Dr. Faisal Akbar Nasution, SH, M.Hum 3. Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, M.Hum Secara Teoritis Secara Praktis Kerangka Teori

Telah diuji pada Tanggal 31 Agustus 2009 PANITIA PENGUJI TESIS Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN Anggota : 1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum

2. Dr. Faisal Akbar Nasution, SH, M.Hum 3. Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, M.Hum

4. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum

Universitas Sumatera Utara ABSTRAK Secara konvensional penyelesaian sengketa tanah biasanya dilakukan secara litigasi atau penyelesaian sengketa di depan pengadilan. Didalam praktek penyelesaian sengketa pertanahan menimbulkan permasalahan dalam hal mengadili sengketa tanah apakah termasuk kompetensi absolutwewenang Pengadilan Tata Usaha Negara atau wewenang Peradilan Umum, kondisi ini menyebabkan sering terjadinya putusan pengadilan yang menolak dan menyatakan permohonan gugatan penggugat tidak dapat diterima dimana dalam pertimbangan hukumnya didasarkan kepada kewenangan mengadili sehingga merugikan pihak yang berselisih khususnya bagi pihak yang menggugat sengketa tanah tersebut, dan permasalahan selanjutnya adalah tidak bisanya dilakukan eksekusi terhadap putusan Peradilan Tata Usaha Negara sehingga memperlambat proses penegakan hukum untuk menuntut hak yang dimilikinya yang akhirnya menimbulkan keresahan dan kebingungan di masyarakat, sehingga akhirnya Kondisi ini menimbulkan asumsi dari masyarakat bahwa putusan Pengadilan Tata Usaha Negara sebagai Macan Ompong. Permasalahan dalam penulisan tesis ini adalah untuk menjelaskan Bagaimana ruang lingkup sengketa pertanahan yang menjadi kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara menurut asas peradilan yang dianut di Indonesia, dan Bagaimana pelaksanaan putusan Peradilan Tata Usaha Negara dalam penyelesaian sengketa tanah. Bahwa kewenangan mengadili kompetensi absolut antara Peradilan Tata Usaha Negara dan Peradilan Umum dalam memeriksa, memutus dan menyelesaikan suatu sengketa pertanahan tersebut ditentukan dari objectum litis fundamentum petendi pokok sengketanya yang bertujuan untuk pembatalan surat keputusan pemberian hak atas tanah atau sertifikat hak atas tanah atau keputusan yang berisikan penolakan atau permohonan untuk memperoleh sertifikat hak atas tanah yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan atau oleh Kepala Kantor Pertanahan KabupatenKotamadya. Pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara yang telah diputus dan mempunyai kekuatan hukum tidak dieksekusi oleh Pengadilan Tata Usaha Negara karena bukan sebagai eksekutor pelaksana putusan tetapi hanya sebagai pengawas pelaksanaan putusan, sedangkan yang berkewajiban sebagai eksekutorpelaksana penetapan adalah pejabat publik itu sendiri. Oleh karena itu untuk mengatasi permasalahan dalam melaksanakan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara tersebut diperlukan terobosan hukum, persepsi, pola pikir dan mengubah perilaku yang dilakukan dengan menumbuh kembangkan nilai-nilai budaya kerja sesuai dengan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, yaitu dengan cara Peningkatan Kinerja Aparatur Baik Secara Individu dan Secara Nasional dalam Melaksanakan Tugas dan Tanggungjawab, Prosedur Secara Normatif dan Penangguhan Pelaksanaan Petugas Pengadilan Tata Usaha Negara, Upaya Pemberdayaan Pejabat Tata Usaha Negara, Kebijakan dan Strategi Pendayagunaan Pejabat Tata Usaha Negara, AAUPB Sebagai Alat Penguji Keabsahan dan Alat Universitas Sumatera Utara Untuk Membatalkan Keputusan Tata Usaha Negara, Lembaga Juru Sita, Penerapan Eksekusi Putusan berupa Pembayaran sejumlah uang Paksa Dwangsom, Penjatuhan Sanksi Administrasi dan Penjatuhan Sanksi Publikasi di Media Massa. Agar kedepannya dirumuskan oleh pembuat undang-undang bahwa dalam setiap penyelesaian sengketa pertanahan yang mengandung aspek hukum tata usaha negara dan hukum perdata keseluruhannya merupakan kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara sebagai lembaga yang monolostik dalam memeriksa, memutus dan menyelesaikan suatu sengketa pertanahan, hal ini diperlukan untuk mendapatkan kebenaran materil yang memberikan perlindungan hukum kepada orang atau badan hukum perdata guna mendapatkan keadilan dan kepastian hukum. Agar Hakim Peradilan Tata Usaha Negara dalam memeriksa, memutus dan menyelesaikan suatu sengketa pertanahan didasarkan kepada asas pemeriksaan cepat, sederhana dan biaya ringan serta asas kepastian hukum, dan kepada aparat penegakan hukum Pejabat Tata Usaha Negara dalam menjalankan tugas dan tanggungjawabnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga dalam pelaksanaan putusa Peradilan Tata Usaha Negara dapat berjalan dengan baik, dan khusus tentang pelaksana putusan Dwangsom agar Mahkamah Agung RI membuat peraturan untuk mengisi kekosongan hukum acara Peradilan Tata Usaha Negara yang mengatur tentang uang paksa dwangsom. Kata Kunci : Kompetensi, Peradilan Tata Usaha Negara, Sengketa Tanah Universitas Sumatera Utara ABSTRACT Conventional settlement of land disputes is commonly conducted through litigation or court of law. In practice, the settlement of land dispute results in a problem in terms of which institution that has the authorityabsolute competence to try the land dispute, Pengadilan Tata Usaha Negara Public Administration Court or Peradilan Umum Public Court. This condition always results in a court decision which refuses and states that the claim of application filed by the plaintiff cannot be trying, this action inflicts loss to the parties involved in the dispute especially the plaintiff. The other problem is that the execution based on the decision of Peradilan Tata Usaha Negara cannot be done that it slows down the procces of law enforcement to claim the right owned by the plaintiff. This condition eventually creates social unrest and confussion that the community assumes that the decision of Peradilan Tata Usaha Negara is powerless. The purpose of this study is to describe the scope of land dispute under authoritycompetence of Peradilan Tata Usaha Negara based on the principle of judgement practiced in Indonesia and how the decision of Peradilan Tata Usaha Negara is implemented in settling land dispute. The result of this shows that the authority absolute competence between Peradilan Tata Usaha Negara and Peradilan Umum in investigating, deciding, and settling a land dispute is determined based on objectum litis fundamentum petendi its main matter intended to revoke the decree of granting right to land or the certificate of right to land or the decree of refusing or applying to get a certificate of right to land issued by the Head of the Regional Office of Land Board or the Head of DistrictMunicipality Land Office. The implementation of the decision of Tata Usaha Negara which has been decided and has a legal power is not executed by Pengadilan Tata Usaha Negara because Pengadilan Tata Usaha Negara is not the executor decision implementer but only a caretaker of the decision implementation while the public officer pejabat public himself is the one who has the duty to executeimplement the