Bagaimana Liputan6.com menentukan narasumber pada setiap pemberitaannya Bagaimana proses produksi dalam membuat sebuah berita khususnya berita

Boy menjelaskan, dengan disitanya barang bukti berupa senjata api, sangkur, bom sertaswitching, dan bubuk mesiu, membuktikan aksi teroris ini belum berakhir. Kita harus tetap waspada. Sekali lagi, jangan underestimate, tegasnya. Dalam pemaparan barang bukti hari ini, Boy menunjukkan barang sitaan berupa senjata api yang sudah dimodifikasi dengan peredam buatan, lalu bom pipa yang digunakan ke arah anggota Densus 88. Tak hanya itu, salah satu sitaan ditemukan pula pistol polisi yang nomor serinya sudah hilang. Ada bom pipa yang fungsinya seperti granat. Ini dilempar pada petugas kita yang lakukanpublic address. Ada revolver, punya kepolisian tapi nomornya dikikir lalu diamplas, sehingga tidak ketemu lagi. Ini proyektil anggota yang kena tembak, ada juga switching untuk bunuh diri, tandas Boy. 6 Terduga teroris -- Daeng alias Dayat alias Hidayat, Nurul Haq alias Dirman, Oji alias Tomo, Rizal alias Teguh alias Sabar, Hendi, dan Edo alias Amril -- tak bisa dimintai keterangan soal target mana yang mereka sasar. Namun, dari barang bukti yang didapatkan di TKP, polisi menduga kelompok ini mengincar sejumlah titik. Seperti tulisan tangan pada sobekan kertas koran ini: Punya amunisi, yang layak dan menggetarkan. Bawa pistol dan SMG. Siap menyerang Kedubes AS, hotel-hotel yang dihuni CIA, dan para zionis. EinSss Pemberitaan di Liputan6.com edisi 6 Januari 2014 Polri: Penggerebekan Teroris Ciputat Bukan Eksekusi By Silvanus Alvin Penggerebekan sarang teroris di Ciputat pada 31 Desember 2013 lalu menewaskan 6 terduga teroris. Segelintir pihak menilai, Densus 88 Antiteror terkesan melakukan eksekusi daripada penangkapan. Namun hal ini dibantah Polri. Petugas juga lakukan public address, prosedur negosiasi. Saya pernah jadi Kasubdit Negosiasi Densus 88. Ini bukan eksekusi, ini upaya penegakan hukum. Dalam konteksextraordinary crime, SOP harus benar-benar penuh kewaspadaan, kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Pol Boy Rafli Amar, Jumat 312014. Boy menuturkan, polisi telah melakukan penyelidikan secara intesif dengan metodesurveillance. Oleh karena itu, upaya penangkapan saat malam Tahun Baru lalu bukanlah tindakan yang tak direncanakan. Perlu kami jelaskan proses penangkapan pada Anton cs ini merupakan proses kerja yang dilakukan melalui surveillance, kita tidak duga-duga. Ini gambar foto ketika mereka masih hidup. Proses surveillance tim ditambah dengan kembangkan informasi dari jaringan, jelas Boy. 6 Terduga Teroris Keenam terduga teroris dalam upaya penangkapan lalu tewas ditembus timah panas, seorang di antaranya bernama Dayat alias Daeng tewas lebih dulu pada awal penggerebekan, Selasa 31 Desember 2013. 5 Teroris lainnya, yakni Nurul Haq alias Dirman, Oji alias Tomo, Rizal alias Teguh alias Sabar, Hendi, dan Edo alias Amril. Hingga saat ini, keenam terduga teroris masih diidentifikasi dan dicarikan sample DNA pembanding oleh Tim Disaster Victim Identification DVI Polri di RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur. Belakangan diketahui, dua di antara keenam jenazah itu memiliki hubungan saudara. Hal itu diungkapkan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme BNPT Ansyaad Mbai yang mengaku memperoleh informasi itu dari tim Forensik Pusdokes Polri. NdyIsm Hasil Wawancara Narasumber: Burhan Solihin Jabatan: Executive Editor Tanggal Wawancara: 21 Oktober 2014 Tempat: Gedung Temprimt Jl. Palmerah Barat No 8 Kemanggisan Jakarta Barat.

