wisata berdampak pada penciptaan kesempatan usaha dan kerja serta penciptaan pendapatan bagi masyarakat terutama masyarakat desa lapisan bawah di sekitar
objek wisata. Usaha di sektor informal cukup beragam diantaranya adalah pengusaha makanan atau minuman, penginapan, pedagang asongan dan usaha jasa
seperti juru foto dan WC umum, sedangkan usaha formal berupa hotel, rumah makan dan toko cinderamata. Pendapatan dari sektor pariwisata merupakan
tambahan pendapatan yang cukup berarti bagi mereka yang berusaha di sektor ini. Sebab masyarakat yang terserap ke sektor pariwisata banyak yang bernafkah di
sektor pertanian dengan lahan yang dikuasai kurang dari 0,25 Ha. Penelitian juga menunjukkan bahwa sektor pertanian mempunyai keterkaitan yang erat dengan
sektor pariwisata. Sektor pertanian menyediakan bahan baku untuk usaha rumah makan, jongko maupun pedagang buah-buahan dan opak, dan disisi lain sektor
pariwisata menyerap cukup banyak tenaga kerja dari penduduk sekitar objek wisata yang berlatar belakang pertanian. Munculnya pariwisata juga telah
mendorong pembangunan sarana dan prasarana untuk kegiatan pariwisata. Adanya peluang usaha dan kerja dalam sektor pariwisata tidak terlepas dengan
kebutuhan lokasi untuk berusaha. Tidak jarang lokasi-lokasi yang dianggap strategis telah menjadi incaran bagi para pemilik padat modal untuk dibeli dan
digunakan untuk berusaha. Investor yang masuk dapat saja menyingkirkan banyak usaha di sektor informal terutama mereka yang terlebih dahulu berusaha di daerah
tersebut.
2.1.5 Wilayah Pesisir
Definisi wilayah pesisir menurut Dahuri et al. 1996 adalah suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan, ke arah darat mencakup daerah yang masih
terkena pengaruh percikan air laut atau pasang surut, dan ke arah laut meliputi daerah paparan benua. Menurut Soegiarto 1976 dalam Dahuri et al. 1996
mendefinisikan wilayah pesisir sebagai daerah pertemuan antara darat dan laut; ke arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam
air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin, sedangkan ke arah laut wilayah pesisir wilayah laut
mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang
terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran.
Definisi tersebut memberikan suatu pengertian bahwa ekosistem pesisir merupakan ekosistem yang dinamis dan mempunyai kekayaan habitat yang
beragam. Lawrence 1998 dalam Ardarini 2002 mendefinisikan wilayah pesisir sebagai wilayah peralihan antara darat dan laut yang mencakup perairan pantai,
daerah pasang surut, dan tanah daratan yang luas dimana habitat dan jenis binatangnya beradaptasi secara khusus terhadap keadaan lingkungan yang unik.
Dahuri et al. 1996 menjelaskan bahwa dalam suatu wilayah pesisir terdapat satu atau lebih ekosistem, dimana ekosistem tersebut dapat bersifat alami
maupun buatan man-made. Ekosistem alami diantaranya adalah terumbu karang, hutan mangrove, padang lamun, pantai berpasir, formasi pes-caprea, formasi
baringtonia, estuaria, laguna, dan delta. Ekosistem buatan berupa tambak, sawah pasang surut, kawasan pariwisata, kawasan industri, kawasan agroindustri, dan
kawasan pemukiman. Dahuri et al. 1996 juga menjelaskan bahwa pada dasarnya wilayah pesisir secara keseluruhan memiliki berbagai fungsi dan manfaat bagi
manusia diantaranya adalah penyedia sumberdaya alam hayati, penyedia sumberdaya alam non hayati, penyedia energi, sarana transportasi, rekreasi dan
pariwisata, pengatur iklim dan lingkungan hidup, penampung limbah, sumber plasma nutfah, pemukiman, kawasan industri serta pertahanan dan keamanan.
Satria 2009 menjelaskan bahwa laut merupakan salah satu kekayaan alam yang layak untuk dikembangkan sebagai salah satu objek wisata bahari,
dimana wisata ini dapat diwujudkan dalam berbagai aktivitas seperti perikanan rekreasi, penyelaman, atraksi paus dan lumba-lumba, penginapan dan melihat
keindahan terumbu karang. Meskipun wisata bahari potensial dikembangkan namun terdapat beberapa masalah dan tantangan. Hal tersebut seperti masalah
konflik dengan nelayan karena umumnya wisata bahari berkembang di wilayah konservasi. Nelayan menganggap berkembangnya wisata bahari makin menutup
akses nelayan dalam penangkapan ikan. Umumnya wisata bahari juga memiliki daya serap yang relatif rendah terhadap tenaga kerja lokal, karena usaha tersebut
membutuhkan tenaga kerja berpendidikan menengah ke atas sehingga akses nelayan untuk menjadi bagian dari wisata bahari relatif kecil. Usaha wisata bahari
juga masih banyak diusahakan oleh orang-orang asing yang umumnya sulit memahami dan bertoleransi dengan masyarakat lokal.
2.1.6 Masyarakat Pesisir