decision. Therefore, to overcome the problem implementing the decision of Pengadilan Tata Usaha Negara, a breakthrough in law, perception, and mindset and a change of behavior by cultivating the values of work cultureethos based on the science and technology development are needed and all of these can be implemented through the improvement of the individual or nation performance of state apparatuses in implementing their duty and responsibility, the normative procedure and delaying the implementation of Pengadilan TataUsaha Negara officers, the attempt to empower the Tata Usaha Negara officers, the policy and strategy to make the Tata Usaha Negara officers efficient, the use of AAUPB as a tool of eligibitytest and a tool to revoke the decision of Tata Usaha Negara, the consfication institution, the application of decision execution in the form of dwangsom payment, giving the administrative sanction, and publication sanction in mass media. Universitas Sumatera Utara It is suggested that, in the future, the law makers should formulate that in each settlement of land dispute containing all of the aspects of state administration law and civil law is under the authoritycompetence of Peradilan Tata Usaha Negara as a monolistic institution in investigating, deciding, and settling a land dispute. This is important to get a material evidence that can provide a legal protection for an individual or civil corporate body to get a justice and legal certainly. In investigating, deciding, and settling a land dispute, the judge of Peradilan Tata Usaha Negara should do it based on the principle of quick, simple and low lost investigation and the principle of legal certainly. In implementing their duty and responsibility, the law upholdersdthe officers of Tata Usaha Negara should do it based on the existing legislation that the implementation of the decision of Peradilan Tata Usaha Negara can go well. The Supreme Court of the Republic of Indonesia should immendiately materializethe the implementation of decision especially the one related to Article 119 of Law No.92004 by issuing its Immplementation Regulation. Key words: Competence, Public Administrative, Land Dispute Universitas Sumatera Utara KATA PENGANTAR Salam sejahtera Bagi Kita Semua Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena dengan rahmat dan karunia-Nya laporan penelitian berbentuk tesis yang berjudul “Analisis Terhadap Kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara Dalam Penyelesaian Sengketa Tanah”dapat diselesaikan. Tesis ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Hukum pada Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Tesis ini merupakan upaya akademis untuk mengkaji dan menganalisa persoalan-persoalan yang berkaitan dengan kompetensi peradilan, khususnya terhadap Peradilan Tata Usaha Negara dalam menyelesaikan sengketa dibidang pertanahan. Secara jujur dan rendah hati, peneliti mengakui betapa penyusunan tesis tidak terlepas dari bimbingan, bantuan, dorongan dari banyak pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini degan setulus hati diucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada yang terhormat: 1. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, SH. MH. Selaku Ketua Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara 2. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN. Selaku Ketua Pembimbing, Bapak Prof. Runtung Sitepu, SH. M.Hum. Selaku Anggota Pembimbing, Bapak Dr. Faisal Akbar Nasution, SH, M.Hum Selaku Anggota Pembimbing yang Universitas Sumatera Utara senantiasa bersedia setiap waktu memberikan bimbingan, menampung dan memberikan solusi terhadap masalah-masalah yang peneliti hadapi dalam proses penyelesaian tesis ini. 3. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan banyak pengetahuan kepada peneliti dan mengubah wawasan peneliti dalam bidang ilmu pengetahuan hukum yang menjadi bekal dalam penyusunan tesis ini. 4. Seluruh Staff Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang selama ini senantiasa membantu peneliti dalam mengikuti studi dari segi admnistrasi dan informasi. 5. Rekan Ketua Pengadilan TUN Medan yang telah memberikan izin, dukungan dan motivasi sehingga peneliti dapat mengikuti studi di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan menyelesaikan penulisan tesis ini. 6. Suami tercinta beserta anak-anak tersayang peneliti dan seluruh keluarga besar yang senantiasa memberikan dukungan dan doa pada peneliti dalam mengikuti studi dan menyelesaikan penyusunan tesis ini. 7. Teman-teman Mahasiswa Kelas Eksekutif Angkatan 2007 Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan, perhatian dan kerjasama yang baik selama ini. Universitas Sumatera Utara Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini jauh dari sempurna, oleh karena itu peneliti sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak. Harapan peneliti, semua hasil penelitian tesis ini berguna baik secara teoritis maupun praktis. Medan, Agustus 2009 Peneliti, NURNAENI MANURUNG Universitas Sumatera Utara RIWAYAT HIDUP Nama : Nurnaeni Manurung TempatTanggal Lahir : Balige, 15 April 1957 Jenis Kelamin : Wanita Agama : Kristen Protestan Pekerjaan Jabatan : PTTUN Medan Hakim Tinggi Alamat : Jalan. Lizardi Putra No. 1 Medan Tuntungan Pendidikan : SD Negeri 7 Balige Tamat Tahun 1970 SLTP Budi Darma Katolik Balige Tamat Tahun 1973 SLTA Katolik Bersubsidi Bintang Timur Balige Tamat Tahun 1976 Strata Satu S1 Universitas Katolik Parahyangan Tamat Tahun 1985 Strata Dua S2 Sekolah Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara Tamat Tahun 2009 Universitas Sumatera Utara DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK …………………………………………………………………. i ABSTRACT ………………………………………………………………… iii KATA PENGANTAR ……………………………………………………… v RIWAYAT HIDUP …………………………………………………………. viii DAFTAR ISI ………………………………………………………………… ix BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………. 1 A. Latar Belakang …………………………………………………….. 1 B. Permasalahan ………………………………………………………. 13 C. Tujuan Penelitian …………………………………………………... 14 D. Manfaat Penelitian …………………………………………………. 14 E. Keaslian Penelitian ………………………………………………… 15 F. Kerangka Teori dan Konsepsi …………………………………….. 16 G. Metode Penelitian ………………………………………………… 24 BAB II KEDUDUKAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA DAN SISTEM PERTANAHAN DI INDONESIA ………………. 28 A. Kedudukan Peradilan Tata Usaha Negara Di Indonesia …………. 28 1. Hukum Tata Usaha Negara dan Peradilan Tata Usaha Negara ... 28 2. Tujuan dibentuknya Peradilan Tata Usaha Negara ……………. 30 3. Pengertian Pejabat Het Ambt dan Pejabat Tata Usaha Negara …………………………………………………………. 34 4. Aktivitas Publik Pejabat Tata Usaha Negara ………………….. 48 B. Kedudukan Sistem Pertanahan Di Indonesia ……………………. 51 C. Implementasi Asas Pemeriksaan Cepat, Sederhana dan Biaya Ringan Pada Pengadilan Tata Usaha Negara …………………… 76 Universitas Sumatera Utara BAB III RUANG LINGKUP SENGKETA PERTANAHAN YANG MENJADI KOMPETENSI PERADILAN TATA USAHA NEGARA ……………………………………….. 79 A. Kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara Dalam Penyelesaian Sengketa Pertanahan …………………………… 79 1. Perihal Objectum Litis Objek yang disengetakan dalam gugatan ……………………………………………. 