1. Bagaimana Tempo.co menyajikan berita dengan baik, sehingga layak untuk

diberitakan? Berita yang baik itu adalah berita yang memenuhi kaidah-kaidah unsur jurnalistik, misalnya dampaknya besar terhadap orang banyak, kemudian jika ada tokoh, tokohnya cukup dikenal. Setidaknya ada tujuh ukuran dijurnalistik yang biasanya kita pelajari bersama, ada magnitude, tokoh, nama, tempat, kedekatan, dan ada segala macam. Jadi pertama kita lihat dari tujuh unsur itu, yang kedua kita berusaha mendudukan berita lebih apa adanya. Kita berusaha menjunjung tinggi nilai jurnalisme seperti cover bodsite, netral, tidak berpihak kepada salah satu pihak. Yang menjadi agak problem misalnya dalam liputan terorisme biasanya suaranya hanya satu yaitu dari polisi saja. Namun dari pihak keluarga teroris tidak mau memberikan keterangan. Jadi yang bisa kita lakukan adalah mencari data-data dilapangan, Apakah cerita polisi itu memang masuk akal? Data-data itulah yang kita cari, selanjutnya kita konfrentir dengan cerita polisi. Kalau ceritanya berbeda pasti ada yang bohong dan kalau benar fakta, kejadian, saksi, dan segala macem pasti tidak bohong. Jadi kita juga menganut rapat-rapat, rapat news room pada jam 9 pagi yang dilakukan oleh seluruh kompatemen, kompatemen nasional, ekonomi, metro, internasional, ada tujuh kompatemen lah. Setiap pagi kita rapat, diluar rapat-rapat itu sendiri kita menentukan apa tulisan utama di koran, apa tulisan utama di majalah, apa tulisan utama di Tempo.co, diluar itu sendiri ada yang namanya koordinator liputan yang akan memantau berita setiap hari setiap saat. Misalnya pada kasus teroris ini.

2. Strategi apa yang digunakan Tempo.co dalam membuat berita agar mudah

dipahami pembaca? Jadi yang pertama agar mudah dipahami adalah kordinator lapangan harus memahami dulu faktanya dilapangan. Jadi jangan cuma terima omongan polisi saja, dia harus melakukan kroscek kepada saksi. Misalnya bener tidaknya yang dinyatakan polisi, katanya ditembak disini ditembak disitu, atau katanya ditembak saat lari tapi ternyata sudah jatuh baru ditembak. Kemudian mewawancarai saksi-saksi disitu agar mempunyai data-data lebih lengkap. Dari data-data yang lebih lengkap ini kemudian brulah kita tulis dengan sederhana tetapi poin-poin pentingnya harus masuk dan sesuai jargon Tempo.co yaitu enak dibaca dan perlu.

