Kesimpulan Saran KESIMPULAN DAN SARAN

faktor geomorfologi. Geomorfologi pesisir selatan Yogyakarta yang berupa gumuk pasir memberikan pengaruh terhadap kecepatan perubahan garis pantai. Pantai selatan Jawa, khususnya selatan Yogyakarta memiliki karateristik pantai yang sangat unik dibandingkan dengan pantai utara Jawa. Salah satu karakteristik pantai selatan Yogyakarta adalah gumuk pasir. Hal ini berbeda dengan pantai utara Jawa yang bertopografi hampir datar. Selain itu, pantai utara Jawa juga merupakan daerah potensial yang dijadikan kawasan pemukiman, industri dan rekreasi, sehingga pantai utara Jawa merupakan daerah yang rentan untuk terkena dampak dari kenaikan muka laut. Kenaikan muka laut merupakan suatu ancaman bagi pesisir dan pulau- pulau kecil yang ada di dunia, termasuk di pesisir selatan Yogyakarta. Selain ancaman muka laut, pesisir selatan Yogyakarta juga termasuk daerah yang rentan terhadap bencana alam baik abrasi, banjir, longsor, gempa bumi, maupun tsunami DISLAUTKAN Provinsi DI Yogyakarta, 2010. Oleh karena itu, perlu adanya pengembangan kawasan yang memiliki tingkat kerentanan tinggi terhadap bencana alam perlu disertai dengan konsep mitigasi bencana, sehingga dampak terjadinya bencana alam dapat diminimalisasi.

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil studi dapat disimpulkan bahwa tingkat kerentanan wilayah pesisir selatan Yogyakarta terhadap ancaman kenaikan muka air laut dikategorikan dalam tidak rentan, sedang, dan rentan. Wilayah pesisir dengan kategori tidak rentan terdapat di Kecamatan Panjatan, kategori sedang di Kecamatan Temon dan Wates, sedangkan kategori rentan terdapat di Kecamatan Galur dan Srandakan. Panjang garis pantai dengan kategori tidak rentan, sedang, dan rentan terhadap perubahan kenaikan muka laut dari total panjang garis pantai berturut-turut adalah 7 km 26,92, 10 km 38,46 dan 9 km 34,62. Hasil penghitungan variabel proses fisik yakni geomorfologi, tinggi gelombang, tunggang pasang surut, perubahan garis pantai, elevasi dan kenaikan muka laut menunjukkan bahwa parameter yang sangat berpengaruh terhadap kerentanan wilayah pesisir di selatan Yogyakarta adalah perubahan garis pantai.

5.2. Saran

Saran untuk pengembangan penelitian selanjutnya adalah menambahkan parameter yang berhubungan dengan kondisi demografi penduduk sekitar agar lebih mengetahui dampak kenaikan muka laut terhadap kehidupan masyarakat. Penggunaan data terbaru up to date agar prediksi kerentanan lebih representatif dengan waktu penelitian. Saran untuk daerah studi adalah melestarikan jalur hijau di sekitar pesisir selatan Yogyakarta sebagai upaya mitigasi bencana kenaikan muka laut. DAFTAR PUSTAKA Arief, M. 2002. Inventarisasi Sumber Daya Alam Pesisir dan Laut dengan Menggunakan Data Satelit Landsat Studi Kasus: Kabupaten Maluku Tenggara. Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional LAPAN. Jakarta. ASTER GDEM. 2009. ASTER Global DEM Validation Summary Report. Ministry of Economic, Trade and Industry METI of Japan and The United States National Aeronautical and Space Administration NASA. Washington DC. AVISO. 2007. Ocean Indicators: Mean Sea Level. http:www.aviso.oceanobs.com [20 Juli 2011] Basir, N., M. Taufik, dan B. M. Sukojo. 2010. Model Kerentanan Pantai Terhadap Kenaikan Muka Air Laut dengan Memanfaatkan Teknologi Penginderaan Jauh, Studi Kasus: Pulau Bengkalis. Seminar Nasional Pascasarjana X-Institut Teknologi Sepuluh Nopember , 4 Agustus 2010, Surabaya. BPS Kabupaten Kulon Progo. 