85 2. Perihal Petitum Dalam Gugatan .......................................... 88 3. Perihal Hak Atas Tanah dan Penerbitan Sertifikat Hak Atas Tanah …………………………………………… 91 BAB IV PELAKSANAAN PUTUSAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TANAH ……………………………………………. 94 A. Proses Penyelesaian Sengketa Pertanahan di Peradilan Tata Usaha Negara ……………………………………………. 94 B. Pelaksanaan Putusan Peradilan Tata Usaha Negara Dalam Penyelesaian Sengketa Tanah ………………………………… 108 C. Analisis Kasus ………………………………………………… 137 1. Duduk Perkara ……………………………………………… 137 2. Analisis Putusan ……………………………………………. 141 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………… 144 A. Kesimpulan …………………………………………………….. 144 B. Saran …………………………………………………………… 146 DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………… 147 Universitas Sumatera Utara ABSTRAK Secara konvensional penyelesaian sengketa tanah biasanya dilakukan secara litigasi atau penyelesaian sengketa di depan pengadilan. Didalam praktek penyelesaian sengketa pertanahan menimbulkan permasalahan dalam hal mengadili sengketa tanah apakah termasuk kompetensi absolutwewenang Pengadilan Tata Usaha Negara atau wewenang Peradilan Umum, kondisi ini menyebabkan sering terjadinya putusan pengadilan yang menolak dan menyatakan permohonan gugatan penggugat tidak dapat diterima dimana dalam pertimbangan hukumnya didasarkan kepada kewenangan mengadili sehingga merugikan pihak yang berselisih khususnya bagi pihak yang menggugat sengketa tanah tersebut, dan permasalahan selanjutnya adalah tidak bisanya dilakukan eksekusi terhadap putusan Peradilan Tata Usaha Negara sehingga memperlambat proses penegakan hukum untuk menuntut hak yang dimilikinya yang akhirnya menimbulkan keresahan dan kebingungan di masyarakat, sehingga akhirnya Kondisi ini menimbulkan asumsi dari masyarakat bahwa putusan Pengadilan Tata Usaha Negara sebagai Macan Ompong. Permasalahan dalam penulisan tesis ini adalah untuk menjelaskan Bagaimana ruang lingkup sengketa pertanahan yang menjadi kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara menurut asas peradilan yang dianut di Indonesia, dan Bagaimana pelaksanaan putusan Peradilan Tata Usaha Negara dalam penyelesaian sengketa tanah. Bahwa kewenangan mengadili kompetensi absolut antara Peradilan Tata Usaha Negara dan Peradilan Umum dalam memeriksa, memutus dan menyelesaikan suatu sengketa pertanahan tersebut ditentukan dari objectum litis fundamentum petendi pokok sengketanya yang bertujuan untuk pembatalan surat keputusan pemberian hak atas tanah atau sertifikat hak atas tanah atau keputusan yang berisikan penolakan atau permohonan untuk memperoleh sertifikat hak atas tanah yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan atau oleh Kepala Kantor Pertanahan KabupatenKotamadya. Pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara yang telah diputus dan mempunyai kekuatan hukum tidak dieksekusi oleh Pengadilan Tata Usaha Negara karena bukan sebagai eksekutor pelaksana putusan tetapi hanya sebagai pengawas pelaksanaan putusan, sedangkan yang berkewajiban sebagai eksekutorpelaksana penetapan adalah pejabat publik itu sendiri. Oleh karena itu untuk mengatasi permasalahan dalam melaksanakan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara tersebut diperlukan terobosan hukum, persepsi, pola pikir dan mengubah perilaku yang dilakukan dengan menumbuh kembangkan nilai-nilai budaya kerja sesuai dengan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, yaitu dengan cara Peningkatan Kinerja Aparatur Baik Secara Individu dan Secara Nasional dalam Melaksanakan Tugas dan Tanggungjawab, Prosedur Secara Normatif dan Penangguhan Pelaksanaan Petugas Pengadilan Tata Usaha Negara, Upaya Pemberdayaan Pejabat Tata Usaha Negara, Kebijakan dan Strategi Pendayagunaan Pejabat Tata Usaha Negara, AAUPB Sebagai Alat Penguji Keabsahan dan Alat Universitas Sumatera Utara Untuk Membatalkan Keputusan Tata Usaha Negara, Lembaga Juru Sita, Penerapan Eksekusi Putusan berupa Pembayaran sejumlah uang Paksa Dwangsom, Penjatuhan Sanksi Administrasi dan Penjatuhan Sanksi Publikasi di Media Massa. Agar kedepannya dirumuskan oleh pembuat undang-undang bahwa dalam setiap penyelesaian sengketa pertanahan yang mengandung aspek hukum tata usaha negara dan hukum perdata keseluruhannya merupakan kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara sebagai lembaga yang monolostik dalam memeriksa, memutus dan menyelesaikan suatu sengketa pertanahan, hal ini diperlukan untuk mendapatkan kebenaran materil yang memberikan perlindungan hukum kepada orang atau badan hukum perdata guna mendapatkan keadilan dan kepastian hukum. Agar Hakim Peradilan Tata Usaha Negara dalam memeriksa, memutus dan menyelesaikan suatu sengketa pertanahan didasarkan kepada asas pemeriksaan cepat, sederhana dan biaya ringan serta asas kepastian hukum, dan kepada aparat penegakan hukum Pejabat Tata Usaha Negara dalam menjalankan tugas dan tanggungjawabnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga dalam pelaksanaan putusa Peradilan Tata Usaha Negara dapat berjalan dengan baik, dan khusus tentang pelaksana putusan Dwangsom agar Mahkamah Agung RI membuat peraturan untuk mengisi kekosongan hukum acara Peradilan Tata Usaha Negara yang mengatur tentang uang paksa dwangsom. Kata Kunci : Kompetensi, Peradilan Tata Usaha Negara, Sengketa Tanah Universitas Sumatera Utara ABSTRACT Conventional settlement of land disputes is commonly conducted through litigation or court of law. In practice, the settlement of land dispute results in a problem in terms of which institution that has the authorityabsolute competence to try the land dispute, Pengadilan Tata Usaha Negara Public Administration Court or Peradilan Umum Public Court. This condition always results in a court decision which refuses and states that the claim of application filed by the plaintiff cannot be trying, this action inflicts loss to the parties involved in the dispute especially the plaintiff. The other problem is that the execution based on the decision of Peradilan Tata Usaha Negara cannot be done that it slows down the procces of law enforcement to claim the right owned by the plaintiff. This condition eventually creates social unrest and confussion that the community assumes that the decision of Peradilan Tata Usaha Negara is powerless. The purpose of this study is to describe the scope of land dispute under authoritycompetence of Peradilan Tata Usaha Negara based on the principle of judgement practiced in Indonesia and how the decision of Peradilan Tata Usaha Negara is implemented in settling land dispute. The result of this shows that the authority absolute competence between Peradilan Tata Usaha Negara and Peradilan Umum in investigating, deciding, and settling a land dispute is determined based on objectum litis fundamentum petendi its main matter intended to revoke the decree of granting right to land or the certificate of right to land or the decree of refusing or applying to get a certificate of right to land issued by the Head of the Regional Office of Land Board or the Head of DistrictMunicipality Land Office. The implementation of the decision of Tata Usaha Negara which has been