BAB III RUANG LINGKUP SENGKETA PERTANAHAN YANG MENJADI
KOMPETENSI PERADILAN TATA USAHA NEGARA Kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara Dalam Penyelesaian Sengketa
Pertanahan.
Kewenangan absolut peradilan atribusi kewenangan attributie van rechtsmacht adalah menyangkut tentang pembagian wewenang antar badan-badan
peradilan berdasarkan jenis lingkungan pengadilan, misalnya pembagian antara wewenang peradilan Tata Usaha Negara dan Peradilan Umum.
59
Kewenangan mengadili kompetensi absolut antara Peradilan Tata Usaha Negara Pasal 47 dan Peradilan Umum Pasal 50 UU NO 2 tahun 1986 dalam
pelaksanaannya seringkali bersinggungan. Pada satu pihak Peradilan Umum mengadili suatu perkara perdata di bidang pertanahan yang berkaitan dengan aspek
hak atas tanahnya, dimana sertifikat hak atas tanahnya sebagai salah satu alat bukti, dan pada pihak lain Peradilan Tata Usaha Negara juga memeriksa, memutus dan
menyelesaikan sengketa tata usaha negara yang berkaitan dengan aspek prosedur pendaftaran tanahnya, dimana sertifikat, Surat Keterangan Tanah SKT dan Surat
Keterangan Ganti Rugi SKGR yang dimaksud sebagai objek sengketanya menurut Pasal 1 butir 3 UU Nomor 5 Tahun 1986 Jo. UU Nomor 9 Tahun 2004.
Selain Pasal 1 butir 3 UU Nomor 5 Tahun 1986 Jo. UU Nomor 9 Tahun 2004 sebagai objek gugatan dalam sengketa pertanahan di Peradilan Tata Usaha
59
Subekti, Hukum Acara Perdata, Bandung : Angkasa, 1982, hal. 23.
Universitas Sumatera Utara
Negara, juga menyangkut permohonan penerbitan sertifikat atau pemberian hak yang ditolak oleh Badan Pertanahan Nasional sebagaimana bunyi Pasal 3 UU Nomor 5
Tahun 1986 Jo. UU Nomor 9 Tahun 2004. Misalnya sengketa mengenai pembatalan surat keputusan pemberian hak atas tanah atau sertifikat hak atas tanah atau
keputusan yang berisikan penolakan atas permohonan surat keputusan pemberian hak atas tanah atau keputusan yang berisikan penolakan atas permohonan surat pemberian
hak atas tanah atau surat keputusan tentang balik nama atau keputusan berupa penolakan atas permohonan untuk memperoleh sertifikat hak atas tanah yang
dikeluarkan oleh Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Propinsi atau oleh Kepala Kantor Pertanahan Propinsi atau oleh Kepala Kantor Pertanahan
KabupatenKotamadya.
60
Kemudian lebih lanjut diatur pada Pasal 50 Jo Pasal 51 UU Nomor 2 Tahun 1986 yang menentukan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi Peradilan Umum
bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara perdata. Dengan demikian Peradilan Umum berwenang mengadili sengketa-sengketa
pertanahan yang mengandung aspek hukum perdata. misalnya kepemilikan atau penguasaan tanah secara melawan hukum tindakan yang memperkosa hak milik atas
tanah, perbuatan ingkar janji jual-beli, sewa-menyewa, jaminan dan lain-lain hak atas tanah.
60
M. Hadjon, dkk, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia Introduction to the Indonesian Administrative Law, Yogyakarta : Gajah Mada University Press, 1994, hal. 318.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Thorbecke dan Buys ukuran untuk menentukan apakah suatu perkara merupakan wewenang Peradilan Tata Usaha Negara adalah tergantung dari
objectum litis fundamentum petendi pokok sengketanya. Apabila hak yang tertindas itu berada dalam kerangka hukum publik, perkara tersebut merupakan kewenangan
Peradilan Tata Usaha Negara dan apabila berada dalam lapangan hukum perdata maka merupakan kewenangan absolut peradilan umum.
Berdasarkan pendapat tersebut di atas, kewenangan absolut Peradilan Tata Usaha Negara hanya sebatas mengadili sengketa yang berada dalam lingkup hukum
publik. Perbuatan pemerintah dalam hukum publik yang bersifat ekstern yang bersegi satu dan bersifat, konkret, individual dan final yang tertuang dalam Keputusan Tata
Usaha Negara sajalah yang menjadi kewenangan absolut Peradilan Tata Usaha Negara.
61
Peradilan Tata Usaha Negara memiliki kewenangan absolut mengadili sengketa tata usaha negara. Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul
dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara baik dipusat maupun di daerah sebagai akibat
dikeluarkannya suatu keputusan tata usaha negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pesatnya pembangunan nasional mengakibatkan tanah sangat diperlukan dalam proyek-proyek pembangunan ekonomi dan sosial budaya, sehingga tidak
61
Indroharto, Usaha Memahami Undang-undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1991, hal. 85.
