntungan yang didapat dari perdagangan lada telah menjadikan raja dan para bangsawan cepat kaya, lada sangat laku dan banyak membawa keuntungan. Kekayaan ini tercermin dari gaya hidupnya. Misalnya, menurut berita Cina sultan Banjarmasin memiliki ratusan dayang-dayang yang berpakaian indah-indah. Kalau raja berpergian, maka ia naik gajah dan diiringi oleh pengiring yang membawa pakaian, sepatu, pusaka kerajaan dan tempat- tempat sirih. 28 berita lain menyebutkan, karena perdagangan lada inilah sultan sering mengadakan pesta besar, membiayai kehidupan istana dan keluarganya setiap hari, membiayai pengawal dan membangun istana yang indah. Kemewahan 26 Surat-surat Perjanjian antara Kesultanan Banjarmasin dengan Pemerintahan VOC, Bataafse Republik, Inggeris dan Hindia Belanda 1635-1860 Jakarta: ANRI, 1965, h. 36 dan 41. 27 Tidak diketahui dengan jelas mengapa sultan memberi harga berbeda, namun data ini diambil dari Surat-surat antara kesultanan Banjarmasin dengan Belanda, yang di dalamnya menyatakan harga yang dijual untuk VOC adalah 6 real Spanyol dan Cina 8 real Spanyol untuk setiap pikul lada. Lih. Ibid. 28 Groeneveldt. Nusantara dalam Catatan Tionghoa, h. 149. ini telah disaksikan oleh utusan VOC, Andreas Pravinci yang datang ke Kesultanan Banjarmasin pada tahun 1756. 29 Intan. Beralih dari hasil pertanian, barang ekspor yang paling dikenal dari Banjarmasin adalah hasil pertambangan intannya. Intan merupakan bahan tambang yang telah dikenal sejak dahulu. Tidak diketahui kapan awal penambangan intan ini dilakukan. Intan adalah barang tambang yang dimanfaatkan untuk pembuatan perhiasan seperti cincin, kalung ataupun gelang. Penambangan intan ini telah banyak dilakukan di wilayah Martapura. 30 Pada periode perdagangan abad XVIII intan hanya disuplai oleh para pedagang besar saja seperti Cina dan Eropa. Belanda misalnya, pernah membawa intan dari Banjarmasin ke Amsterdam untuk diolah menjadi perhiasan. Namun, semenjak ditemukannya sumber intan di Afrika Selatan, eskpor intan dari tempat ini lambat laun terhenti. 31 Selain Belanda, para pedagang Cina juga telah menyuplai intan Banjarmasin ke Cina, diperkirakan 10.000 intan pernah dikirim ke Cina. 32 Rotan . Hasil ekspor lain yang juga cukup menarik bagi pedagang asing adalah produk hutan dari Banjarmasin. Kawasan Kalimantan Selatan adalah wilayah yang kaya akan hasil hutannya, karena luasnya areal hutan di wilayah ini. Wilayah yang paling banyak menghasilkan hasil hutan berupa rotan diketahui ialah Riam Kiwa dan Riam Kanan, selain itu juga tanah laut dan Pulau laut, wilayah inilah yang dikenal sebagai penghasil rotan dengan kualitas terbaik. 33 29 Sulandjari, Politik dan Perdagangan Lada di Kesultanan Banjarmasin 1774-1787 Tesis Fakultas Pascasarjana UI, Depok: Universitas Indonesia, 1991, h. 67. 30 Carl Bock, The Head-hunters of Borneo London: Sampson and Low, 1882, h. 170. 31 Knapen, Forest of Fortune? The environmental history of Southeast Borneo. h. 261. 32 Ibid . 33 Ibid. Pada abad XVIII, para pedagang Cina dan Eropa mulai tertarik terhadap produksi hutan ini. 34 Meskipun perdagangan rotan ini muncul tidak terlalu signifikan, dikarenakan tertutup oleh perdagangan lada saat itu. Namun rotan juga tercatat sebagai komoditi eskpor dari Kesultanan Banjarmasin. Tercatat dari tahun 1724-1777 Banjarmasin telah mengeskpor rotan ke Makassar sebanyak 581 ikat, 35 kemudian di tahun 1788 dan 1789, rotan yang dihasilkan Banjarmasin sebanyak 200.000 ikat, ini dikirim untuk memenuhi kebutuhan pasar di wilayah lain Nusantara, Cina dan VOC. Tembikar. merupakan salah satu barang ekspor Kesultanan Banjarmasin lainnya. Kendati barang ekspor ini bukanlah sebuah barang produksi yang dihasilkan oleh Banjarmasin melainkan didatangkan dari Cina. Barang tembikar ini merupakan salah satu barang yang banyak diminati oleh para pedagang yang berasal dari Makassar. Pada tahun 1720-an Banjarmasin penting sekali bagi Makassar. Perngiriman barang tembikar dari tanah, khususnya mangkuk, piring dan pot, dikirim ke Makassar sekitar 33.000 buah per-tahun. 