decided and has a legal power is not executed by Pengadilan Tata Usaha Negara because Pengadilan Tata Usaha Negara is not the executor decision implementer but only a caretaker of the decision implementation while the public officer pejabat public himself is the one who has the duty to executeimplement the decision. Therefore, to overcome the problem implementing the decision of Pengadilan Tata Usaha Negara, a breakthrough in law, perception, and mindset and a change of behavior by cultivating the values of work cultureethos based on the science and technology development are needed and all of these can be implemented through the improvement of the individual or nation performance of state apparatuses in implementing their duty and responsibility, the normative procedure and delaying the implementation of Pengadilan TataUsaha Negara officers, the attempt to empower the Tata Usaha Negara officers, the policy and strategy to make the Tata Usaha Negara officers efficient, the use of AAUPB as a tool of eligibitytest and a tool to revoke the decision of Tata Usaha Negara, the consfication institution, the application of decision execution in the form of dwangsom payment, giving the administrative sanction, and publication sanction in mass media. Universitas Sumatera Utara It is suggested that, in the future, the law makers should formulate that in each settlement of land dispute containing all of the aspects of state administration law and civil law is under the authoritycompetence of Peradilan Tata Usaha Negara as a monolistic institution in investigating, deciding, and settling a land dispute. This is important to get a material evidence that can provide a legal protection for an individual or civil corporate body to get a justice and legal certainly. In investigating, deciding, and settling a land dispute, the judge of Peradilan Tata Usaha Negara should do it based on the principle of quick, simple and low lost investigation and the principle of legal certainly. In implementing their duty and responsibility, the law upholdersdthe officers of Tata Usaha Negara should do it based on the existing legislation that the implementation of the decision of Peradilan Tata Usaha Negara can go well. The Supreme Court of the Republic of Indonesia should immendiately materializethe the implementation of decision especially the one related to Article 119 of Law No.92004 by issuing its Immplementation Regulation. Key words: Competence, Public Administrative, Land Dispute Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 dinyatakan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. 1 Dalam negara hukum, setiap tindakan pemerintah dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan atau dalam rangka merealisir tujuan negara harus memiliki dasar hukum atau dasar kewenangan. Dalam kepustakaan Hukum Tata Usaha Negara, setiap aktifitas pemerintah harus berdasarkan hukum dikenal dengan istilah asas legalitas legaliteitsbeginsel atau wetmatigheid van bestuur, artinya setiap aktifitas pemerintah harus memiliki dasar pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tanpa adanya dasar wewenang yang diberikan oleh suatu peraturan perundang-undangan yang berlaku tersebut maka aparat pemerintah tidak memiliki wewenang yang dapat mempengaruhi atau mengubah keadaan atau posisi hukum warga masyarakatnya. 2 Asas legalitas menjadi sendi utama dalam suatu negara hukum, akan tetapi keberadaan asas legalitas bukan tanpa masalah. Sebab sering terjadi kesenjangan antara perubahan masyarakat yang cepat dengan peraturan perundang-undangan tertentu. Seringkali pemerintah dituntut untuk memberikan pelayanan maksimal terhadap masyarakat, sementara peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar 1 Pasal 1 ayat 3 UUD 1945, tersebut merupakan pasal tambahan sesuai dengan Perubahan Ketiga UUD 1945 tahun 2001. 2 Indriharto, Usaha Memahami Undang-undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Jakarta : Sinar Harapan, 1993, hal. 83. Universitas Sumatera Utara bagi tindakan pemerintahan tersebut belum ada. Menurut Bagir Manan bahwa ketentuan tertulis written rule atau hukum tertulis written low peraturan perundang-undangan mempunyai jangkauan yang terbatas, sekedar “moment opname” dari unsur-unsur politik, ekonomi, sosial, budaya dan hankam yang paling berpengaruh pada saat pembentukan, karena itu mudah sekali Out of Date bila dibandingkan dengan perubahan masyarakat yang semakin cepat atau dipercepat. 3 Oleh karena itu, dalam kondisi tertentu dapat terjadi kontradiksi internal bagi pemerintah. Disatu sisi pemerintah dituntut untuk memberikan pelayanan umum bagi masyarakat yang berkembang pesat, disisi lain pemerintah harus memiliki dasar hukum dalam melakukan tindakan, dimana aparat pemerintah yang tidak memiliki wewenang yang dapat mempengaruhi negara hukum harus memiliki syarat-syarat essensial, seperti kondisi-kondisi minimum dari suatu sistem hukum dimana hak-hak manusia dan human dignity dihormati. 4 Langgengnya suatu negara hukum, maka penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia ditandai dengan pencantumannya dalam konstitusi. Pemerintah harus memegang teguh konstitusi dan menjalankan segala undang-undang serta peraturan pelaksanaannya dengan benar dan bersama masyarakat menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan tersebut. 5 3 Bagir Manan, Peranan Hukum Administrasi Negara Dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Ujung Pandang : FH- Universitas Hasanuddin, 1996, Makalah pada Penataran Nasional Hukum Administrasi Negara, hal. 2. 4 Ismail Sunny, Mekanisme Demokrasi Pancasila, Jakarta : Aksara Baru, 1979, hal. 11. 5 Elfachri Budiman, Peradilan Agraria Solusi Alternatif Sengketa Agraria, Jurnal Hukum, Medan : Sekolah Pascasarjana USU, 1995, hal. 92. Universitas Sumatera Utara Makna negara hukum adalah apabila segala aktivitas kenegaraan dari lembaga-lembaga negara maupun aktivitas kemasyarakatan dari seluruh warga negara didasarkan pada hukum, yang berarti pengaturan tata kehidupan seluruh warga negara harus dibingkai oleh hukum. Oleh karena itu hukum harus dijadikan sebagai panglima dan menempatkan bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan berada dan tunduk kepada hukum. 6 Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Dalam hal ini kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum menuntut, antara lain bahwa lalu lintas hukum dalam kehidupan masyarakat memerlukan adanya alat bukti yang menentukan dengan jelas hak dan kewajiban seseorang sebagai subjek hukum dalam masyarakat. Sebagai jaminan adanya kepastian hukum dalam setiap kebijaksanaan administrasi negara harus dituangkan dalam suatu peraturan perundang-undangan yang berwujud suatu ketetapan. Namun dalam kenyataannya sering terjadi bahwa ketetapan yang dikeluarkan administrasi negara dianggap bertentangan dengan hukum atau merugikan kepentingan warga negara atau badan hukum perdata, akibatnya, perlindungan hukum dan keadilan yang diberikan kepada masyarakat adalah dengan menggugat badan atau pejabat administrasi negara yang mengeluarkan ketetapan itu di muka pengadilan. 