Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
perkembangan ilmu dan pengetahuan serta teknologi yang sedang dan akan berjalan pada masa depan.
DP Tampubolon lebih lanjut mengatakan bahwa menulis merupakan satu dari empat kemampuan bahasa pokok, dan merupakan satu bagian atau
komponen dari
komunikasi tulisan.
1
Sedangkan HG
Tarigan mengklasifikasikan kemampuan bahasa pokok atau keterampilan berbahasa
dalam kurikulum di sekolah mencakup empat segi, yaitu 1 keterampilan menyimak atau listening skills, 2 keterampilan berbicara atau speaking skills,
3 keterampilan membaca atau reading skills, dan 4 keterampilan menulis atau writing skills.
2
Empat keterampilan berbahasa tersebut, satu sama lainnya saling berkorelasi, sehingga sangat sulit untuk memisahkan satu dari yang lainnya.
Sebagai perbandingan, ketika seseorang itu bayi, maka pada tahap awal yang ia lakukan ialah menyimak listening skills, yaitu menyimak apa yang
dikatakan oleh orang-orang yang berada di sekelilingnya. Pada tahap berikutnya, karena ia sering mendengar atau menyimak kata-kata yang
diucapkan itu, maka dari situ ia mulai menirukan bunyi-bunyian, atau kata- kata yang didengarnya itu dengan belajar berbicara speaking skills. Baru
setelah dia masuk usia sekolah, secara formal ia mulai dikenalkan pada lambang-lambang bunyi bahasa mulai dari huruf A sampai Z dan cara
pengucapannya untuk kemudian di sini dia belajar membaca reading skills. Setelah dikenalkan pada huruf-huruf itu, seorang anak kemudian berproses
untuk meniru apa yang sudah dicerapnya dengan belajar menulis writing skills, mulai dari huruf, suku kata, kata, dan kalimat.
Membaca, termasuk aktivitas kompleks, maka dalam praktiknya harus dibiasakan sejak dini. Mulai dengan mengenal huruf, sampai kemudian
kalimat dan wacana, sehingga anak mampu membaca secara jelas, tepat, dan nyaring. Untuk itu, diperlukan suatu motivasi dan tekad yang kuat untuk
1
DP Tampubolon, Kemampuan Membaca: Teknik Membaca Efektif dan Efisien Bandung: Angkasa, 1987, h. 5.
2
Henry Guntur Tarigan, Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa Bandung: Angkasa, 1979, h. 1.
menjadikan aktivitas membaca sebagai kebutuhan, terutama bagi para siswa. Bila hal ini terjadi, maka membaca dapat mendarah daging dan pada
gilirannya apa yang disebut Tiada hari tanpa membaca bukan slogan belaka. Hal lain yang tidak kalah penting untuk mewujudkan hal tersebut ialah
latihan. Latihan membaca yang berkesinambungan, terjadwal, dan teratur akan membantu siswa, terutama untuk menanamkan sikap pembiasaan diri dalam
membaca. Pembiasaan dalam membaca ini penting mengingat dalam hal membaca siswa tidak hanya melafalkan apa yang ada di atas kertas, lebih dari
itu siswa dituntut untuk menemukan gagasan utama dalam setiap kalimat yang dibaca. Melalui pembiasaan membaca inilah, diharapkan siswa memiliki
kemampuan membaca, sehingga siswa dengan tepat dan cepat dapat menemukan gagasan utama dari suatu kalimat. DP Tampubolon lebih lanjut
mengemukakan bahwa kemampuan membaca ialah kecepatan membaca dan pemahaman isi secara keseluruhan.
3
Ada sebuah pemahaman bahwa siswa kurang membiasakan membaca dan kemampuan membaca, khususnya di tingkat Sekolah Menengah Pertama
SMP, guru selalu menjadi kambing hitam. Padahal, jika kita mau jujur, peran orang tua siswa pun tak kalah penting dalam kasus ini. Kebiasaan membaca
anak dimulai sejak dini, dan dalam tahap ini, orang tualah yang bertanggung jawab. Jika saja orang tua memberi contoh nyata, tidak hanya sekedar
menyuruh dan mengarahkan saja, anak yakin akan mengikuti apa yang dicontohkan orang tua. Karena dalam hal ini, anak akan termotivasi dan
tertarik apa yang dilakukan orang tuanya, bukan apa yang diteorikan atau yang diceramahkannya. Ketika anak masuk usia sekolah, barulah di sini guru
mengambil peran, utamanya untuk peningkatan kebiasaan membaca anak. Tidak hanya itu, guru juga mulai mengembangkan minat baca siswa sehingga
kemampuan membacanya semakin baik. Dengan demikian, orang tua dan guru memiliki peran dan tanggung jawab yang sama terhadap pembentukan dan
peningkatan kemampuan membaca dan kebiasaan membaca anak.
3
DP Tampubolon, op. cit., h. 7.
Dalam beberapa kasus, salah satunya soal-soal Ujian Akhir Sekolah UAS, siswa sering dihadapkan pada kenyataan bahwa mereka harus mencari
dan menentukan gagasan utama dalam suatu paragraf. Tanpa kemampuan membaca, khususnya dalam menentukan gagasan utama, sangat kecil
kemungkinan bagi siswa tersebut menjawab dengan benar soal-soal semacam itu. Di sinilah peran penting membaca untuk menentukan jawaban yang tepat.
Belum lagi ada standar nilai kelulusan yang harus dicapai siswa, dan dalam hal inilah, guru bahasa Indonesia mengambil peran agar bagaimana caranya
target tersebut dapat dicapai maksimal oleh semua siswa. Atas dasar tersebut, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian.
Utamanya penelitian tentang kebiasaan membaca dan hubungannya dengan pemahaman menemukan gagasan utama pada siswa SMP, dengan judul
skripsi: Korelasi Antara Kebiasaan Membaca dengan Kemampuan Menemukan Gagasan Utama pada Siswa Kelas VIII SMP Raudlatul
Hikmah Tangerang Selatan Tahun Pelajaran 20132014 .