36 Beras. Barang impor terpenting yang didatangkan dari luar contohnya adalah beras. Beras merupakan salah satu hasil pertanian terpenting. Untuk masyarakat Indonesia beras merupakan bahan makanan pokok yang dikonsumsi sehari-hari. Telah disinggung pada pembahasan sebelumnya, beras merupakan salah-satu komoditi perdagangan yang didatangkan dari luar Banjarmasin, pembelian beras dari luar ini diperuntukan untuk memenuhi kebutuhan penduduk di Kesultanan Banjarmasin. 34 Groeneveldt. Nusantara dalam Catatan Tionghoa., h. 150. 35 Gerrit Knaap dan Heather Sutherland, Monsoon Traders: Ships, Skippers and Commodities in Eighteenth-Century Makassar Leiden: KITLV, 2004, h. 241. 36 Gerrit J. Knaap, Shallow Waters, Rising Tide; Shipping and Trade in Java around 1775 Leiden: KITLV, 1996, h. 122-124. Di Banjarmasin penanaman beras diusahakan oleh penduduk di daerah- daerah rendah aluvial sepanjang sungai Bahan dan cabangnya, disamping itu Amuntai juga telah menjadi daerah penghasil beras yang setiap panen menghasilkan beras sebanyak kurang lebih 119.712 kg. 37 Namun penanaman beras ini hanya mencukupi kebutuhan akan bahan makanan daerah pedalama sekitar Banjarmasin saja, sedangkan untuk memenuhi kebutuhan makanan di wilayah pantai atau wilayah sekitar pelabuhan yang telah banyak ditempati oleh para pedagang mengakibatkan Kesultanan Banjarmasin harus mengimpornya dari wilayah lain. Pada abad XVII, Kesultanan Banjarmasin lebih banyak memasok beras dari Jawa, khususnya dari Mataram. Pasokan beras ini dibeli dari beberapa wilayah seprti Jepara, Tuban, Pajang, dan Mataram. Di abad XVII, Jepara telah menjadi sebuah gudang beras karena dari tempat inilah beras telah diekspor ke berbagai daerah di Nusantara termasuk Banjarmasin. 38 Pada abad XVIII, semakin bertambahnya para pedagang dari luar, mengakibatkan Kesultanan Banjarmasin tidak hanya memasoknya dari Jawa, namun juga dari Makassar. Sekitar tahun 1724-1726 Makassar telah mengimpor beras ke Banjarmasin sekitar kurang lebih 312 pikul dan di tahun 1774-1777, jumlahnya menurun hanya sekitar 213 pikul. 39 Selain beras impor dari Makassar antara lain, garam, agar-agar, pakaian Bugis dan Pakaian Selayar. 37 Sulandjari, Politik dan Perdagangan Lada di Kesultanan Banjarmasin 1747-1787, h. 28. 38 J.C. van Leur, Indonesian Trade and Society Essays in Asian Social and Economic History The HagueBandung: W. van Hoeve, 1960, h. 207-209. 39 Gerrit Knaap dan Heather Sutherland, Monsoon Traders: Ships, Skippers and Commodities in Eighteenth-Century Makassar , h. 241. Selain beras Banjarmasin juga mengimpor porselin, garam, teh dan budak. Barang-barang ini didatangkan terutama oleh para pedagang dari Cina, Jawa dan Makassar. Tidak didapatkannya banyak data mengenai komoditi impor di Kesultanan Banjarmasin namun komoditi tersebut sangat bernilai penting untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat yang tinggal di Kesultanan Banjarmasin. Semua barang ekspor dan impor tersebut sangatlah berpengaruh bagi kehidupan Kesultanan Banjatmasin dan masyarakatnya. Karena misalnya, ekspor lada yang telah mendatangkan kemakmuran bagi Kesultanan Banjarmasin, dan impor beras yang amat penting peranannya untuk memenuhi kebutuhan makanan pokok masyarakat Banjarmasin. Kesemuanya itu merupakan barang-barang yang diperdagangkan di Banjarmasin.

2. Alat Tukar Perdagangan