2010. Kabupaten Kulon Progo dalam Angka 2010. Badan Pusat Statistik Kabupaten Kulon Progo. Yogyakarta. Dahuri, R., J. Rais, S. P. Ginting, dan M. J. Sitepu. 2001. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara terpadu. Pradnya Paramita. Jakarta. DEPTAN. 2006. Pedoman Umum Budidaya Pertanian Pada Lahan Pegunungan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. DHI. 2007. MIKE 21 Toolbox User Guide. Danish Hydraulic Institute. Hørsholm. DITJEN P3K. 2001. Naskah Akademik Pengelolaan Wilayah Pesisir. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta. DPU. 2009a. Laporan Antara Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Pantai Selatan Bagian Barat di Kabupaten Kulon Progo. Yogyakarta. DPU. 2009b. Potensi Wilayah dan Profil Infrastruktur Pekerjaan Umum DI Yogyakarta. Pusat Pengolahan Data Pusdata Departemen Pekerjaan Umum. Yogyakarta. DISLAUTKAN Provinsi DI Yogyakarta. 2010. Penyusunan Tata Ruang Wilayah Pesisir Yogyakarta. PT Puser Bumi Consultant. Yogyakarta. Ekadinata, A., S. Dewi, D. P. Hadi, D. K. Nugroho, dan F. Johana. 2008. Sistem Informasi Geografis untuk Pengelolaan Bentang Lahan Berbasis Sumber Daya Alam. Buku 1: Sistem Informasi Geografis dan Penginderaan Jauh Menggunakan ILWIS Open Source. World Agroforestry Centre. Bogor. Indonesia. ESRI. 1999. ArcGIS Desktop Help. Environmental System Research Institute, Inc. Redlands. Farid, A. 2008. Karakteristik Gelombang Pecah di Perairan Perak Surabaya. Embryo. 5 2: 128-132. Gornitz, V. M. 1991. Global Coastal Hazards from Future Sea Level Rise. Palaeogeography, Palaeoclimatology, Palaeoecology Global and Planetary Change Section. 89: 379-398. Gornitz, V. M., dan T. W. White. 1992. A Coastal Hazard Data Base for The US East Coast. ORNLCDIAC-45, NDP-043A. Oak Ridge National Laboratory, Oak Ridge. Tennessee. Hendratno, A., Sukandarrumidi, dan D. Karnawati. 2001. Kondisi Geologi untuk Penanganan Permasalahan Lingkungan Fisik Pantai Parangtritis Yogyakarta. Mediagama. III 1: 71-84. Hermanto, B. 1986. Pemantauan Garis Pantai dengan Menggunakan Citra Landsat. Oseana. XI 4: 163-170. Holthuijsen, L. H. 2007. Waves in Oceanic and Coastal Waters. Cambridge University Press. New York. IPCC. 2001. Climate Change 2001: The Scientific Basis: Contribution of Working Group I to The Third Assessment Report of The Intergovernmental Panel on Climate Change [Houghton, J.T.,Y. Ding, D.J. Griggs, M. Noguer, P.J. Van der Linden, X. Dai, K.Maskell dan C.A. Johnson eds]. Cambridge University Press. Cambridge. Kaiser, G. 2007. Coastal Vulnerability to Climate Change and Natural Hazards. Forum DKKVCEDIM: Disaster Reduction in Climate Change. Karlsruhe University. Karlsruhe. Khrisnasari, A. 2007. Analisis Kerentanan Terhadap Kenaikan Muka Laut di Jakarta Utara. Skripsi. Program Studi Oseanografi. Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian. Institut Teknologi Bandung. Bandung. Kumar, T. S., R. S. Mahendra, S. Nayak, K. Radhakrishnan, dan K. C. Sahu. 2010. Coastal Vulnerability Assessment for Orissa State, East Coast of India. Journal of Coastal Research. 263: 523-534. Kurniawan, A., S. P. Nugroho, I. B. P. Atmaja, T. Lestari, dan I. Lestari. 