Kedudukan Tanah Menurut Hukum Adat

2. Kedudukan Tanah Menurut Hukum Adat

Konsep penguasaan tanah berdasarkan hukum adat adalah tanah merupakan milik komunal atau persekutuan hukum beschikkingsrecht. Setiap anggota persekutuan dapat mengerjakan tanah dengan jalan membuka tanah terlebih dahulu dan jika mereka mengerjakan secara terus-menerus maka tanah tersebut dapat menjadi hak milik secara individual. Dalam hal ini bisa kita lihat penjelasan Ter Haar tentang pemilikan tanah adat sebagai berikut : Hukum adat memberikan hak terdahulu kepada orang yang dulu menaruh tanda pelarangannya atau mula-mula membuka tanah; bilamana ia tidak mengerjakan pekerjaan-pekerjaan penebangan dan pembakaran menurut musimnya, maka orang lain bisa mendesaknya supaya memilih: mengerjakan terus atau menyerahkan tanahnya kepadanya. Jadi tuntutan pemilikan hak milik ini lenyap sama sekali bilamana ada lain orang sesama anggota yang menginginkannya dan mendesak dia memilih satu antara kedua pilihan itu. 45 Bertolak dari pandangan Ter Haar ini bisa diketahui, bahwa seseorang akan diakui kepemilikannya sebagai hak milik individu, apabila dia sudah membuka terlebih dahulu tanah itu dan menggarapnya atau merubahnya dari kondisi hutan menjadi tanah sawah atau ladang. Selama dia masih mengerjakan tanah itu, maka dia dianggap sebagai pemiliknya. Jadi dalam hal ini, tekanan diberikan pada hasil produksi dari tanah yang bisa dipetiknya, sebab apabila dia tidak lagi mengerjakannya maka tanah itu bisa diambil oleh orang lain yang akan menggarapnya. 45 Mr. B.Ter Haar, Azas-Azas dan Susunan Hukum Adat, Jakarta : Pradjnya Paramita,1985, hal 91. Universitas Sumatera Utara Konsep Ter Haar tersebut bisa diperjelas lagi dengan apa yang dikatakan sebagai hak ulayat. Soerojo Wignojodipoero mengatakan berikut ini : Sebagai seorang warga persekutuan komunal maka tiap individu mempunyai hak untuk : a. mengumpulkan hasil-hasil hutan, seperti rotan dan sebagainya. b. memburu hewan liar yang hidup di wilayah wewenang komunal. c. mengambil hasil dari pohon-pohon yang tumbuh liar. d. membuka tanah dan kemudian mengerjakan tanah itu terus-menerus e. mengusahakan untuk diurus kolam ikan di atasnya. 46 Dengan mengungkapkan sejumlah hasil yang bisa dipetik ini, Soerojo menyebutkan bahwa hak ulayat yang diakui oleh masyarakat adat ini merupakan hak pakai tanah oleh individu, namun kepemilikan ini diakui sebagai milik bersama seluruh anggota masyarakat komunal. Anggota masyarakat tidak bisa mengalihkan atau melepaskan haknya atas tanah yang dibuka ini kepada anggota dari masyarakat lain atau pendatang dari luar masyarakat tersebut, kecuali dengan syarat-syarat tertentu yang disepakati bersama semua anggota komunal tersebut. Semua tanah, hutan, jika perlu sampai ke puncak gunung, jika penduduk mempunyai hak baik yang nyata maupun hak yang secara diam-diam diakui, tanah itu bukan tanah negara. Menurut hukum adat, desa mempunyai hak untuk menguasai tanah di luar perbatasan desa, penduduk desa mempunyai hak untuk menggarap atau 46 Soerojo Wignjodipoero, Pengantar dan Azas-Azas Hukum Adat, Jakarta : Gunung Agung, 1984, hal. 201-202. Universitas Sumatera Utara mencari nafkah dari hutan dengan izin Kepala Desa. Menurut penafsiran Trenite, tanah tersebut milik negara, namun menurut pandangan van Volenhoven, Logeman dan Ter Haar tanah tersebut tidak di bawah kekuasaan negara. 47

3. Hak Penguasaan Tanah Menurut UUPA Nomor 5 Tahun 1960