Universitas Sumatera Utara
jarang menjadi sumber timbulnya sengketa antara pihak-pihak yang berkepentingan saling berbenturan. Penyelesaian sengketa pertanahan, baik yang mengandung aspek
hukum tata usaha negara ataupun aspek hukum perdata harus dilakukan berdasarkan hukum dan keadilan serta menjamin terwujudnya kepastian hukum.
Selain itu sehubungan dengan penciptaan tertib pertanahan mutlak diperlukan administrasi dan pelayanan hukum pertanahan oleh aparat BPN secara
baik, tepat dan efektif berdasarkan hukum dan peraturan perundang-undangan serta menjamin kepastian hukum.
UUPA memuat asas dan ketentuan-ketentuan hukum yang memberikan perlindungan bagi siapapun yang menguasai tanah secara sah terhadap gangguan dari
pihak manapun, termasuk gangguan dari pihak penguasa sekalipun, bilamana gangguan itu tidak ada dasar hukumnya.
Persoalan tanah dalam kehidupan manusia sehari-hari mempunyai arti yang sangat penting sekali, oleh karena itu sebagian besar kehidupan manusia tergantung
pada tanah. Tanah bagi kehidupan manusia mempunyai nilai yang sangat tinggi, karena tidak hanya mempunyai nilai ekonomis, akan tetapi juga menyangkut masalah
sosial, politik, budaya, psikologis, lingkungan hidup, dan bahkan aspek-aspek hankamnas.
62
Berawal dari hal tersebut menyebabkan bahwa tanah merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat, sehingga tidak jarang menimbulkan
62
D. Soetrisno, Tatacara Perolehan Tanah Untuk Industri, Jakarta : Rineka Cipta, 2004, hal.1.
Universitas Sumatera Utara
sengketa antar warga untuk memperebutkan hak kepemilikan akan tanah. Persoalan tanah menyangkut nilai-nilai kehidupan manusia, maka jika terjadi sengketa atau
perselisihan mengenai pertanahan ditekankan tetap memperhatikan kepentingan umum yang semata-mata tidak mengorbankan hak asasi manusia.
Dalam penyelesaian sengketa tanah, pemerintah sekarang ini telah mengambil jalan keluar untuk menyelesaikan masalah ketanahan secara nasional
yang mengutamakan prinsip musyawarah sebagaimana dinyatakan dalam surat Menteri Sekretaris Negara Nomor 8-280M.Sesneg52005, tanggal 6 Mei 2005 yang
menyatakan bahwa Presiden telah mengintruksikan kepada Mendagri, Menkeu, BUMN, Kepala BPN, Gubernur dan BupatiWalikota untuk mengambil langkah-
langkah : a.
Menyelesaikan kasus pertanahan yang timbul dengan prinsip musyawarah, berkeadilan dan memperhatikan dan memperhatikan ketentuan perundang-
undangan yang berlaku; b.
Tidak melakukan intervensi dalam bentuk apapun atas atas sengketa tanah yang sedang dalam proses pengadilan;
c. Membangun Bank Data Pertanahan Nasional dengan mengembangkan sistem
informasi dan manajemen pertanahan nasional sesuai Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003.
63
63
Elfachri Budiman, Op Cit, hal. 93.
Universitas Sumatera Utara
Namun disadari bahwa tidak semua masalah pertanahan dapat diselesaikan secara musyawarah-mufakat, tergantung kemauan dan kesadaran para pihak, apalagi
kebebasan untuk memilih penyelesaian masalah adalah hak asasi setiap orang. Pada dasarnya yang lazim dipraktekkan oleh BPN adalah diupayakan terlebih dahulu
melalui musyawarah mufakat sebagai suatu penyelesaian masalah yang paling bijaksana, dan sedapat mungkin memenuhi 3 tiga unsur penegakan hukum, yaitu :
kepastian, keadilan dan kemanfaatan. Bila tidak tercapai kesepakatan, maka pengadilan menjadi benteng terakhir untuk penyelesaian masalah pertanahan.
Berdasarkan Pasal 53 ayat 1 Undang-undang Peradilan Tata Usaha Negara menyatakan bahwa setiap orang atau badan hukum perdata yang merasa
kepentingannya dirugikan karena dikeluarkan atau tidak dikeluarkannya suatu sertifikat hak atau surat keputusan pemberian hak atas tanah oleh badan atau pejabat
kantor pertanahan dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara dan gugatan tersebut harus diajukan dalam bentuk tertulis.
64
Alasan-alasan yang dapat digunakan dalam gugatan untuk menyatakan batal surat keputusan yang diterbitkan oleh Pejabat Kantor Pertanahan adalah sesuai
dengan Pasal 53 ayat 2 huruf a, yakni : a.
Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
b. Sewenang-wenang Pasal 53 ayat 2 sub c;
64
Indroharto, Op Cit, hal. 293.
Universitas Sumatera Utara
c. Melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik
Pada sengketa pertanahan yang menjadi kompetensi peradilan Tata Usaha Negara adalah meliputi :
2. Perihal Objectum Litis Objek yang disengetakan dalam gugatan;