1994. Alternatif Pengelolaan Kawasan Pesisir Sebagai Upaya Peningkatan Produktivitas dan Pendapatan Masyarakat Petani Tambak Studi Kasus di Delta Bodri, kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. Karya Inovatif Produktif 19931994. Fakultas Geografi universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Marwasta, D. dan K. D. Priyono. 2007. Analisis Karakteristik Permukiman Desa- desa Pesisir di Kabupaten Kulonprogo. Forum Geografi. Vol 21 1: 57- 68. Miladan, N. 2009. Kajian Kerentanan Wilayah Pesisir Kota Semarang Terhadap Perubahan Iklim. Tesis. Program Pascasarjana. Magister Teknik Pembangunan Wilayah dan Kota. Universitas Diponegoro. Semarang. Mustafa, M. A., dan Yudhicara. 2007. Karakteristik Pantai dan Resiko Tsunami di Kawasan Pantai Selatan Yogyakarta. Jurnal Geologi Kelautan. 5 3: 156- 164. Noor, D. 2010. Geologi Lingkungan. Graha Ilmu. Yogyakarta. Noor, D. 2011. Geologi untuk Perencanaan. Graha Ilmu. Yogyakarta. PEMKAB Bantul. 2007. http:www.bantulkab.go.id [16 Januari 2012] Pendleton, E. A., E. R. Thieler, dan S. J Williams. 2004. Coastal Vulnerability Assessment of Dry Tortugas National Park to Sea-Level Rise. US Geological Survey. Virginia. USA. Pendleton, E. A., E. R. Thieler, dan S. J Williams. 2005. Coastal Vulnerability Assessment of War in The Pacific National Historical Park WAPA to Sea-Level Rise. US Geological Survey. Virginia. USA. Pond, S. dan G. L. Pickard.1983. Introductory Dynamical Oceanography, 2 th edition. Pergammon Press. London. Prasasti, I., H. Wijayanto, dan M. Christanto. 2005. Analisis Penerapan Metode Kringing dan Invers Distance Pada Interpolasi Data Dugaan Suhu, Air Mampu Curah AMC dan Indeks Stabilitas Atmosfer ISA dari Data NOAA-TOVS. h. 316-317. In Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV. Prosiding Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa, 14-15 September 2005, Surabaya, Jawa Timur. Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Jawa Timur. Soegiarto, A. 1991. Peranan Perairan Laut Indonesia Pada Isu Perubahan Iklim Global dengan Tekanan Pembahasan Pada Kenaikan Paras Laut dan Pengembangan Wilayah Pesisir. Pidato Penerimaan Jabatan Guru Besar Luar Biasa Ilmu Oseanografi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Stewart, R. H. 2006. Introduction to Physical Oceanography. Texas A M University. Texas City. Suryoputro, A. A. D. 2007. Kondisi Geomorfologi Pesisir Pacitan untuk Informasi Pengelolaan Wilayah Pesisir. Ilmu Kelautan. 123: 139-145. Tarigan, M. S. 2007. Perubahan Garis Pantai di Wilayah Pesisir Perairan Cisadane, Provinsi Banten. Makaira Sains. 111: 49-55. Thieler, E. R., dan E. S. Hammar-Klose. 2000. National Assessment of Coastal Vulnerability to Sea-Level Rise: Preliminary Result for the U.S. Pacific Coast. US Geological Survey. Virginia. USA. Triatmodjo, B. 1999. Teknik Pantai. Beta Offset. Yogyakarta. Triatmodjo, B., dan Nizam. 2001. Studi Perencanaan Pelabuhan Glagah di Pantai Selatan Derah Istimewa Yogyakarta. Forum Teknik. 251: 66-85 U. S. Army Corps of Engineers. 2002. Longshore Sediment Transport. Part III. Department of The Army. U.S. Army Corp of Engineers. Washington DC. U. S. Army Corps of Engineers. 2003. Meteorology and Wave Climate. Part II. Department of The Army. U.S. Army Corp of Engineers. Washington DC. U. S. Army Corps of Engineers. 2008. Longshore Sediment Transport. Part II. Department of The Army. U.S. Army Corp of Engineers. Washington DC. Wenno, L.F. dan Y. Witasari. 2001. Distribusi Ukuran Butir Pasir di Pantai Parangtritis Yogyakarta. Pesisir dan Pantai Indonesia VI. