Kebiasaan Membaca Deskripsi Teoretis

membaca harus menggerakan kepala dari kiri ke kanan, padahal idealnya yang bergerak ketika membaca itu bukan kepala, melainkan bola mata kita. Untuk membantuk kebiasaan membaca yang efisien, dibutuhkan waktu yang relatif lama. Kecuali jika diiringi kemauan dan keinginan yang kuat. Namun begitu, waktu, keinginan, kemauan saja tidak cukup, diperlukan satu amunisi lain untuk mengubah kebiasaan membaca pola lama ke pola yang lebih efektif, yaitu motivasi. Motivasi harus menjadi ujung tombak dalam menggenjot kemauan dan keinginan, sehingga hasil yang optimal bisa segera direalisasikan. Tidak sampai di situ saja, faktor lain yang tak kalah penting ialah lingkungan. Lingkungan ditengarai menjadi faktor paling dominan dalam pembentukan kebiasaan anak. Jika anak berada di lingkungan yang tidak stabil, atau terkontaminasi oleh budaya luar yang tidak baik, maka anak akan dengan mudah mengikutinya. Bila keadaannya demikian, jangankan anak untuk gemar membaca, agar anak patuh pada orang tua pun akan sulit untuk diwujudkan. Namun, bila lingkungannya kondusif, mendorong anak untuk senantiasa membaca, maka dengan perlahan tapi pasti anak akan mengikuti kebiasaan yang ada di sekitarnya. Oleh karena itu, berbagai usaha pembentukan kebiasaan membaca pada anak hendaknya dimulai sejak ia masih masa kanak-kanak. Pada masa ini, usaha pembentukan kebiasaan membaca bukan dalam arti mengajarkan, akan tetapi lebih pada aspek peletakan fondasi minat yang baik dalam bentuk pengenalan-pengenalan huruf lewat apa yang ada di sekelilingnya dimulai sejak usia dua tahun. Pada usia ini, anak mulai dapat mempergunakan bahasa lisan, yaitu memahami yang dikatakan dan berbicara. Masa-masa awal inilah, masa emas untuk membentuk kebiasaan anak. Usaha-usaha untuk mengarahkan anak agar gemar membaca tentu harus menjadi perhatian serius, tidak hanya pemerintah tapi juga swasta. Kita semua mempunyai tanggung jawab yang sama akan hal tersebut. Karena itu, sepantasnya kita bersama mendorong terciptanya situasi dan kondisi yang mengarahkan anak pada hal itu. Namun, usaha-usaha tersebut tentu memiliki sasaran yang tidak sama. Bagi anak yang belum dapat membaca, tujuan utamanya ialah menumbuhkan minat membaca, juga untuk mempersiapkan kesiapan anak dalam membaca. Akan tetapi, jika anak sudah dapat membaca, maka fokus utamanya bukan lagi menumbuhkan minat baca, lebih dari itu ialah mengembangkan minat baca dan kebiasaan membaca. Usaha-usaha yang dapat dilakukan agar anak gemar membaca, dua di antaranya, yaitu peran orang tua dan program membaca dini. Peran orang tua. Peran orang tua tidak diragukan lagi sebagai pembentuk kebiasaan anak. Itu didasarkan pada asumsi, bahwa pendidikan yang diterima anak untuk pertama kalinya ialah dari keluarga atau orang tuanya. Orang tua dalam mendorong perkembangan bahasa anak dapat dilakukan melalui percakapan secara langsung dengan anak. Cara mendorong perkembangan bahasa anak yaitu melalui peniruan, penyempurnaan, pengomentaran, dan responsi dorongan. Orang tua ialah teladan bagi anak-anaknya. Oleh karena itu, sangat pantas kiranya orang tua memberikan teladan yang terbaik bagi anak. Khususnya dalam hal membaca. Orang tua juga jangan enggan untuk bercerita kepada anak, di samping akan menghidupkan pikiran anak, kebiasaan bercerita kepada anak juga akan membantunya dalam memperkaya pembendahara kata yang dikuasai. Hal ini secara otomatis berperan penting dalam usaha menumbuhkembangkan bahasa anak. Ajak pula anak untuk bermain-main dengan bacaan dan tulisan untuk menumbuhkan minat dan kebiasaan membaca dan menulis dalam diri anak. Caranya ialah dengan memanfaatkan fasilitas yang sudah ada, misalnya dengan mengajak anak ke taman bermain yang ada taman bacaan untuk anak, atau mengajaknya ke toko buku kemudian membelikan buku yang disukainya, memanfaatkan televisi, atau dengan menyiapkan ruang khusus di rumah kita yang berisi berbagai alat-alat yang dibutuhkan anak untuk menulis dan membaca, semisal spidol dan buku gambar. Pentingnya peran orang tua dalam pembentukan kebiasaan anak, bukan tanpa alasan. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Komisi Plowden 1964, seperti dikutip DP Tampubolon, menyebutkan bahwa faktor utama yang mempengaruhi kemajuan anak di sekolah adalah tingkat perhatian orang tua pada anak di rumah. Senada dengan itu, Komisi Bullock 1975 juga menyatakan bahwa peranan orang tua sangat menentukan dalam pendidikan anak, terutama pada tingkat prasekolah dan sekolah dasar, khususnya dalam membaca dan perkembangan bahasa. Pengaruh dan peranan orang tua itu dapat dilakukan dengan cara: Mendorong perkembangan bahasa anak, menjadi teladan dalam membaca, membaca dan bercerita, bermain dengan bacaan dan tulisan, serta dengan memanfaatkan sarana-sarana yang ada di lingkungan. 15 Program membaca dini. Membaca dini adalah membaca yang diajarkan secara terprogram atau formal kepada anak prasekolah. Secara khusus, DP Tampubolon mengemukakan ada empat keuntungan mengajar anak membaca dini dilihat dari segi proses belajar-mengajarnya, yaitu sebagai berikut. Pertama, belajar membaca dini memenuhi rasa ingin tahu anak. Kedua, situasi akrab dan informal di rumah dan di kelompok bermain atau taman kanak-kanak merupakan faktor yang kondusif bagi anak untuk belajar. Ketiga, anak-anak yang berusia dini pada umunya perasa dan mudah terkesan, serta dapat diatur. Terakhir atau keempat, anak-anak yang berusia dini dapat mempelajari sesuatu dengan mudah dan cepat. 16 Karena pada dasarnya membaca ialah aktivitas fisik dan mental untuk menemukan makna dari tulisan, dan membaca dini merupakan usaha mempersiapkan anak memasuki pendidikan dasar, diperlukan adanya prinsip konkret agar usaha ke arah tersebut berhasil. Dalam hal ini, DP Tampubolon merumuskan lima prinsip pokok membaca dini. Kelima prinsip pokok tersebut ialah sebagai berikut. 15 DP Tampubolon, Mengembangkan Minat dan Kebiasaan Membaca pada Anak Bandung: Angkasa, 1991, h. 45-61. 16 DP Tampubolon, Ibid., h. 63. a. Materi bacaan harus terdiri dari kata-kata, frasa-frasa, dan kalimat- kalimat. Ini berarti bahwa bacaan itu harus mempunyai makna yang dapat dipahami oleh anak. b. Membaca terutama didasarkan pada kemampuan memahami bahasa lisan, dan bukan pada kemampuan berbicara. c. Mengajarkan membaca bukan mengajarkan aspek-aspek linguistik, seperti tata bahasa, kosa kata, tata kalimat, makna kata, dan bunyi bahasa. Bukan pula mengajarkan logika atau cara berpikir yang tinggi yang tidak sesuai dengan cara berpikir anak. Bahan-bahan membaca dini haruslah yang berada dalam ruang lingkup kemampuan bahasa dan berpikir anak. d. Membaca tidak harus bergantung pada pengajaran menulis. Ini berarti bahwa anak dapat diajar membaca, walau dia belum dapat menulis. e. Pengajaran membaca harus menyenangkan bagi anak. Dari paparan tersebut, dapat kita cermati bahwa pengajaran membaca pada anak bersifat individual. Program dan metode pengajaran membaca harus disesuaikan dengan perkembangan setiap anak. Dengan demikian, pada dasarnya orang tua dan guru prasekolah dapat juga menyusun dan mengembangkan program bahan- bahan pelajaran, khususnya pelajaran membaca dini sendiri, juga metodenya ketika dalam mengajar, disesuaikan dengan perkembangan anak, atau anak-anak yang sedang belajar.