3. Bagaimana Tempo.co memaknai arti “Terorisme” sesungguhnya, yang terjadi

di Indonesia? Teroris itu sebenarnya bagaimana memaknai definisi yang sama yang dipakai oleh Densus 88, jadi orang yang berusaha meruntuhkan sistem di negara kita. Kita tidak memaknai definisi yang aneh-aneh, tetapi yang selalu kita kritisi apakah itu benar-benar teroris? Kalo hanya orang yang sekedar menyebarkan ajaran saja, sebenarnya itu tidak bisa dikatan teroris, tetapi kalo dia sudah membuat bom, merancang peledakan, melakukan pembunuhan dan segala macam itu disebut teroris. Karena namanya suatu ajaran atau ajaran islam ekstrim sekalipun, yang namanya masalah kalo sekedar kita pelajari tidak termasuk kategori teroris. Sedangkan jika sudah melakukan suatu upaya tindakan yang membahayakan negara, seperti merancng pengeboman dan segala macamnya termasuk kategori teroris. 4. Bagaimana Tempo.co memandang kasus terorisme Ciputat? Kasus teroris Ciputat, sebenarnya kita lebih melihat fakta. Bahwa sebernarnya ada orang-orang yang dianggap criminal yang mempunyai jejak-jejak kriminal karena disitu ada bom dan segala macem. Tetapi kita sendiri belum sampai pada satu keyakinan, benar tidak sih bom itu buatan mereka? Kita masih sekedar menguji fakta-fakta, karena disitu ditemukan bom, belum tentu itu punya dia, bisa saja bom itu bikinan polisi, misalnya seperti itu. Polisi zaman sekarang, misalnya razia malam hari, anda tidak membawa ganja malah ditarahuin ganja. Jadi peliputan tentang teroris tidak mudah, kita menguji fakta saja persoalan dia di cap teroris atau bukan, kita belum bisa masuk ke ranah itu, yang jelas kita temukan benar tidaknya dia membawa bahan-bahan bom, itu kan bisa kita tanya, misalnya dia rumahnya dimana, ngontraknya dimana, ngontraknya sejak kapan, pernah ada tanda-tanda yang mencurigakan ga? yang kita lakukan memaparkan fakta itu. 5. Bagaimana Tempo.co mengkonstruksi berita terorisme Ciputat? Kita melakukan liputan sesuai fakta. Kita tidak mau berpihak kepada siapa- siapa. Faktanya bahwa tidak semua omongan polisi tidak bisa dipercaya juga.

6. Apa yang melatarbelakangi Tempo.co memberitakan kasus teroris Ciputat

kontra ke Polisi? Yang kita lakukan melakukan cek dan ricek fakta di lapangan, kebetulan dalam kasus Ciputat ini mungkin faktanya berbeda dengan versi polisi, apa boleh buat kita bilang begitu karena kita tidak ada tendensi apa-apa selain mengungkapkan fakta bahwa apa yang dibilang polisi belum tentu benar jika kita lihat dilapangan.

7. Opini publik seperti apa yang ingin dibentuk Tempo.co dalam pemberitaan

terorisme Ciputat? Kita tidak ingin membentuk opini publik, yang kita lakukan hanya memaparkan data dan fakta secara proposional saja. Jadi kita tidak mempunyai tendensi harus ada opini publik dan segala macem, yang kita lakukan adalah menggali data dilapangan. Kalo pada kasus ini datanya berbeda, yasudah kita paparkan, silahkan masyarakat menilai berita mana yang lebih pas dengan sesuai kenyataan.

8. Mengapa pada tanggal 3 Januari 2014 Tempo.co menggunakan judul “Tembak

Terduga Teroris di Tempat, Kapolri Dikritik”? Kita dalam pemilihan judul sesuai dengan faktanya, bahwa Kapolri dikritik oleh banyak pihak karena dia melakukan tembak ditempat. Kemudian kita tidak menggunakan kata teroris, tetapi terduga teroris, karena kita memang belum tau bahwa dia teroris atau bukan, yang berhak mengadili ya di pengadilan agar statusnya jelas, kalo belum diadili ya dia hanya terduga saja.

9. Mengapa pada tanggal 3 dan 6 Januari 2014 Tempo.co hanya mewawancarai

Pengamat Kontraterorisme dan Tubagus Hasanudin? Mengapa kita mewawancarai Harits Abu Ulya, karena dia merupkan pengamat kontraterorisme yang pernyataannya layak untuk diberitakan. Kenapa layak diberitakan, karena dia menilai tindakan Polri tidak humanis. Jadi disini kita tidak hanya mewawancari Polri namun dari Pengamat pun kita wawancarai. Kemudian untuk Wakil Ketua Komisi Pertahanan DPR, karena DPR merupakan wakil rakyat yang pernyataannya penting untuk dimuat.