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta. Wyrtki, K. 1961. Physical Oceanography of Southeast Asia Waters. The University of California. Scripps Institutions of Oceanography. La Jolla, California. LAMPIRAN Lampiran 1. Informasi Sel NO KODE DESA KECAMATAN KABUPATEN SEL 1 21104 Jangkaran Temon Kulon Progo 2 21105 Sindutan 3 21106 Palihan 4 21107 Glagah 5 21108 6 21109 7 21110 Karangwuni Wates 8 21111 9 21112 10 21113 Garongan Panjatan 11 21114 12 21115 13 21216 Pleret 14 21217 15 21218 Bugel 16 21219 17 21220 18 21221 Karangsewu Galur 19 21222 20 21223 Banaran 21 21224 22 21225 23 21226 Poncosari Srandakan Bantul 24 21227 25 21228 26 21229 Lampiran 2. Metode Interpolasi Interpolasi adalah suatu metode atau fungsi metematika yang menduga nilai pada lokasi-lokasi yang datanya tidak tersedia Prasasti et al., 2005. Metode interpolasi yang digunakan dalam pengisian data tinggi gelombang signifikan dan kenaikan muka laut adalah metode kringing. Penggunaan metode krigging ini lebih efektif apabila kerapatan titik-titik informasinya kurang, karena dalam metode tersebut terdapat variabel lain sebagai parameter kedekatan titik Prasati et al., 2005. Jenis kriging yang biasa dilakukan adalah dengan cara spectral, circular, exponential, gaussian dan linear ESRI, 1999. Pada penelitian ini jenis interpolasi kriging yang digunakan adalah linier. Data Kenaikan Muka Laut Global yang Disediakan Oleh Kombinasi Satelit TOPEX Poseidon, Jason-1 dan Jason-2 Pada koordinat 7°30’ - 8°15’ LS dan 110° - 111° BT atau di perairan selatan Yogyakarta data kenaikan muka laut tidak tersedia. Oleh karena itu, untuk mendapatkan data pada koordinat yang dimaksud maka perlu dilakukan interpolasi. Pada Gambar merupakan hasil interpolasi data kenaikan muka laut. Hasil Interpolasi Data Kenaikan Muka Laut Global Lampiran 3. Titik Koordinat Sel NO KODE SEL KECAMATAN KABUPATEN BUJUR LINTANG 1 21104 Temon Kulon Progo 110.032 -7.9 2 21105 110.04 -7.903 3 21106 110.049 -7.907 4 21107 110.058 -7.909 5 21108 110.066 -7.913 6 21109 110.074 -7.916 7 21110 Wates 110.083 -7.92 8 21111 110.091 -7.923 9 21112 110.1 -7.927 10 21113 Panjatan 110.107 -7.931 11 21114 110.116 -7.934 12 21115 110.124 -7.938 13 21216 110.132 -7.942 14 21217 110.14 -7.946 15 21218 110.149 -7.95 16 21219 110.157 -7.954 17 21220 110.164 -7.959 18 21221 Galur 110.173 -7.963 19 21222 110.18 -7.967 20 21223 110.187 -7.972 21 21224 110.195 -7.978 22 21225 110.203 -7.983 23 21226 Srandakan Bantul 110.211 -7.987 24 21227 110.22 -7.991 25 21228 110.229 -7.993 26 21229 110.237 -7.996 Lampiran 4. Perangkat Lunak MIKE 21 MIKE 21 merupakan program komputer yang mensimulasikan arus, gelombang, sedimen dan ekologi di sungai, danau, muara, teluk, wilayah pesisir dan laut dalam dua dimensi. Program komputer ini dikembangkan oleh Danish Hydraulic Institute DHI Water Environment, Denmark. Penentuan prediksi tinggi pasang surut menggunakan tools Tidal Prediction of Heights. Prediksi ini didasarkan pada model pasang surut global hasil representasi dari komponen diurnal K1, O1, P1, dan Q1 dan semidiurnal M2, S2, N2, dan K2 dengan resolusi spasial 0,25° × 0,25° hasil dari satelit altimetry TOPEXPOSEIDON DHI, 2007. Penentuan prediksi pasang surut dapat menggunakan metode algoritma IOS atau Admiralty. Penggunaan metode Admiralty berlaku apabila memiliki nilai konstanta pasut di daerah yang akan diprediksi