5. Gagasan Pokok

Gagasan secara definitif berarti hasil pemikiran, ide. Sementara yang dimaksud gagasan pokok ialah gagasan tentang sesuatu sebagai pokok atau tumpuan untuk pemikiran selanjutnya. 17 Dengan demikian, gagasan pokok merupakan inti atau ide dasar paragraf yang secara struktural membawahkan gagasan yang lain. Dengan kata lain, ide pokok itu merupakan suatu konsep yang secara ordinatif mencakup konsep gagasan lain dalam suatu paragraf. 17 Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia Jakarta: Balai Pustaka, 2005, Edisi III, h. 326. Gagasan-gagasan yang terwujud dalam berbagai kalimat penjelas atau pendukung gagasan pokok itu satu sama lain saling berkesinambungan guna membentuk satu kesatuan paragraf. Paragraf merupakan paketan gagasan yang bulat dan utuh, atau dalam bahasa Inggris, paragraf disebut juga sebagai thinking unit atau kesatuan pemikiran. Sebagai thinking unit, paragraf dapat dipolakan: Sebuah paragraf berisi satu pikiran utama dan beberapa pikiran pengembang. Pikiran-pikiran pengembang itu dapat dibedakan berdasarkan kedudukannya sebagai pikiran pendukung dan pikiran penjelas. Sebuah pikiran utama akan dikembangkan dengan beberapa pikiran pendukung, dan tiap pikiran pendukung akan dikembangkan dengan beberapa pikiran penjelas. 18 Hal tersebut berimplikasi pada dituangkannya gagasan pokok itu dalam suatu paragraf. Bisa secara eksplisit atau tersurat dalam kalimat utama atau kalimat topik, bisa pula secara implisit atau tersirat. Jika tersirat, kesan gagasan pokok itu tidak ada dalam kalimat, tetapi semua kalimat dalam paragraf tersebut mendukung satu pikiran utama. Bila pikiran utama dinyatakan secara tersurat, dapat dinyatakan pada awal paragraf. Tidak harus sebagai kalimat pertama, bisa pula dituangkan dalam kalimat kedua atau kalimat ketiga, disesuaikan dengan kebutuhan atau panjang-pendeknya paragraf. Pikiran utama yang dinyatakan pada awal paragraf dapat dinyatakan kembali dengan kata-kata lain pada akhir paragraf sebagai kalimat pengembangan. Model paragraf ini kemudian kita kenal sebagai paragraf deduktif. Pikiran utama baru dinyatakan pada akhir paragraf sebagai kesimpulan dari fakta-fakta yang sebelumnya disebutkan. Ini yang kemudian kita kenal sebagai pola pengembangan paragraf induktif. Oleh karena itu, penting bagi pembaca untuk mengetahui ide pokok dari apa yang dibacanya, sebagai sarat agar pengetahuan dan wawasan pembaca itu berkembang. Walau begitu, keterampilan menemukan ide pokok paragraf bukanlah sesuatu yang tidak dapat dipelajari. Artinya, kita mampu 18 A. Widyamartaya, Seni Menuangkan Gagasan Yogyakarta: Kanisius, 1990, h. 32. untuk menemukan ide pokok itu apabila kita rajin melatihnya secara teratur dan kontinu, sehingga menangkap inti bacaan atau informasi yang ada dalam bacaan itu dapat dengan tepat dan akurat kita peroleh.

