Kontruksi Realitas Sosial LANDASAN TEORITIS

Objektivasi yaitu hasil dari usaha individu dalam melakukan objektivasi terhadap produk sosial. Objektivasi biasa terjadi melalui penyebaran opini sebuah produk sosial dengan tanpa harus bertatap muka antar individu dan pencipta produk sosial. Dengan kata lain, objektivasi bisa terjadi melalui penyebaran opini sebuah produk sosial yang berkembang di masyarakat melalui opini masyarakat tentang produk sosial, dan tanpa harus tatap muka antar individu dan pencipta produk sosial itu. Internalisasi yaitu proses dimana individu mengidentifikasikan dirinya dengan lembaga-lembaga sosial atau organisasi sosial tempat individu menjadi anggotanya. Dengan demikian, internalisasi dalam arti umum merupakan dasar bagi pemahaman mengenai sesama saya, yaitu pemahaman individu dengan orang lain serta pemahaman mengenai dunia sebagai sesuatu yang maknawi dari kenyataan sosial. 26 Bagi kaum konstruksionis realitas tercipta lewat konstruksi, sudut pandang dari seorang wartawan. Realistas bisa berbeda-beda tergantung pada konsepsi yang dipahami oleh wartawan yang mempunyai pandangan yang berbeda. Dalam internalisasi wartawan itu dilanda oleh realitas, kemudian realitas diamati dan diserap dalam kesadaran wartawan. Selanjutnya proses eksternalisasi wartawan terjun untuk memaknai realitas. 26 Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa, h. 19. Media adalah agen konstruksi. Dalam pandangan positivis media dilihat sebagai saluran, dengan kata lain pesan disebarkan dari komunikator ke khalayak. Pandangan seperti ini media bukan sebagai agen, malainkan hanya sebuah saluran. Sebaliknya dalam pandangan konstruksionis media bukan sekedar saluran yang bebas, ia juga sebagai konstruk realitas dengan sebuah pandangan, bias dan pemihakannya. 27 Oleh karena itu, berita di media dalam sebuah konstruksi dapat bersifat bebas dan berpihak seperti dalam pandangan konstruksionis, sekaligus berita juga dapat menjadi sebuah saluran yang memberikan suatu pesan kepada khlayak atau penerima berita.

D. Framing

1. Konsep Framing

Gagasan framing pertama kali dilontarkan oleh Beterson tahun 1955. Awalnya, frame dimaknai sebagai struktur konseptual yang mengorganisi pandangan politik, kebijakan, dan wacana, yang menyediakan kategori-kategori standar untuk mengapresiasi realitas. 28 Analisis framing merupakan suatu gambaran analisis untuk mengetahui bagaimana realitas terjadinya sebuah peristiwa, aktor, kelompok, atau apa saja yang dibingkai oleh media. Framing didefinisikan sebagai proses membuat suatu 27 Eriyanto, Analisis Framing Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, h. 22-23. 28 Alex Sobur, Analisis teks media Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006, h. 161-162. pesan lebih menonjol, menempatkan informasi lebih daripada yang lain sehingga khalayak lebih tertuju pada pesan tersebut.

2. Efek Framing

Salah satu efek framing yang mendasar adalah realitas sosial yang kompleks, penuh dimensi dan tidak beraturan yang disajikan dalam berita sebagai sesuatu yang sederhana, beraturan, dan memenuhi logika tertentu. Maksudnya adalah suatu peristiwa yang terjadi yang belum dipahami, akan diberitakan oleh media massa menjadi sesuatu yang mudah dipahami, sehingga membuat peristiwa yang rumit, menjadi sesuatu yang sederhana. Kemudian menonjolkan aspek tertentu dan mengaburkan aspek lain. Framing pda umumnya ditandai dengan menonjolkan aspek tertentu dari realitas. Dalam penulisan sering disebut sebagai fokus. Berita secara sadar atau tidak diarahkan pada aspek tertentu. Akibatnya ada aspek lain yang tidak mendapatkan perhatian yang memadai. Selanjutnya menampilkan sisi tertentu dan melupakan sisi lain. Maksudnya dengan terlalu menonjolkan peristiwa yang terlihat, sehingga melupakan makna dari sebuah peristiwa terjadi. Menampilkan aktor tertentu dan menyembuyikan aktor lain. Berita seringkali juga memfokuskan pemberitaan pada aktor tertentu. Ini tentu saja tidak salah. Tetapi efek yang segera terlihat adalah memfokuskan pada satu pihak atau aktor tertentu menyebabkn aktor lain yang mungkin releva dan penting dalam pemberitaan menjadi tersembunyi. 29

3. Framing Zhongdang Pan dan Gerald Kosicki

Menurut Pan dan Kosicki, ada dua konsepsi dari framing yang saling berkaitan. Pertama, dalam konsepsi psikologi. Framing dalam konsepsi ini lebih menekankan pada bagaimana seseorang memproses informasi dalam dirinya. Framing disini dilihat sebagai penempatan informasi dalam suatu konteks yang unik khusus dan menempatkan elemen tertentu dari suatu isu dengan penempatan lebih menonjol dalam kognisi seseorang. Elemen-elemen yang diseleksi dari suatu isu atau peristiwa tersbut menjadi lebih penting dalam memengaruhi pertimbangan dalam membuat keputusan tentang realitas. Kedua, konsepsi sosiologis. Pandangan sosiologis lebih melihat pada bagaimana konstruksi sosial atas realitas. Frame disini dipahami sebagai proses bagaimana seseorang mengklasifikasikan, mengorganisasikan, dan menafsirkan pengalaman sosialnya untuk mengerti dirinya dan realitas di luar dirinya. 30 Bagi Pan dan Kosicki, framing pada dasarnya melibatkan kedua konsepsi tersebut. Dalam media, framing karenanya dipahami sebagai perangkat kognisi yang digunakan dalam informasi untuk membuat kode, menafsirkan, dan menyimpannya untuk dikomunikasikan dengan khalayak yang kesemuanya 29 Eriyanto, Analisis Framing Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, h. 166-168. 30 Eriyanto, Analisis Framing Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, h. 252-253. dihubungkan dengan konvensi, rutinitas, dan praktik kerja profesional wartawan. 31 Suatu peristiwa diproduksi dan dibuat oleh wartawan dengan penafsirannya sendiri sesuai dengan realitas yang akan dibuat oleh wartawan itu. Tetapi bukan hanya wartwan yang menafsirkan realitas suatu peristiwa. Setidaknya ada tiga pihak yang saling berhubungan, yatu: wartwan, sumber, dan khalayak. Masing-masing pihak menafsirkan realitas suatu peristiwa dengan pemikiran mereka sendiri, dan berusaha menjadi yang paling dominan dan menonjol. Dalam mengkonstruksi realitas, wartawan tidak hanya menggunakan konsepsi yang ada dalam pemikirannya semata, karena proses konstruksi itu juga melibatkan nilai sosial yang melekat dalam diri wartawan. Nilai-nilai sosial yang tertanam mememngaruhi bagaimana relitas dipahami. Selanjutnya ketika menulis dan mengkonstruksi berita wartawan bukanlah berhadapan dengan publik yang kosong, melainkan untuk untuk dipahami oleh masyarakat luas yang membaca. Kemudian proses konstruksi ditentukan oleh proses proses produksi yang selalu melibatkan standar kerja, profesi jurnalistik, dan profesional standar wartawan. 32 Model framing Pan dan Kosicki berpandangan bahwa frame berhubungan dengan makna. Bagaimana seseorang memaknai suatu peristiwa dapat dilihat 31 Eriyanto, Analisis Framing Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, h. 253.