pasutnya, sedangkan metode IOS tidak harus memiliki informasi konstanta pasut. Dikarenakan informasi yang dimiliki hanya koordinat pasutnya, maka metode algoritma yang digunakan adalah IOS. Lampiran 6. Luas Tutupan Lahan m 2 di Pesisir Selatan Yogyakarta Kode Sel 4 Dataran aluvial, bangunan pantai, estuari, laguna 5 Pantai berpasir, pantai berlumpur, penghalang pantai, delta Sawah Irigasi Tegalan Ladang Kebun Perkebunan Air Tawar Pemukiman Pasir Pantai Belukar Semak Pasir Darat Rumput Tanah kosong 21104 167271 444249,4 290026,3 284628,7 46020,72 266396,9 17293,23 21105 236158,5 641687,6 197652,6 2872,835 364585,3 44968,92 21106 422547,2 621667,7 22738,98 418375,9 21107 756270,4 61951,76 171341,8 501964,8 21108 12548,44 669523,4 241433,7 5468,7 175366 394041,7 21109 52634,44 794311,9 150747,8 138743,1 209698,4 145547,9 21110 66907,55 746966,5 32264,64 108469,7 169355,9 192169,8 169783 21111 54094,11 659418,4 38646,37 134746,1 242399,5 359353,4 21112 945489,2 68220,32 93801,66 210114,2 176214,9 21113 643252,4 427499 89383,16 231052,7 97565,68 21114 502249,5 659123,2 77582,36 242103,8 21215 340419,2 770627,5 59431,77 326540,8 21216 195803,5 898187,8 67164,36 333357,7 21217 566280 569049,1 73986,84 284857,5 723,3936 21218 461143 655776,9 98586,16 249831,1 26074,77 21219 537833 634197,7 114671,1 198619,3 21220 621322,2 536887,3 44443,78 279468 21221 600784,7 585381,3 4307,182 214139 70517,77 21222 1818,994 447242,3 695088 212372,1 129937,8 21223 402105 427412,6 537973,3 2716,517 4693,7 182561,2 211311,3 21224 428281,5 173839,8 122144,1 92422,03 49073,63 205623,2 189097,6 21225 809790,1 130081 312027,9 126625,1 126684,2 21226 194260,7 470994,4 699766,8 130810 9370,85 21227 496038,6 338642,9 254404 185214 226729,7 21228 694627 150110,7 153516,1 68516,33 426079,2 21229 712607,4 343727,3 42642,72 399759,1 Lampiran 7. Perubahan Garis Pantai Tahun 1989-2011 NO KODE SEL KECAMATAN KABUPATEN Tahun 1989-2011 mtahun 1 21104 Temon Kulon Progo 0,32 2 21105 0,67 3 21106 -0,39 4 21107 -1,27 5 21108 -0,91 6 21109 -0,14 7 21110 Wates -0,44 8 21111 -0,73 9 21112 -0,08 10 21113 Panjatan 0,43 11 21114 1,45 12 21215 1,51 13 21216 2,51 14 21217 1,92 15 21218 2,13 16 21219 0,52 17 21220 -1,02 18 21221 Galur -2,84 19 21222 -3,47 20 21223 -5,82 21 21224 -5,05 22 21225 -3,88 23 21226 Srandakan Bantul -6,74 24 21227 -3,84 25 21228 -2,93 26 21229 -1,69 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Magetan, 18 Agustus 1989 dari Ayah Drs. Suratna dan Ibu Yus Wandari Wasitorini. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Tahun 2007 penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menegah Atas Negeri 39 Jakarta. Tahun 2007 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB USMI. Selama kuliah di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan HIMITEKA sebagai anggota Departemen Kewirausahaan periode 2009-2010 dan kepala Departemen Kewirausahaan periode 2010-2011 serta anggota di Marine Instrumentation and Telemetry MIT periode 2010-2011. Penulis juga pernah menjadi asisten mata kuliah Biologi Laut periode 2010-2011 dan Ekologi Laut Tropis periode 2011- 2012. Selain itu, dalam beberapa kesempatan penulis ikut berpartisipasi dalam berbagai kepanitiaan di BEM C FPIK dan BEM KM IPB. Dalam rangka menyelesaikan studi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Kerentanan Pesisir Terhadap Ancaman Kenaikan Muka Laut di Selatan Yogyakarta”.

