Penanganan Bank Bermasalah Tinjauan Teori-teori 1. Definisi dan Fungsi Perbankan dalam Perekonomian

keuangan global maupun bentuk-bentuk lain yang berpengaruh terhadap sistem keuangan. Ini yang menyebabkan dampak sistemik sulit ditentukan batasannya. Suatu lembaga keuangan dapat dinyatakan berdampak sistemik pada situasi tertentu, namun tidak berdampak sistemik pada situasi yang berbeda. Untuk itu diperlukan professional judgment untuk memutuskan hal tersebut.

2.1.5. Penanganan Bank Bermasalah

Kegagalan suatu bank khususnya yang bersifat sistemik akan dapat mengakibatkan terjadinya krisis yang dapat mengganggu kegiatan suatu perekonomian. Crockett 1997 menyatakan bahwa stabilitas dan kesehatan sektor perbankan sebagai bagian dari stabilitas sektor keuangan terkait erat dengan kesehatan suatu perekonomian. Kajian yang dilakukan Lindgren 1996 menunjukkan bahwa banyak negara yang perekonomiannya rusak sebagai akibat tidak sehatnya sektor perbankan. Sektor keuangan, terutama di negara-negara berkembang pada umumnya didominasi oleh lembaga perbankan. Mengingat kondisi demikian, kondisi lembaga perbankan yang tidak sehat dan tidak berfungsinya secara optimal, maka dapat dipastikan akan berakibat pada terganggunya kegiatan perekonomian. Sistem perbankan yang tidak sehat menunjukkan bahwa fungsi bank sebagai lembaga intermediasi tidak befungsi secara optimal Bank Indonesia, 2004. Fungsi intermediasi yang tidak optimal tersebut mengakibatkan alokasi dan penyediaan dana dari perbankan untuk kegiatan investasi dan pembiayaan sektor- sektor produktif dalam perekonomian menjadi terbatas. Sistem perbankan yang tidak sehat juga akan mengakibatkan lalu lintas pembayaran yang dilakukan sistem perbankan tidak lancar dan tidak berjalan efisien. Selain itu, sistem perbankan yang tidak sehat juga akan menghambat efektifitas kebijakan moneter. Melihat akibat yang ditimbulkan dari sistem perbankan yang tidak sehat tersebut, maka pengaturan dan pengawasan bank dinilai sangat penting dalam upaya menciptakan dan memelihara kesehatan sistem perbankan. Berdasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2009 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-undand Nomor 3 Tahun 2004, dalam hal keadaan suatu bank menurut penilaian Bank Indonesia membahayakan kelangsungan usaha bank yang bersangkutan dan atau membahayakan sistem perbankan atau terjadi kesulitan perbankan yang membahayakan perekonomian nasional, maka Bank Indonesia dapat melakukan tindakan sebagaimana dalam undang-undang tentang perbankan yang berlaku. Dalam hal suatu bank mengalami kesulitan berdampak sistemik dan berpotensi mengakibatkan krisis yang membahayakan sistem keuangan, Bank Indonesia dapat memberikan fasilitas pembiayaan darurat financial safety net. Dalam Bank Indonesia 2010, pengawas Bank Indonesia akan memasukkan bank dalam pengawasan intensif jika permasalahan pada bank tersebut hanya sebatas pada peningkatan NPL non-performing loan. Pengetatan pengawasan dilakukan dengan serangkaian arahan tindakan koreksi yang akan direkomendasi oleh Pengawas Bank. Langkah koreksi ini dimaksudkan agar kondisi bank mengalami pemulihan dalam waktu tidak terlalu lama sehingga status bank dalam status pengawasan intensif pun dapat dicabut. Langkah-langkah koreksi yang direkomendasikan BI antara lain meminta bank melaporkan hal-hal tertentu, misalnya, informasi profil kredit bermasalah