Motivasi Faktor-Faktor yang Mendasari Persepsi Berkendara

Menurut Cooper 1998, orang sering berperilaku tidak aman karena orang tersebut belum pernah cedera saat melaksanakan pekerjaannya dengan tidak aman. Tetapi jika kita melihat Heinri ch’s Triangle, sebenarnya orang tidaklah jauh dari potensi kecelakaan. Sementara itu, Geller 2001 menyebutkan faktor pengalaman pada tugas yang sama dan lingkungan yang sudah dikenal dapat mempengaruhi orang tersebut berperilaku tidak aman dan terus berlaku karena menyenangkan, nyaman, serta menghemat waktu dan perilaku ini cenderung berulang. Penelitian yang dilakukan oleh Widiyanti 2013, menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara pengalaman dengan persepsi risiko keselamatan berkendara. Notoatmodjo 2007, menyatakan bahwa pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain sehingga pengetahuan dan pengalaman saling berhubungan.

2.4.4 Motivasi

Robbins 1996, menyebutkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang yaitu motivasi. Motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah dan ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya. Motivasi seseorang akan sangat mempengaruhi seseorang berpersepsi bila motivasi seseorang itu belum terpuaskan. Bila motivasi dasar sudah terpenuhi maka seseorang memenuhi motivasi lain yang belum terpuaskan. Motivasi adalah sesuatu yang ada dalam diri seseorang, yang mendorong orang tersebut untuk bersikap dan bertindak untuk mencapai tujuan tertentu. Motivasi dapat berupa kebutuhan dan cita-cita. Motivasi diartikan dengan istilah dorongan, dorongan tersebut merupakan gerak jiwa dan jasmani untuk berbuat Saleh, 2006. Dari penjelasan diatas dapat dikatakan bahwa tidak ada suatu motivasi apabila tidak dirasakan adanya suatu kebutuhan, sehingga motivasi yang telah tumbuh merupakan dorongan untuk mencapai tujuan guna memenuhi kebutuhan. Salah satu teori terkenal yang membahas tentang kebutuhan adalah teori Maslow yang mengklasifikasikan kebutuhan menjadi lima tingkat yaitu kebutuhan fisiologis, rasa aman, cinta kasih, penghargaan dan aktualisasi diri. Teori ini sangat berpengaruh dalam psikologi industri dan organisasi sebagai teori motivasi kerja. Dapat dikatakan kebutuhan-kebutuhan ini akan memotivasi manusia untuk mencapai tujuan Cushway Lodge, 1993. Maslow mengemukakan lima tingkat kebutuhan, sebagai berikut : a Kebutuhan fisiologis : kebutuhan yang harus dipuaskan untuk dapat tetap hidup, termasuk makanan, papan, pakaian, udara untuk bernafas dan sebagainya. b Kebutuhan rasa aman : ketika kebutuhan fisiologis telah dipuaskan, perhatian dapat diarahkan kepada kebutuhan akan keselamatan. Keselamatan ini termasuk merasa aman dari setiap jenis ancaman fisik atau kehilangan. c Kebutuhan cinta kasih atau sosial : cinta kasih dan kasih sayang yang diperlukan pada tingkat ini mungkin disadari melalui hubungan antar-pribadi yang mendalam tetapi juga yang akan dicerminkan dalam kebutuhan untuk menjadi bagian berbagai kelompok sosial. d Kebutuhan penghargaan : percaya diri dan harga diri mau pun kebutuhan akan pengakuan orang lain. e Kebutuhan aktualisasi diri : kebutuhan ini ditempatkan paling atas pada hierarki Maslow dan berkaitan dengan keinginan pemenuhan diri. Ketika semua kebutuhan lain sudah dipuaskan, seseorang ingin mencapai potensi penuhnya. Tahap terakhir ini mungkin akan tercapai hanya oleh beberapa orang. Gambar 2.2 Hierarki Kebutuhan Maslow Pada gambar 2.2 dapat dilihat bahwa kebutuhan individu bergerak naik mengikuti anak tangga hierarki. Meskipun tidak ada Aktualisasi diri Pengharhaan Cinta kasih Rasa aman Kebutuhan fisiologis kebutuhan yang pernah dipenuhi secara lengkap, suatu kebutuhan yang dipuaskan secara cukup banyak tidak lagi termotivasi. Menurut Maslow mengatakan jika kita ingin memotivasi seseorang maka kita perlu memahami sedang berada pada anak tangga manakah orang tersebut dan memusatkan pemenuhan kebutuhan- kebutuhan itu atau kebutuhan di atas tingkat itu Cushway Lodge, 1993. Pada tahun 2009, Ben Fauzi Ramadhan melakukan penelitian yang menunjukkan bahwa hampir sebagian siswa SMA di Kota Bogor memiliki persepsi yang rendah terhadap keselamatan berkendara. Dari total sampel yang diteliti yaitu sebesar 239 responden, 59,95 memiliki motivasi yang kurang baik terhadap keselamatan berkendara. Penelitian yang dilakukan oleh Widiyanti 2013, menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara motivasi dengan persepsi. Menurutnya semakin baik tingkat motivasi responden terhadap keselamatan berkendara maka semakin baik pula persepsi responden terhadap keselamatan berkendara, begitu pula sebaliknya semakin buruk tingkat motivasi responden terhadap keselamatn berkendara maka semakin buruk juga persepsi responden tersebut terhadap keselamatan berkendara. 2.4.5 Kondisi Lingkungan 2.4.5.1 Kepemilikan SIM