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Secara ekologis, wilayah pesisir merupakan suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan yang memiliki dua macam batas yang ditinjau dari garis pantainya coast line, yaitu batas yang sejajar dengan pantai long shore dan batas yang tegak lurus terhadap garis pantai cross shore Dahuri et al., 2001. Wilayah pesisir tersebut akan mencakup semua wilayah yang ke arah daratan yang masih dipengaruhi oleh proses-proses yang berkaitan dengan laut seperti pasang surut dan instrusi air laut, dan wilayah ke arah laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi di daratan seperti sedimentasi dan aliran air tawar. Wilayah pesisir yang relatif datar dengan ketinggian yang relatif rendah terhadap muka laut menjadikan wilayah pesisir rentan terhadap semua gejala-gejala alam yang berasal dari lautan, salah satunya adalah kenaikan muka laut sea level rise. Intergovernmental Panel on Climate Change IPCC 2001 menyatakan bahwa permukaan laut global rata-rata global mean sea level diprediksi akan mengalami kenaikan sekitar 0,09-0,88 meter antara tahun 1900 sampai 2100. Kenaikan muka laut yang disebabkan oleh adanya fenomena pemanasan global akan sangat berdampak pada daerah pesisir. Dampak tersebut dapat berupa peningkatan erosi pantai, penggenangan, dan intrusi air laut ke daratan. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang wilayahnya berbatasan dengan Samudera Hindia. Posisi yang menghadap langsung dengan Samudera Hindia dan memiliki karakteristik pantai yang landai menyebabkan pesisir sepanjang pantai selatan Yogyakarta memiliki kerentanan terhadap semua gejala-gejala alam yang berasal dari lautan, termasuk kenaikan muka laut. Menurut Kaiser 2007, kerentanan pesisir adalah suatu kondisi yang menggambarkan keadaan “susceptibility” mudah terkena dari suatu sistem alami serta keadaan sosial pesisir manusia, kelompok atau komunitas terhadap bencana pesisir. Daerah pesisir merupakan daerah yang cukup penting bagi masyarakat pesisir baik dari segi ekonomi sebagai kawasan industri dan perdagangan, permukiman, dan pariwisata maupun konservasi sebagai kawasan cagar alam dan jalur hijau. Apabila sebagian besar wilayah dari pesisir pantai tersebut mengalami kerusakan akibat kenaikan muka laut, maka akan menimbulkan kerugian. Oleh karena itu, diperlukan suatu studi mengenai analisis kerentanan pesisir terhadap kenaikan muka laut untuk menjadi bahan pertimbangan dalam pengelolaan wilayah pesisir sehingga dapat mengurangi kerugian harta benda dan korban jiwa.

1.2. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kerentanan wilayah pesisir terhadap ancaman muka laut di pesisir selatan Yogyakarta berdasarkan parameter geomorfologi, perubahan garis pantai, tunggang pasang surut, tinggi gelombang, kenaikan muka laut, dan elevasi.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kondisi Wilayah Studi 2.1.1. Letak geografis, administratif dan luas wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan sebuah daerah otonomi setingkat Provinsi di Indonesia, secara geografis terletak pada 110°00’00” BT - 110°50’00” BT dan 7°3’00” LS - 8°12’00” LS. Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai batas wilayah dimana bagian selatan dibatasi oleh Samudera Hindia, sedangkan bagian timur, utara dan barat dibatasi oleh Provinsi Jawa Tengah DPU, 2009b. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki luas wilayah 3.185,80 km 2 atau sekitar 0,17 persen dari luas Indonesia. Provinsi ini merupakan provinsi dengan luas wilayah terkecil kedua setelah Provinsi DKI Jakarta. Posisinya yang dikelilingi oleh Provinsi Jawa Tengah termasuk zona tengah bagian selatan dari formasi geologi Pulau Jawa. Wilayah administratif Daerah Istimewa Yogyakarta terdiri dari 1 kota, 4 kabupaten, 78 kecamatan dan 438 kelurahandesa DPU, 2009b. KabupatenKota yang terdapat di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta antara lain Kota Yogyakarta luas 32,50 km 2 , terdiri dari 14 kecamatan dan 45 kelurahan; Kabupaten Bantul luas 506,85 km 2 , terdiri dari 17 kecamatan dan 75 desa; Kabupaten Kulon Progo luas 586,27 km 2 , terdiri dari 12 kecamatan dan 88 desa; Kabupaten Gunungkidul luas 1.485,36 km 2 , terdiri dari 18 kecamatan dan 144 desa; dan Kabupaten Sleman luas 574,82 km 2 , terdiri dari 17 kecamatan dan 86 desa DPU, 2009b. Secara umum bentuk morfologi kawasan pantai selatan Yogyakarta memiliki garis pantai yang lurus mulai dari Parangtritis ke arah barat hingga Pantai Congot, ke arah timur hingga Teluk Sadeng, memiliki kenampakan morfologi yang membentuk teluk dan kantong pasir pocket sand. Morfologi daratan Yogyakarta sebagian besar merupakan daratan yang tertutup oleh endapan hasil dari aktivitas Gunung Merapi dan sebagian kecil merupakan endapan aluvium. Hal ini menjadikan sebagian besar wilayah Yogyakarta merupakan lahan pertanian berupa persawahan yang subur dan permukiman penduduk. Daerah Kulon Progo mengalami perubahan morfologi secara bertahap menjadi perbukitan dengan relief tinggi Mustafa dan Yudhicara, 2007.

