Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Persepsi Keselamatan Mengendarai Sepeda Motor Pada Siswa Di Sekolah Menengah Atas (SMA) Kota Depok Tahun 2016

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

PERSEPSI KESELAMATAN MENGENDARAI SEPEDA

MOTOR PADA SISWA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS

(SMA) KOTA DEPOK TAHUN 2016

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh : Nurul Fikriyah NIM : 1111101000081

PEMINATAN PROMOSI KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TAHUN 2016


(2)

(3)

ii

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PROMOSI KESEHATAN

Skripsi, Maret 2016

Nurul Fikriyah, NIM : 1111101000081

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Persepsi Keselamatan Mengendarai Sepeda Motor Pada Siswa Di Sekolah Menengah Atas (SMA) Kota Depok Tahun 2016

xiv + 86 halaman, 4 gambar, 14 tabel, 4 lampiran

ABSTRAK

Kecelakaan lalu lintas masih menjadi masalah serius di Negara berkembang dan Negara maju yang memakan banyak korban. Salah satu kendaraan yang menjadi penyumbang kecelakaan tertinggi yaitu sepeda motor. Berdasarkan data Satuan Lalu Lintas Kota Depok Tahun 2015, kejadian kecelakaan di Kota Depok mencapai 280 kecelakaan dengan kontribusi sepeda motor mencapai 76%. Kecelakaan tertinggi terjadi pada tingkat pendidikan SMA yang mencapai 83,8% dari 364 orang yang mengalami kecelakaan. Hal tersebut dikarenakan pengetahuan dan ketaatan lalu lintas pada siswa masih kurang sehingga dapat mempengaruhi persepsi keselamatan berkendara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi keselamatan mengendarai sepeda motor pada siswa di Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kota Depok Tahun 2016. Penelitian menggunakan desain cross sectional dengan pengambilan sampel secara Proporsional Random Sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah 148 siswa SMA Kota Depok. Hasil penelitian uji statistik menggunakan uji chi square pada  = 5% menunjukkan ada hubungan antara motivasi (p value = 0,003) dengan persepsi keselamatan mengendarai sepeda motor. Sementara variabel jenis kelamin, pengetahuan, pengalaman, dan kepemilikan SIM tidak berhubungan dengan persepsi keselamatan mengendarai sepeda motor. Oleh karena itu, disarankan bagi siswa SMA Kota Depok untuk mengikuti pelatihan safety riding (berkendara dengan aman) dalam berlalu lintas agar siswa memperoleh informasi yang benar dan lengkap mengenai safety riding, sehingga dapat menumbuhkan motivasi untuk menerapkan safety riding saat berkendara dan juga diharapkan pihak sekolah bekerjasama dengan pihak kepolisisan Kota Depok untuk menyelenggarakan kampanye, promosi keselamatan, himbauan dan seminar untuk menambah pengetahuan, pengalaman tentang manfaat menerapkan safety riding dan bahaya yang akan diakibatkan bila tidak menerapkannya bagi pengendara motor khususnya pada siswa SMA.

Kata Kunci : Persepsi, Keselamatan, Sepeda Motor, SMA Daftar Bacaan :54 (1962-2015)


(4)

iii Undergraduate Thesis, March 2016

Nurul Fikriyah, NIM : 1111101000081

Factors that Related to the Safety Perception of Motorcycle Riding on Senior High School Students at Depok City, 2016

xiv + 86 pages, 4 picture, 14 tables, 4 attachment

ABSTRACT

Traffic accident nowadays becomes serious problem both in developing country and development country that was causing so many victims died. Motorcycle accident is one of the biggest parts in traffic accident. Based on data from the Traffic Unit of Depok City in 2015, the incident in Depok reached 280 accident with motorcycles contribution reached 76%. The highest accident occurred at the level of Senior High School, which reached 83.8% of the 364 people who have an accident. Student's Lack of knowledge and fidelity as a good driver are the main reason of motorcycle accident, therefore those reasons can influence safety riding perception. The aim of this research is to find relevant factors from senior high school student's safety ride perception in Depok City in 2016. This research uses cross sectional design and the samples selected by proportional random sampling. Samples of this study is Senior High School student at Depok City which amounts to 148 students. The result of statistic test from this research using chi square  =5% shows the correlation between motivation (p value = 0,003) with motorcycle safety ride perception. Thus, another variables such as gender, knowledge, experience, and Driving License Possession do not have correlation with safety riding perception. Thereby, Senior High School Student to participate in safety riding training (safe driving) in traffic so that students obtain correct and complete information about safety riding. School and Police Department at Depok City are expected to create campaign, safety promotion, workshop, benefit from applying safety riding, and the danger from ignore safety riding especially for Senior High School Student.