7 6 Ibid 7 Supandi, Karakteristik dan Asas-asas Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara serta perbedaannya dengan Hukum Acara Perdata, Makalah, Jakarta : LPP-HAN, 2004, hal. 2. Universitas Sumatera Utara Negara hukum merupakan salah satu tekad pemerintah sebagai konsekuensi logis untuk melaksanakan pembangunan nasional dan sebagai salah satu sarana penegakan keadilan bagi anggota masyarakat. Pembangunan dan pembinaan bidang hukum seperti ditetapkan dalam beberapa ketetapan MPR diarahkan agar hukum mampu memenuhi kebutuhan sesuai dengan tingkat kemajuan pembangunan disegala bidang, sehingga dapat diciptakan ketertiban dan kepastian hukum bagi proses pelaksanaan pembangunan buat kepentingan masyarakat. Salah satu usaha pemerintah untuk menjamin perlindungan keadilan bagi anggota masyarakat ialah dengan cara diwujudkan Peradilan Tata Usaha Negara berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 yang diundangkan pada tanggal 29 Desember 1986, yang kemudian diubah dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 2004. Perwujudan dan penyempurnaan Peradilan Tata Usaha Negara ini dimaksudkan bukan hanya untuk perlindungan serta kepastian hukum bagi anggota masyarakat, tetapi untuk kepentingan administrasi negara agar mendapatkan tempat secara wajar sehingga benturan yang timbul akibat keputusan administrasi negara mendapat penyelesaian yang adil dan menyatu. 8 Kemudian salah satu bidang yang mengatur tata kehidupan warga negara yang juga tunduk pada hukum adalah bidang PertanahanAgraria. Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 dan dijabarkan dalam Undang-Undang Pokok Agraria selanjutnya disebut UUPA telah mengatur masalah pertanahan di Indonesia sebagai salah satu 8 Edy Purnama, Upaya Hukum Pihak Ketiga terhadap Keputusan Peradilan Tata Usaha Negara dan Proses Pemeriksaannya, Kamus Jurnal Hukum Nomor 20 : FH-Unsyiah NAD, 1998, 47. Universitas Sumatera Utara peraturan yang harus dipatuhi. Salan satu tujuan pembentukan UUPA adalah meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi seluruh rakyat, yakni melalui kegiatan pendaftaran tanah untuk seluruh wilayah Indonesia yang produknya adalah pemberian alat bukti kepemilikan hak atas tanahsertifikat hak milik atas tanah. Mengingat demikian besarnya peranan tanah dalam kehidupan sosial, ekonomi, politik serta pengaruhnya terhadap laju atau lambannya suatu proses pembangunan maka diperlukan peraturan yang mampu menjamin hak-hak seseorang danatau badan hukum terhadap tanah atas miliknya. 9 Namun kenyataannya, landasan yuridis yang mengatur masalah pertanahan tidak sepenuhnya dilaksanakan secara konsekuen dengan berbagai alasan, sehingga menimbulkan masalahsengketa pertanahan. Sumber masalahsengketa pertanahan yang ada sekarang antara lain disebabkan : 1. Pemilikan atau penguasaan tanah yang tidak seimbang dan tidak merata; 2. Ketidakserasian penggunaan tanah pertanian dan tanah non pertanian; 3. Kurangnya keberpihakan kepada masyarakat golongan ekonomi lemah; 4. Kurangnya pengakuan terhadap hak-hak masyarakat hukum adat atas tanah hak ulayat; 9 Eddy Pranjoto, Antinomi Norma Hukum Pembatalan Pemberian Hak Atas Tanah Oleh Peradilan Tata Usaha Negara dan Badan Pertanahan Nasional, Bandung : CV. Utomo, 2006, hal. 9. Universitas Sumatera Utara 5. Lemahnya posisi tawar masyarakat pemegang hak atas tanah dalam pembebasan tanah. 10 Permasalahan tersebut di atas memaksa masyarakat untuk mengajukan penyelesaian sengketa tanah yang dialami melalui lembaga peradilan baik peradilan umum maupun Peradilan Tata Usaha Negara. Sedangkan masalah pertanahan yang terjadi akibat konflik struktural karena kebijakan pemerintah di masa lalu dapat diselesaikan melalui suatu komisi atau badan peradilan khusus yang dibentuk dengan undang-undang. Penyelesaian sengketa pertanahan dengan pendekatan hukum pada dasarnya kembali didasarkan pada peraturan perundangan yang berlaku, maksudnya semua penyelesaian masalah pertanahan dilakukan dengan menggunakan pendekatan secara yuridis dengan terlebih dahulu diupayakan dengan musyawarah mufakat. Penyelesaian sengketa pertanahan dengan pendekatan hukum hanya dapat dilakukan apabila peraturan perundang-undangan tersebut dilakukan secara efektif atau dengan kata lain dilakukan penegakan hukum law enforcement secara konsekuen, yaitu penegakan hukum dengan memperhatikan unsur kepastian hukum rechtssiccheit, kemanfaatan zweckmassigheit dan keadilan gerechtigheid. 11 Secara konvensional penyelesaian sengketa tanah biasanya dilakukan secara litigasi atau penyelesaian sengketa di depan pengadilan. Peradilan merupakan 10 Lutfi I Nasution, Menuju Keadilan Agraria 70 Tahun Gunawan Wiradi, Bandung : Salatiga Bandung, 2002, hal. 217. 11 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Suatu Pengantar, Yogyakarta : Liberty, 1996, hal. 140. Universitas Sumatera Utara tumpuan harapan bagi pencari keadilan untuk mendapatkan suatu keadilan yang memuaskan dalam suatu perkara. Dari pengadilan ini diharapkan suatu putusan yang tidak berat sebelah, karena itu jalan yang sebaiknya untuk mendapatkan penyelesaian suatu perkara dalam suatu negara hukum adalah melalui pengadilan. 12 Dalam penyelesaian sengketa tanah melalui jalur pengadilanlitigasi didasarkan kepada objek sengketa tanah, hal ini berkaitan dengan kewenangan untuk mengadili sengketa tanah apakah termasuk kepada kompetensikewenangan absolut Peradilan Umum atau Peradilan Tata Usaha Negara. Kewenangan absolut peradilanatribusi kompetensikewenangan attributie van rechtsmacht adalah menyangkut tentang pembagian wewenang antar badan- badan peradilan berdasarkan jenis lingkungan pengadilan, misalnya pembagian antara wewenang Peradilan Tata Usaha Negara dan Peradilan Umum. Menurut Thorbecke dan Buys ukuran untuk menentukan apakah suatu perkara merupakan wewenang Peradilan Tata Usaha Negara adalah tergantung dari pokok sengketanya objectum litis fundamentum petendi. Apabila hak yang tertindak itu berada dalam kerangka hukum publik, maka perkara tersebut merupakan kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara dan apabila berada dalam lapangan hukum perdata maka merupakan kewenangan absolut Peradilan Umum. 13 Kewenangan absolut Peradilan Tata Usaha Negara hanya sebatas mengadili sengketa yang berada dalam hukum publik, yaitu sengketa yang timbul akibat 12 Abdurrahman, Riduan Syahrani, Hukum dan Peradilan, Bandung : Alumni, 1987, hal. 63. 13 Djoko Prakoso, Peradilan Tata Usaha Negara, Yogyakarta : Litbang, 1983, hal. 23. Universitas Sumatera Utara perbuatan pemerintah dalam hukum publik yang bersifat ekstern yang bersegi satu dan bersifat konkrit, individual dan final yang tertuang dalam suatu keputusan Pejabat Tata Usaha Negara. 