Geomorfologi HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Geomorfologi

Bentuk lahan di pesisir selatan Yogyakarta didominasi oleh dataran aluvial, gisik dan beting gisik. Dataran aluvial dimanfaatkan sebagai kebun atau perkebunan, tegalan atau ladang, dan sawah irigasi. Bentuk lahan beting gisik dimanfaatkan sebagai daerah pemukiman, sedangkan bentuk lahan gisik hanya berupa hamparan bukit pasir yang luas yang disebut gumuk atau bukit pasir. Gumuk atau bukit pasir adalah gundukan dari pasir yang terhembus angin dan merupakan sebuah bentukan alam karena proses angin. Bentuk lahan gisik membujur sepanjang pantai dengan lebar ±300 meter dari garis pantai. Kenampakan geomorfologi di pantai selatan Yogyakarta dapat dilihat pada Gambar 7. Luasan dari bentuk lahan di lokasi penelitian dapat dilihat pada Lampiran 6. Gambar 7. Kenampakan Geomorfologi di Pantai Selatan Yogyakarta Pengetahuan mengenai geomorfologi dapat memberikan informasi morfologi untuk perencanaan pengelolaan pesisir dalam penentuan satuan-satuan bentuk lahan yang akan digunakan sebagai lokasi untuk pemanfaatan tertentu Haryono, 1991 in Suryoputro, 2007. Geomorfologi pesisir selatan Yogyakarta terutama disebabkan oleh proses asal fluvial dan marin DPU, 2009a. Suryoputro 2007 mengemukakan bahwa bentuk lahan asal fluvial terbentuk dari material penyusun yang berasal dari endapan aluvium. Hal tersebut disebabkan karena adanya deposisi dari aliran permukaan yang lebih dominan. Satuan bentuk lahan dari bentuk lahan asal fluvial berupa dataran aluvial. Bentuk lahan asal marin merupakan bentuk lahan yang terjadi akibat proses-proses yang berasal dari tenaga laut seperti gelombang, arus, dan pasang surut. Satuan bentuk lahan dari bentuk lahan asal marin adalah gisik dan beting gisik. Bukit pasir atau gumuk pasir yang terbentuk di bantuk lahan gisik meluas ke arah barat sepanjang pantai selatan Yogyakarta hingga di wilayah pesisir Kabupaten Kulon Progo, yang mana material pasir vulkanik tersebut dibawa oleh aliran Sungai Progo dan Bogowonto Hendratno et al., 2001. Menurut Wenno dan Witasari 2001 di kawasan pesisir selatan Yogyakarta terdapat dua akumulasi endapan pasir yang berdampingan yaitu pasir dari pasir pantai dan pasir dari bukit pasir. Pasir dari keduanya adalah pasir vulkanik dengan komponen penyusunnya yang dominan adalah material vulkanik. Pemanfaatan lahan di lokasi penelitian didominasi oleh tegalan dan ladang terutama di Kecamatan Temon, Wates, Panjatan dan Galur. Sedangkan di Kecamatan Srandakan pemanfaatan lahan didominasi oleh sawah irigasi. Kondisi geomorfologi ini dapat memberikan informasi mengenai pengaruh tingkat erosi relatif dari jenis bentuk lahan yang berbeda pada suatu bagian pantai. Indeks kerentanan dari parameter geomorfologi di sepanjang pantai selatan Yogyakarta dapat dilihat pada Gambar 8. Berdasarkan gambar tersebut, seluruh kecamatan pesisir selatan Yogyakarta yang dijadikan sebagai lokasi penelitian termasuk kategori yang rentan dengan skor 4. Gambar 8. Skor Indeks Kerentanan Pesisir Selatan Yogyakarta Berdasarkan Parameter Geomorfologi Sel dengan kategori rentan memiliki luasan dataran aluvial sawah irigasi, sawah tadah hujan, tegalanladang dan kebunperkebunan yang lebih luas. Selain dataran aluvial, pesisir selatan Yogyakarta juga merupakan pantai berpasir. Hal ini menyebabkan wilayah pesisir tersebut akan lebih rentan terkena dampak genangan dan mudah mengalami abrasi. Pantai berpasir yang terdapat di pesisir selatan Yogyakarta merupakan gumuk pasir. Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan DISLAUTKAN Provinsi DI Yogyakarta 2010 gumuk pasir ini tersebar merata disepanjang pantai Kabupaten Bantul sampai Kulon Progo. Volume dan luasan wilayah gumuk pasir terbesar dapat ditemui di Pantai Parangtritis, Parangkusumo, Depok, Samas, Pandansimo, Glagah Indah dan Congot. Gumuk pasir ini memiliki fungsi ekonomis dan ekologis penting, yakni sebagai kawasan wisata, areal penghijauan serta sebagai laboratorium riset di bidang geomorfologi. Fungsi lingkungan penting lain adalah sebagai barrier penahan ombak, gelombang, serta kenaikan massa air laut dan tsunami.

4.2. Perubahan Garis Pantai