yang membuat bank dalam kondisi terancam kelangsungan usahanya. Apabila kinerja bank dalam pengawasan intensif tidak juga bergerak memperlihatkan perbaikan, status pengawasan pun ditingkatkan lagi menjadi bank dalam pengawasan khusus special surveilance unitSSU. Predikat bank SSU pada umumnya menyebabkan ketidaknyamanan pada manajemen bank. Seperti sudah digambarkan, bila informasi ini beredar di publik disertai rumor negatif akan menyebabkan tindakan rush dari para nasabah. Santoso 2010 memaparkan bahwa bank dalam pengawasan khusus pada umumnya memiliki permasalahan yang lebih buruk yang ditandai dengan kinerja modal CAR bank yang berada pada kisaran nilai kurang dari 8 disertai NPL yang lebih besar dari 5 sehingga memungkinkan adanya permasalahan lain yaitu menurunnya tingkat profitabilitas. Jika penanganan bank dalam pengawasan khusus tidak membuahkan hasil, maka bank tersebut dapat dinyatakan sebagai bank gagal oleh Dewan Gubernur Bank Indonesia. Selanjutnya diputuskan apakah bank gagal tersebut berdampak sistemik atau tidak. Surat Keputusan Bersama SKB yang ditandatangani Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan LPS dan Pejabat Sementara Gubernur BI pada 22 Oktober 2009 mengatur perihal tata cara sebuah bank gagal sistemik atau nonsistemik yang untuk selanjutnya akan diserahkan ke LPS. Dalam menangani bank gagal tidak sistemik pihak LPS akan melakukan kajian dan memutuskan apakah akan diselamatkan atau tidak. Jika biaya penyelamatan lebih mahal dari pada melikuidasi, maka penyelesaian singkat saja, bank diusulkan dicabut izin usahanya lalu dilikuidasi dan LPS membayar klaim atas simpanan masyarakat. Apabila LPS memutuskan bank gagal untuk diselamatkan, maka berlaku dua perlakuan berbeda. Terhadap bank gagal nonsistemik, tindakan penyelamatan tidak akan melibatkan pemegang saham lama. Artinya, semua biaya yang timbul dari tindakan penyelamatan itu akan ditanggung oleh LPS. Sedangkan penanganan bank gagal sistemik dapat dilakukan baik dengan melibatkan pemegang saham lama atau tanpa melibatkan mereka didalamnnya. Bila pemegang saham lama terlibat didalamnya, maka LPS mewajibkan menyetor dana setidaknya 20 dari total biaya penyelamatan yang telah dikeluarkan LPS. Dalam hal menangani bank gagal dalam skim apa pun, pihak LPS mendasari tidakan tersebut berdasarkan mandat Undang-Undang No. 24 Tahun 2004 tentang LPS. Penanganan bank gagal yang dipertimbangkan untuk diselamatkan akan diambil langkah-langkah bahwa kewenangan mengadakan RUPS Rapat Umum Pemegang Saham dan pengelolaan bank sepenuhnya diambilalih LPS. Terhadap bank gagal yang diselamatkan, LPS akan melakukan penyertaan modal sementara PMS. Selain itu, LPS juga dapat melakukan merger dan konsolidasi dengan bank lain Bank Indonesia 2010 menyatakan bahwa dalam kondisi ekonomi yang tidak dihadapkan pada gejolak krisis keuangan, penutupan bank berjalan secara alamiah tanpa menimbulkan goncangan psikologi nasabah bank. Namun sebaliknya, ketika penutupan bank bermasalah dalam kondisi krisis, pendekatan dan penanganan dilakukan secara berbeda. Dalam kondisi krisis, aspek psikologis nasabah harus dipertimbangkan dalam kebijakan penangangan bank bermasalah. Hal tersebut disebabkan karena kondisi krisis berpotensi mempengaruhi psikologi pasar sehinga dikhawatirkan penutupan bank bermasalah tersebut akan berpotensi sistemik mempengaruhi perbankan lain.

2.1.6. Percobaan Ekonomi