14 Pada dasarnya kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara memiliki kompetensi kewenangan absolut mengadili sengketa tata usaha Negara Pasal 47 UU Nomor 5 Tahun 1986. Menurut Pasal 1 butir 4 UU Nomor 5 Tahun 1986 Jo UU Nomor 9 Tahun 2004, sengketa tata usaha negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara, baik dipusat maupun di daerah sebagai akibat dikeluarkannya suatu keputusan tata usaha negara. Untuk menilai dan menentukan apakah suatu ketetapan yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat administrasi itu bertentangan dengan hukum atau tidak. Berdasarkan pengertian di atas maka terhadap sengketa tanah dapat diselesaikan penyelesaiannya ke Peradilan Tata Usaha Negara dalam hal mengenai pembatalan surat keputusan pemberian hak atas tanah atau sertifikat hak atas tanah atau keputusan yang berisikan penolakan atau permohonan untuk memperoleh sertifikat hak atas tanah yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan atau oleh Kepala Kantor Pertanahan KabupatenKotamadya. Sedangkan dalam hal pemeriksaan dan pemutusan tentang sengketa tanah yang mengandung aspek keperdataan yang berkaitan dengan perselisihan tentang hak 14 Indroharto, Op cit, hal. 85. Universitas Sumatera Utara milik atau hak-hak yang berasal dari milik, tentang tagihan atau hak-hak perdata semata-mata menjadi kompetensi kewenangan kekuasaan Pengadilan Umum. 15 Dengan demikian Peradilan Umum berwenang mengadili sengketa-sengketa pertanahan yang mengandung aspek keperdataan, misalnya kepemilikan atau penguasaan tanah secara melawan hukum, tindakan yang memperkosa hak milik atas tanah, perbuatan ingkar janji, jual-beli, sewa-menyewa, jaminan dan lain-lain hak atas tanah. Jika dilihat secara normatif maka sengketa pertanahan yang memiliki aspek hukum tata usaha negara dan aspek hukum perdata dapat diselesaikan secara dualistis oleh dua peradilan, hal ini disebabkan karena sengketa pertanahan dipandang sebagai sengketaperkara yang mempunyai karakter khususunik, karena adanya titik singgung kewenangan mengadili antara Peradilan Tata Usaha Negara dan Peradilan Umum. Namun dalam prakteknya kewenangan mengadili Pengadilan Tata Usaha Negara dan Pengadilan Umum menimbulkan permasalahan dalam pemeriksaan dan pemutusan sengketa pertanahan, sehingga konsekuensi logisnya adalah sering terjadinya putusan pengadilan yang menyatakan permohonan gugatan penggugat tidak dapat diterima atau ditolak dimana dalam pertimbangan hukumnya didasarkan kepada kewenangan mengadili sehingga merugikan pihak yang berselisih khususnya bagi pihak yang menggugat sengketa tanah tersebut, dan permasalahan selanjutnya 15 Baharuddin Lopa, Hamzah, Mengenal Peradlan Tata Usaha Negara, Jakarta : Sinargrafi, 1993, Hal. 22. Universitas Sumatera Utara adalah tidak bisanya dilakukan eksekusi terhadap putusan Peradilan Tata Usaha Negara sehingga memperlambat proses penegakan hukum untuk menuntut hak yang dimilikinya yang akhirnya menimbulkan keresahan dan kebingungan di masyarakat. Berdasarkan data yang diperoleh dari Pengadilan Tata Usaha Negara Medan bahwa sengketa tanah yang masuk tahun 2006 berjumlah 24 dua puluh empat perkara, tahun 2007 berjumlah 42 empat puluh dua perkara, tahun 2008 berjumlah 40 empat puluh perkara, dan sampai pada bulan maret berjumlah 14 empat belas perkara. Dari jumlah perkara tersebut membuktikan bahwa masalahsengketa tanah di kota Medan sangat marak. Dari sejumlah keputusan yang dikeluarkan oleh Pejabat Tata Usaha Negara ada kemungkinan diantaranya menimbulkan kerugian di pihak yang dikenakan keputusan, yaitu warga masyarakat. Kemungkinan ini dapat saja disebabkan pemerintah merasa mempunyai kedudukan yang lebih kuat terhadap rakyat yang dikuasainya, 16 sehingga dalam melaksanakan tugasnya melampui batas wewenang detournament de pouvoir atau salah menerapkan peraturan perundang-undangan abuse de droit. Untuk menilai dan menentukan apakah suatu ketetapan yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat administrasi itu bertentangan dengan hukum atau tidak diperlukan suatu badan yang dapat memberikan putusannya secara adil dan objektif, yang akhirnya dapat memutuskan apakah ketetapan yang dikeluarkan oleh badan atau 16 Rachmat Soemitro, Peradilan Tata Usaha Negara, Bandung : CV. Eresco, 1987, hal. 3. Universitas Sumatera Utara pejabat administrasi itu batal atau tidak sah dan bagi gugatan yang terbukti tidak berdasar hukum tentunya harus ditolak oleh pengadilan. Kemudian Peradilan Tata Usaha Negara belum sepenuhnya memenuhi harapan masyarakat pencari keadilan. Masih adanya putusan Peradilan Tata Usaha Negara yang tidak dipatuhi Pejabat TUN merupakan salah satu hal yang menyebabkan masyarakat masih pesimis terhadap eksistensi Lembaga Peradilan Tata Usaha Negara dan sebagai alasan utama penyebab dari timbulknya kerugian dimasyarakat. Salah satu permasalahan yang timbul di masyarakat adalah mengenai eksekusi atas putusan Peradilan Tata Usaha Negara, dimana eksekusi ini lebih cenderung hanya berdasarkan pada kesadaran. Pejabat Tata Usaha Negara atau dengan peneguran berjenjang secara hirarki floating form sebagaimana diatur dalam Pasal 116 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara ternyata tidak cukup efektif memaksa pejabat Tata Usaha Negara melaksanakan putusan Hakim Peradilan Tata Usaha Negara. Keputusan-keputusan Pejabat Tata Usaha Negara yang menimbulkan kerugian di pihak masyarakat, merupakan dasar sengketa antara pejabat dengan rakyat. Untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi maka pemerintah sudah menyediakan lembaga yang memiliki wewenang untuk itu, yaitu Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang telah di ubah menjadi Undang-undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Universitas Sumatera Utara Keberadaan lembaga Peradilan Tata Usaha Negara merupakan pelaksanaan Pasal 10 ayat 2 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman dahulu Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman, yang menyatakan bahwa peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung meliputi badan peradilan dalam lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara. Salah satu hal baru yang terdapat dari pemberlakukan Undang-undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara adalah pemberlakukan lembaga paksa berupa : uang paksa dwangsom astreinte dan sanksi administrasi serta publikasi putusan hakim yang diatur dalam Pasal 116 Undang-undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Pemberlakuan Dwangsom Uang Paksa dalam proses eksekusi sebenarnya adalah merupakan upaya tekanan secara psikologis, agar terhukum mau mematuhi atau melaksanakan hukuman pokok. Jadi uang paksa adalah merupakan suatu alat eksekusi secara tidak langsung, dan penerapannya di Peradilan Tata Usaha Negara menyangkut mengenai, jenis putusan apa saja yang dapat dikenai hukuman uang paksa, kepada siapa uang paksa dibebankan dan sejak kapan uang paksa tersebut diberlakukan, hal ini tentunya akan mengurangi pesimisme masyarakat pencari Universitas Sumatera Utara keadilan terhadap eksistensi Peradilan Tata Usaha Negara sebagai lembaga kontrol terhadap Pemerintah sekaligus sebagai perlindungan hukum bagi masyarakat. 17 Oleh karena itu Penulis mengambil penelitian untuk memberikan jawaban terhadap ruang lingkup dan pelaksanaan sengketa pertanahan yang menjadi kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara menurut asas peradilan yang dianut di Indonesia berdasarkan Undang-undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Hal inilah yang menjadi latar belakang bagi Penulis untuk melakukan penelitian dengan mengambil judul penelitian “Analisis Terhadap Kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara Dalam Penyelesaian Sengketa Tanah”.