10. Mengapa pada tanggal 3 Januari 2014 Tempo.co tidak memasang foto Kapolri

sedangkan pada judu l berita tertulis “Tembak Terduga Teroris di Tempat, Kapolri Dikritik”? Kalau itu lebih pada hal teknis. Online kan cepat, gambarnya juga harus cepat juga, jadi kita yang ada apa yang berkaitan apa. Ini kan gambarnya tidak harus Kapolri tetapi alat alat bukti dalam penangkapan teroris itu.

11. Apakah Tempo.co memiliki kriteria tertentu untuk mengambil kutipan dalam

pemberitaan terorisme Ciputat? Kita memiliki kriteria tertentu, kutipan yang harus kita jadikan kutipan langsung yang pertama itu harus penting, yang kedua penting dan berkaitang dengan fakta itu, yang ketiga kutipan itu harus menarik, kalo kutipannya tidak menarik kita tulis pada kutipan tidak langsung. 12. Bagaimana pemilihan kata atau gaya bahasa untuk kasus terorisme Ciputat ini? Pemilihan kata atau gaya bahasa, pertama pemilihan kata pemilihan judul dan segala macam kita punya anutan, bahwa judul dan segala macem tidak boleh melenceng dari fakta. Kalo faktanya ditembak ya ditembak. Tidak boleh bombastis, karena kita tidak mencari sensasi. Kita hanya mau memaparkan dalam kasus terorisme ini bahwa kenapa banyak publik yang mempertanyakan tindakan polisi yang menembak teroris ditempat? Teroris itu tidak berbahaya, dia tidak membawa bom, tidak membawa senjata ataupun segala macem. Kenapa tidak ditangkap hidup- hidup saja? Kenapa ditembak mati? Sebenernya kalo polisi mau, dia bisa katakanlah tembak kaki, karena dia tidak membawa rompi peledak atau segala macem. Itu tidak sesuai dengan prosedur polisi, karena prosedur polisi biasanya memberi peringatan, ditembak di kaki, kemudian jika membahayakan baru ditembak. Tetapi pada kenyataannya polisi suka menggampangkan, ya sudah lah kita tembak saja di kepala apa lagi ini teroris. Mereka kan selalu berlindung ini kan teroris berbahaya, padahal kan teroris mempumyai hak. Dia kalo di adili belum tentu bersalah karena pengadilan kita praduga tidak bersalah sampai hakim memutuskan bersalah.

13. Bagaimana Tempo.co menentukan narasumber pada setiap pemberitaannya

khususnya berita mengenai terorisme Ciputat? Yang pertama narasumbernya harus kompeten, misalnya dari segi kedinasan ada level-levelnya, yaitu ada Kapolsek, ada Kapolres, ada Kasatserse, ada kapolda, ada Kapolri, ada juru bicaranya juga. Kemudian yang berkompeten lainnya adalah orang yang memang menjadi saksi dari peristiwa itu, seperti ketua RT sekitar, supaya cerita kita dan data yang dikumpulkan valid.