2.1.2. Kondisi fisiografi

Menurut Departemen Pekerjaan Umum 2009a, kawasan DI Yogyakarta secara fisiografis terdari dari empat satuan bentang alam, yaitu: 1 Gunung Api Merapi dan lereng gunung api, terletak di bagian utara DI Yogyakarta pada ketinggian ± 500 meter hingga ± 2911 meter dengan susunan fluvial gunung api. 2 Dataran aluvial, terletak di bagian tengah yang membentang ke selatan DI Yogyakarta hingga Samudera Hindia. Wilayah ini mempunyai topografi hampir datar, sehingga merupakan lahan yang baik untuk pemukiman dan pertanian. 3 Pegunungan Kulon Progo yang terletak di bagian utara Kulon Progo dengan topografi berbukit. Wilayah ini mempunyai lereng curam hingga sangat curam, sehingga proses erosi dan longsor sering terjadi. 4 Dataran Tinggi Gunungkidul merupakan kawasan perbukitan batu gamping limestone dan bentang alam karst yang tandus. Kondisi fisiografi tersebut membawa pengaruh terhadap persebaran penduduk, ketersediaan prasarana dan sarana wilayah, dan kegiatan sosial ekonomi penduduk serta kemajuan wilayah tersebut. Kawasan pesisir selatan DI Yogyakarta merupakan dataran aluvial yang didominasi oleh lahan pertanian. Kawasan pesisir termasuk dalam kerentanan tinggi terhadap kenaikan muka laut, oleh karena itu perlu adanya pengembangan konsep mengenai penggunaan lahan agar dapat melindungi daratan dari pengaruh kenaikan muka laut.

2.2. Pengertian Wilayah Pesisir

Secara ekologis, wilayah pesisir merupakan suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan yang memiliki dua macam batas yang ditinjau dari garis pantainya coast line, yaitu batas yang sejajar dengan pantai long shore dan batas yang tegak lurus terhadap garis pantai cross shore Dahuri et al., 2001. Wilayah pesisir tersebut akan mencakup semua wilayah yang ke arah daratan yang masih dipengaruhi oleh proses-proses yang berkaitan dengan laut seperti pasang surut dan instrusi air laut, dan wilayah ke arah laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi di daratan seperti sedimentasi dan aliran air tawar. Luas suatu wilayah pesisir sangat tergantung pada struktur geologi yang dicirikan oleh topografi dari wilayah yang membentuk tipe-tipe wilayah tersebut Arief, 2002. Menurut Direktorat Jendral Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Ditjen P3K 2001 ada tiga batasan pendekatan untuk mendefinisikan wilayah pesisir, yaitu: a. Pendekatan ekologis: wilayah pesisir merupakan kawasan daratan yang masih dipengaruhi oleh proses-proses kelautan, seperti pasang surut dan intrusi air laut; dan kawasan laut yang masih dipengaruhi oleh proses- proses daratan seperti sedimentasi dan pencemaran. b. Pendekatan administratif: wilayah pesisir adalah wilayah yang secara administrasi pemerintahan mempunyai batas terluar sebelah hulu dari kecamatan atau kabupaten atau kota yang mempunyai laut dan ke arah laut sejauh 12 mil dari garis pantai untuk provinsi atau sepertiganya untuk kabupaten atau kota. c. Pendekatan perencanaan: wilayah pesisir merupakan wilayah perencanaan pengelolaan sumber daya yang difokuskan pada penanganan isu yang akan dikelola secara bertanggung jawab. Wilayah pesisir merupakan ekosistem yang dinamis dan mempunyai potensi alam yang besar, namun juga merupakan ekosistem yang paling rentan terhadap gangguan baik dari darat maupun laut. Ekosistem alami yang terdapat di wilayah pesisir antara lain ekosistem hutan mangrove, terumbu karang, padang lamun, pantai berpasir, pantai berbatu, delta, estuari, lagoon, dan bukit pasir sand dune. Selain ekosistem alami, di wilayah pesisir juga terdapat ekosistem buatan yang dibuat untuk menunjang kehidupan manusia seperti tambak, sawah pasang surut, kawasan industri, kawasan pemukiman dan lain-lain Dahuri et al., 2001.