B. Permasalahan

Berdasarkan pemikiran yang telah diuraikan dalam latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan diteliti dan dianalisis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana ruang lingkup sengketa pertanahan yang menjadi kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara menurut asas peradilan yang dianut di Indonesia ? 2. Bagaimana pelaksanaan putusan Peradilan Tata Usaha Negara dalam penyelesaian sengketa tanah ? 17 CST Cansil, Modul Hukum Administrasi Negara, Jakarta : PT. Pradnya Paramita, 2004, hal. 28. Universitas Sumatera Utara

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk memberikan gambaran maupun penjelasan tentang ruang lingkup pelaksanaan kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara menurut asas peradilan yang dianut di Indonesia setelah dikeluarkannya UU Peradilan TUN yang baru. 2. Untuk mengetahui dan memahami pelaksanaan putusan Peradilan Tata Usaha Negara dalam penyelesaian sengketa tanah.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Secara Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada pihak-pihak yang berkepentingan seperti Badan Pertanahan Nasional dan Lembaga Swadaya Masyarakat yang peduli mengenai permasalahan pertanahan dan kepada masyarakat agar mengetahui dan dapat mengambil langkah-langkah yang dianggap perlu dalam penyelesaian sengketa tanah. b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang hukum pertanahan, khususnya yang menyangkut mekanisme penyelesaian sengketa tanah dalam masyarakat.

2. Secara Praktis

Universitas Sumatera Utara a. Sebagai kajian hukum dan pedoman bagi pemerintah, lembaga peradilan dan lembaga pertanahan dalam menentukan kebijakan dan mengambil tindakan dalam menyelesaikan masalah pertanahan yang terjadi dalam masyarakat. b. Sebagai informasi bagi masyarakat untuk mengambil tindakan terhadap sengketa pertahanan yang terjadi di masyarakat.. c. Sebagai bahan kajian bagi akademisi, mahasiswa untuk menambah wawasan ilmu terutama dalam bidang hukum tanah.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran kepustakaan dalam lingkungan Universitas Sumatera Utara USU, penelitian tesis mengenai “Analisis Terhadap Kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara Dalam Penyelesaian Sengketa Tanah” belum pernah dilakukan dalam topik dan permasalahan yang sama. Objek kajian dalam penelitian ini merupakan suatu permasalahan yang belum mendapatkan kajian komprehensif dalam suatu penelitian ilmiah. Oleh karenanya, penelitian ini merupakan sesuatu yang baru dan asli sesuai dengan asas-asas keilmuan yang jujur, rasional, objektif dan terbuka, sehingga dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya secara ilmiah dan terbuka terhadap masukan dan kritik yang konstruktif terkait dengan data dan analisis dalam penelitian ini. Universitas Sumatera Utara

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Dalam penulisan tesis ini kerangka teori yang relevan dengan permasalahan yang diteliti sebagai pisau analisis adalah teori negara hukum. Secara teoritis, pengertian negara hukum sebagaimana yang dikemukakan oleh Mochtar Kusumaatmadja adalah kekuasaan tumbuh pada hukum dan semua orang tunduk kepada hukum. Sedangkan menurut Muhammad Yamin, Indonesia adalah Negara hukum rechstaat, government of low tempat keadilan tertulis berlaku, bukanlah negara polisi atau negara militer, tempat polisi dan prajurit memegang pemerintahan dan keadilan, bukanlah pula negara kekuasaan machstaat tempat tenaga senjata dan kekuatan badan melakukan sewenang-wenang. 18 Pemikiran atau konsepsi manusia tentang negara hukum juga lahir dan berkembang dalam situasi kesejarahan. Oleh karena itu, meskipun konsep negara hukum di anggap sebagai konsep universal, tetapi pada tataran implementasi ternyata memiliki karakteristik beragam. Hal ini karena pengaruh-pengaruh situasi kesejarahan dan juga disamping itu baik secara historis dan praktis konsep negara hukum muncul dalam berbagai model, seperti Negara hukum menurut konsep Eropah 18 Muhammad Yamin, Proklamasi dan Konstitusi Republik Indonesia, Jakarta : Ghalia, 1982, hal. 72 Universitas Sumatera Utara Kontinental yang dinamakan rechstaat, negara hukum menutup konsep Anglo Saxon rule of law, konsep socialist legality dan konsep negara hukum Pancasila. 19 Oleh karena itu berkaitan dengan keberadaan Peradilan Tata Usaha Negara dengan konsep negara hukum rechtstaat adalah sebagai landasan negara hukum yang melahirkan Peradilan Tata Usaha Negara. Menurut Stahl unsur-unsur negara hukum adalah sebagai berikut : 1. Perlindungan hak-hak asasi manusia; 2. Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak-hak itu; 3. Pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan; dan 4. Peradilan administrasi dalam perselisihan. 20 Salah satu persoalan pokok negara hukum adalah persoalan kekuasaan, utamanya persoalan kewenangan atau wewenang. Secara historis persoalan kekuasaan authority telah muncul sejak Plato, dimana Filosof Yunani tersebut menempatkan kekuasaan sebagai sarana untuk menegakkan hukum dan keadilan. Sejak itu hukum dan keadilan selalu dihadapkan pada kekuasaan dan hingga sekarang persoalan kekuasaan tetap merupakan persoalan klasik. 21 Kemudian dalam kepustakaan ilmu negara asal-usul kekuasaan selalu dihubungkan dengan kedaulatan soverregnity atau souvereinteit, kedaulatan merupakan sumber kekuasaan tertinggi bagi negara yang tidak berasal dan tidak 19 Tahir Azhary, Negara Hukum, Jakarta : Bulan Bintang, 1992, hal. 63. 20 Mariam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta : Gramedia, 1982, hal. 57-58. 