14. Bagaimana proses produksi dalam membuat sebuah berita khususnya berita

mengenai teroris Ciputat? Dan apakah ada tahapan editing? Jadi ketika ada penembakan atau segala macem, kordinator liputan akan menelpon reporter yang ada di deket lokasi tersebut Ciputat. Kita tugaskan untuk meliput kesitu. Kemudian dia akan menulis dan dikirim lewat internet masuk ke jaringan sistem intranet kita, selanjutnya diedit oleh editor. Nanti editor akan mengarahkan berita ini dimuat ke Tempo.co saja atau Tempo.co plus koran Tempo. Jadi semua naskah-naskah dari reporter di lapangan masuk ke sebuah sistem intranet yang disebut kumpulan keranjang mentah, berita mentah yang dari lapangan itu kemudian di edit dan msuk ke keranjang matang, dan keranjang matang itu menyalurkan ke Tempo.co, dan masuk ke sistem untuk pemilihan foto dan segala macem. Pemberitaan di Tempo.co edisi 3 Januari 2014 Tembak Terduga Teroris di Tempat, Kapolri Dikritik Barang bukti yang dibawa Densus 88 Anti teror usai menggeledah rumah Dayat terduga teroris di Rempoa, Tangerang Selatan, Banten, Rabu 11. Rumah tersebut diduga menjadi tempat penyimpanan bahan peledak milik pelaku teroris yang ditembak mati di Kampung Sawah. TEMPOMarifka Wahyu Hidayat. TEMPO.CO , Jakarta - Pengamat kontraterorisme Harits Abu Ulya mengatakan, Kepala Kepolisian RI Jenderal Sutarman seharusnya mengevaluasi cara-cara eksekusi terduga teroris oleh Densus 88. Harits menilai eksekusi alias tembak mati di tempat sangat kontraproduktif. “Cara-cara eksekusi tidak humanis. Mereka ini kan masih terduga te roris,” katanya saat dihubungi, Kamis, 2 Januari 2014. Cara-cara eksekusi di tempat yang dilakukan aparat juga dinilai sangat kontraproduktif. Polisi, kata dia, seharusnya bisa menginterograsi terduga teroris yang ditangkap untuk mengungkap oknum lain di jaringan tersebut. Kapolri dan tim Densus 88 dihimbau berhati-hati menggunakan kewenangan diskresi yang melekat, seperti yang diatur dalam Undang-undang Terorisme. Detasemen Khusus 88 dalam undang-undang tersebut memiliki keleluasaan menafsirkan sinyal bahaya saat akan melakukan eksekusi. “Ini subyektif dan sangat berbahaya,”katanya. Pada Selasa malam, 31 Desember 2013, sekitar pukul 19.00 tim Detasemen Khusus 88 melakukan penggerebekan sebuah rumah kontrakan di Jalan Ki Hajar Dewantoro, Gang Haji Hasan RT 04 RW 07, Kelurahan Kampung Sawah, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten. Rumah tersebut dihuni enam orang anggota kelompok Nurul Haq, yang diduga terlibat sejumlah aksi penembakan terhadap anggota kepolisian, bom Vihara Ekayana, dan perampokan kantor cabang Bank BRI di Tangerang pada 24 Desember 2013 lalu. Sebanyak enam terduga teroris tewas ditembak. Pemberitaan di Tempo.co edisi 6 Januari 2014 DPR: Pembuktikan Teoris Harus ke Pengadilan Tubagus Hasanudin. TEMPOImam Sukamto TEMPO.CO , Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pertahanan Dewan Perwakilan Rakyat Tubagus Hasanudin menyebut penggerebekan teroris di Ciputat, Tangerang Selatan, pada malam tahun baru lalu sarat akan kepentingan politis. Politikus PDI Perjuangan itu menganggap penggerebekan itu hanya untuk membuktikan pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebelumnya bahwa banyak teror pada 2014. Hanya untuk membuktikan kepada publik bahwa teroris itu ada, dibunuhlah semua itu, kata Tubagus, Senin, 6 Januari 2014. Padahal, kata dia, jika di antara enam terduga teroris yang hidup, akan lebih baik untuk Kepolisian dalam menelusuri jaringan teroris. Tubagus menyebut bisa saja enam orang tersebut adalah penjahat murni. Menurut dia, senjata dan amunisi yang ditemukan sulit untuk dibuktikan milik mereka. Pembuktiannya bagaimana? Polisi bisa saja menyebut senjata dan amunisi adalah milik teroris, kata dia sembari menambahkan tugas polisi bukan seperti militer di peperangan. Harus ada pembuktian di pengadilan, tidak bisa membunuh begitu saja, kata Tubagus. Karena itu, harus ada banyak strategi untuk menangkap teroris hidup- hidup.