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian-penelitian yang ada relevansinya dengan kebiasaan membaca hubungannya dengan kemampuan menemukan gagasan utama, sejauh pengamatan dan pengetahuan peneliti masih belum banyak dilakukan. Namun demikian, ada beberapa hasil penelitian yang cukup relevan, khususnya mengenai kebiasaan membaca, berikut di antaranya. Pertama, penelitian Heni Wahyuni 2012 yang berjudul Korelasi antara Kebiasaan Membaca dengan Kemampuan Membaca Pemahaman. Mahasiswi Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia STKIP Siliwangi Bandung tersebut menyebut bahwa korelasi antara kebiasaan membaca dengan kemampuan membaca pemahaman sangat erat kaitannya karena sebagian besar menuntut pemahaman siswa dalam menentukan pikiran pokok, kalimat utama, alur atau flot, amanat, setting, dan lain sebagainya. Kedua, penelitian yang sudah dilakukan oleh Evi Rahmawati 2012 dengan judul Hubungan Kebiasaan Membaca Tajuk Rencana dengan Kemampuan Menulis Argumentasi pada Siswa Kelas XI SMA Negeri Kota Yogyakarta yang Berkategori Sedang. Tujuan penelitian: 1 mendeskripsikan tingkat kebiasaan membaca tajuk rencana, 2 mendeskripsikan tingkat kemampuan menulis argumentasi, dan 3 menguji hubungan antara kebiasaan membaca tajuk rencana dengan kemampuan menulis argumentasi. Mahasiswi yang tercatat sudah lulus dari Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta tersebut menyimpulkan bahwa tajuk rencana dengan karangan argumentasi mempunyai hubungan timbal balik. Hal ini dikarenakan dalam tajuk rencana pasti terdapat argumentasi yang menjadi dasar dalam sebuah tajuk rencana. Ketiga, penelitian yang bertajuk Hubungan Kebiasaan Membaca dan Hasil Mengarang Siswa Kelas V SD Pembangunan Jaya Bintaro Jaya

Dokumen yang terkait

KORELASI ANTARA KEBIASAAN MEMBACA DENGAN KEMAMPUAN MENEMUKAN GAGASAN UTAMA PADA SISWA KELAS VIII SMP RAUDLATUL HIKMAH TANGERANG SELATAN TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 12 96

KEMAMPUAN MENULIS PUISI DENGAN TEKNIK PEMBERIAN TUGAS/RESITASI PADA SISWA KELAS VIII SMPN 2 TANGERANG SELATAN

0 20 153

KEMAMPUAN MEMBACA PUISI SISWA KELAS X SMA KARTIKATAMA METRO SELATAN TAHUN PELAJARAN 2011/2012

2 23 64

KEMAMPUAN MENULIS LAPORAN PERJALANAN SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 3 JATI AGUNG LAMPUNG SELATAN TAHUN PELAJARAN 2011/2012

4 28 79

KORELASI ANTARA KEBIASAAN BELAJAR DENGAN PRESTASI BELAJAR GEOGRAFI SISWA KELAS X MAN BANDING AGUNG OKU SELATAN TAHUN PELAJARAN 2012-2013

1 39 47

KORELASI ANTARA KEBIASAAN BELAJAR DENGAN PRESTASI BELAJAR GEOGRAFI SISWA KELAS X MAN BANDING AGUNG OKU SELATAN TAHUN PELAJARAN 2012-2013

0 12 57

HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI BELAJAR DAN KEBIASAAN MEMBACA SISWA DENGAN PRESTASI BELAJAR IPS PADA SISWA KELAS V SD NEGERI DI KECAMATAN LABUHAN RATU BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2013/2014

2 17 67

HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEMBACA DAN KEMAMPUAN MENULIS NARASI SISWA KELAS IX SMP TUNAS HARAPAN BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 11 66

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENEMUKAN GAGASAN UTAMA WACANA DENGAN TEKNIK DISKUSI MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI 2 PERUMNAS WAY KANDIS BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 5 55

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 9 METROTAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 4 76