21 S.F. Marbun, Peradilan Administrasi dan Upaya Administratif di Indonesia, Yogyakarta : UII Press, 2003, hal. 1. Universitas Sumatera Utara berada di bawah kekuasaan lain. Dalam catatan perjalanan sejarah ditemukan beberapa teori tentang kedaulatan, antara lain teori tuhan, kedaulatan raja, kedaulatan rakyat, kedaulatan negara dan kedaulatan hukum. Paul Scholten mengemukakan paham negara hukum, dengan membedakan tingkatan unsur-unsur negara hukum. Unsur yang dianggap penting disebut asas dan turunannya disebut dengan aspek. Unsur utama asas negara hukum paham Scholten adalah, a. Ada hak warga negara yang mengandung 2 dua aspek, yaitu : pertama, hak individu pada prinsipnya berada diluar wewenang negara, kedua, pembahasan terhadap hak tersebut hanyalah dengan ketentuan undang-undang, berupa peraturan yang berlaku umum, b. Adanya pemisahaan kekuasaan. Scholten, dengan mengikuti Mostesquieu mengemukakan 3 tiga kekuasaan negara yang harus dipisahkan satu sama lain, yaitu kekuasaan pembentuk undang-undang, kekuasaan melaksanakan undang-undang dan kekuasaan mengadili. Berdasarkan uraian di atas, bahwa konsep negara hukum atau negara berdasarkan atas hukum rechtstaat atau the rule of law yang mengandung prinsip- prinsip asas legalitas, asas pemisahan kekuasaan dan asas kekuasaan kehakiman yang merdeka, semuanya bertujuan untuk mengendalikan negara atau pemerintah dari kemungkinan bertindak sewenang-wenang atau penyalahgunaan kekuasaan. Dalam pengertian konsep hukum, negara atau pemerintah dalam arti luas harus menjamin tertib hukum, menjamin tegaknya hukum dan menjamin tercapainya tujuan hukum. Tertib hukum rechtsorde dimaksudkan suatu kekuasaan negara yang Universitas Sumatera Utara didasarkan pada hukum dan keadaan masyarakat yang sesuai dengan hukum yang berlaku. Konsep hukum lain dari negara berdasarkan atas hukum adalah adanya jaminan penegakan hukum dan tercapainya tujuan hukum. Dalam penegakan hukum ada 3 tiga unsur yang selalu harus mendapat perhatian, yaitu keadilan, kemanfaatan atau hasil guna doelmatigheid dan kepastian hukum. Tujuan pokok dari hukum adalah ketertiban. Kebutuhan atas ketertiban ini syarat pokok untuk suatu masyarakat yang teratur. Tujuan lain dari hukum adalah tercapainya keadilan. Untuk mencapai ketertiban dibutuhkan kepastian hukum dalam pergaulan antar manusia dalam masyarakat. 22 Hukum harus dilaksanakan dan ditegakkan. Setiap orang mengharapkan ditetapkannya hukum dalam hal terjadinya peristiwa konkrit. Itulah yang diinginkan oleh kepastian hukum. Kepastian hukum merupakan perlindungan justisiable terhadap tindakan sewenang-wenang, yang berarti seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu. Masyarakat mengharapkan adanya kepastian, karena dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib. Hukum bertugas menciptakan kepastian hukum karena bertujuan menciptakan ketertiban hukum. Penegakan hukum harus memberi manfaat pada masyarakat, disamping bertujuan menciptakan keadilan. 22 Mochtar Kusumaatmadja, Fungsi dan Perkembangan Hukum Dalam Pembangunan Nasional, Binacipta, hal. 2. Universitas Sumatera Utara Peradilan merupakan tumpuan dan harapan bagi setiap pencari keadilan untuk mendapatkan suatu keadilan dan kepastian hukum yang memuaskan dalam suatu perkara. Dari pengadilan ini diharapkan suatu keputusan yang tidak berat sebelah, karena itu jalan yang sebaik-baiknya untuk mendapatkan penyelesaian suatu perkara dalam suatu negara hukum adalah melalui pengadilan. Tempat dan kedudukan peradilan dalam negara hukum dan masyarakat demokrasi masih tetap diandalkan sebagai katup penekan pressure value atas segala pelanggaran hukum, ketertiban masyarakat dan pelanggaran ketertiban umum, juga peradilan masih tetap diharapkan berperan sebagai “the last resort” yakni sebagai tempat terakhir mencari kebenaran dan keadilan, sehingga pengadilan masih diandalkan sebagai badan yang berfungsi menegakkan kebenaran dan keadilan. 23 Khususnya bagi penegakan hukum administrasi negara dan tata usaha negara, untuk menghadapi kemungkinan timbulnya perbenturan kepentingan, perselisihan atau sengketa antara Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dengan warga masyarakat diperlukan adanya sarana hukum yaitu Peradilan Tata Usaha Negara. Peradilan tersebut sekaligus sebagai sarana pengawasan yuridis dan legalitas bagi administrasi negara. Peradilan Tata Usaha Negara hanya terbatas pada penyelesaian sengketa yang timbul antara Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dengan warga masyarakat, 23 Yahya Harahap, Beberapa Tinjauan Mengenai Sistem Peradilan dan Penyelesaian Sengketa, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1997, hal. 237. Universitas Sumatera Utara atau penyelesaian sengketa ekstern administrasi negara, tidak termasuk penyelesaian sengketa interns, yaitu sengketa yang timbul antara sesama administrasi negara. Tujuan dari Peradilan Tata Usaha Negara adalah agar rasa keadilan di dalam masyarakat terpelihara dan dapat ditingkatkan sebagai bagian dari publik service pemerintahan terhadap warganya, dan agar keseimbangan antara kepentingan perseorangan dengan umum dapat terjamin dengan baik. Prof. Prayudi Atmosudirdjo, merumuskan bahwa tujuan daripada Peradilan Tata Usaha Negara adalah untuk mengembangkan dan memelihara administrasi Negara yang tepat menurut hukum rechmatige atau tepat menurut undang-undang wetmatig dan atau tepat secara fungsional efektif dan atau berfungsi secara efisien. 24 Selanjutnya sebagai teori hukum pendukung adalah teori good government yang merupakan prinsip good government clean asas-asas umum pemerintahan yang baik selanjutnya disebut AAUPB. Philipus M. Hadjon mengatakan pendekatan dalam hukum administrasi ada 3 tiga pendekatan terhadap kekuasaan pemerintah, pendekatan hak asasi dan pendekatan fungsionaris. AAUPB pada hakikatnya merupakan norma pemerintahan, yaitu jenis meta norma dan norma hukum publik. Selanjutnya AAUPB merupakan hukum tidak tertulis adalah hasil rechtvinding, tidak identik dengan hukum adat, dan dalam perkembangan bisa saja beralih menjadi hukum tertulis sebagai norma pemerintahan. 24 S. Prajudi Atmosudirdjo, Masalah Organisasi Peradilan Administrasi Negara, Kertas Kerja Bandung : BPHN, Binacipta, 1977, hal. 67-68. Universitas Sumatera Utara Perbedaan antara AAUPB dengan asas-asas umum sama perbedaan antara norma dan asas umum. Sedangkan AAUPB lahir dari praktek adalah bisa dari praktek pemerintahan dan bisa dari praktek pengadilan yurisprudensi. Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik terdiri dari : 1. Asas Kepastian Hukum; 2. Asas Keseimbangan; 3. Asas Kesamaan dalam mengambil keputusan pangreh; 4. Asas Bertindak cermat; 5. Asas Motivasi untuk setiap keputusan; 6. Asas Jangan mencampuradukkan kewenangan; 7. Asas Permainan yang layak; 8. Asas Keadilan atau kewajaran; 9. Asas Menanggapi pengharapan yang wajar; 10. Asas Meniadakan akibat suatu keputusan yang batal; 11. Asas Perlindungan atas pandangan cara hidup; 12. Asas Kebijaksanaan; 13. Asas Penyelenggaraan kepentingan Umum. 25 Keseluruhan AAUPB yang baik ini bertujuan untuk mendapatkan tujuan negara Indonesia sebagaimana tertuang dalam UUD 1945.

2. Kerangka Konsepsi