Keyword : Perception, Safety, Motorcycle, Senior High School Reference :54 (1962-2015)


(5)

(6)

(7)

vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

PERSONAL DATA

Nama : Nurul Fikriyah

Tempat & Tanggal Lahir : Depok, 18 Februari 1993 Jenis Kelamin : Perempuan

Status : Belum Menikah Kewarganegaraan : WNI

Agama : Islam

Nomor Hp : 082113109570

Email : nurulfikriyah18@yahoo.com

PENDIDIKAN FORMAL

 1999 – 2005 : SD Negeri Depok Jaya II  2005 – 2008 : SMP Negeri 1 Depok  2008 – 2011 : SMA Negeri 2 Depok

 2011 – 2016 : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Kesehatan Masyarakat


(8)

vii

Alhamdulillahirobbil alamin, puji sukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah dan nikmat yang berlimpah, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Persepsi Keselamatan Mengendarai Sepeda Motor Pada Siswa Di Sekolah Menengah Atas (SMA) Kota Depok Tahun 2016”.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini bukan hanya karena usaha penulis semata, namun banyak pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. H. Arif Sumantri, M.Kes, selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Fajar Ariyanti, S.KM, M.Kes selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat.

3. Ibu Fase Badriah, Mkes, PhD sebagai pembimbing I yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberi masukan dan saran perbaikan terhadap skripsi ini.

4. Ibu Dr. Ela Laelasari, M.Kes sebagai pembimbing II yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberi masukan dan saran perbaikan terhadap skripsi ini.


(9)

viii

5. Para dosen-dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat dan dosen-dosen Peminatan Promosi Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat.

6. Kedua orang tua dan keluarga saya yang senantiasa selalu mendoakan setiap langkah serta tidak hentinya memberikan kasih sayangnya kepada penulis, sehingga penulis bersemangat menyelesaikan proposal skripsi ini.

7. Ibu Lizanova, Syifa, Manda, Rinda, Leni, Fajar, Kak Vebby, Farah, Cepol, Deis, dan Amel yang selalu memberikan doa dan bantuan kepada peneliti selama penyusunan skripsi ini.

8. Seluruh teman-teman Kesehatan Masyarakat khususnya Peminatan Promosi Kesehatan yang telah memberikan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini. 9. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan proposal skripsi ini,

yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Thanks All!.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih kurang dari sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran perbaikan dari pembaca.

“Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatu”

Jakarta, Februari 2016


(10)

ix

LEMBAR PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

PERNYATAAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

PERNYATAAN PERSETUJUAN PENGUJI ... v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Pertanyaan Penelitian ... 6

1.4 Tujuan ... 7

1.4.1 Tujuan Umum ... 7

1.4.2 Tujuan Khusus ... 7

1.5 Manfaat ... 8

1.5.1 Bagi Siswa Pengendara Sepeda Motor ... 8

1.5.2 Bagi Sekolah Menengah Atas ... 9

1.5.3 Bagi Peneliti Lain ... 9

1.6 Ruang Lingkup Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Persepsi ... 10

2.1.1 Pengertian Persepsi ... 10

2.1.2 Proses Pembentukan Persepsi ... 11

2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi ... 12

2.1.4 Cara Pengukuran Persepsi ... 14

2.2 Keselamatan Berkendara (Safety Riding) ... 17


(11)

x

2.2.2 Regulasi Berlalu Lintas untuk Motor ... 17

2.2.3 Promosi Keselamatan Lalu Lintas ... 21

2.3 Remaja ... 23

2.3.1 Pengertian Remaja ... 23

2.3.2 Batasan Usia Remaja ... 24

2.4 Faktor-Faktor yang Mendasari Persepsi Berkendara ... 26

2.4.1 Jenis Kelamin ... 26

2.4.2 Pengetahuan ... 28

2.4.3 Pengalaman ... 30

2.4.4 Motivasi ... 31

2.4.5 Kondisi Lingkungan ... 35

2.4.5.1 Kepemilikan SIM ... 35

2.5 Kerangka Teori ... 36

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 38

3.1 Kerangka Konsep ... 38

3.2 Definisi Operasional ... 41

3.3 Hipotesis ... 43

BAB IV METODE PENELITIAN ... 44

4.1 Desain Penelitian ... 44

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 44

4.3 Populasi dan Sampel ... 44

4.4 Metode Pengumpulan Data ... 46

4.5 Instrumen Penelitian ... 47

4.6 Validitas dan Reliabilitas ... 48

4.7 Manajemen Data ... 51

4.8 Analisis Data ... 52

BAB V HASIL ... 54

5.1 Analisa Univariat ... 54

5.2 Analisa Bivariat ... 58

BAB VI PEMBAHASAN ... 63


(12)

xi

6.3 Jenis Kelamin dan Hubungannya dengan Persepsi Keselamatan

Mengendarai Sepeda Motor ... 66

6.4 Pengetahuan dan Hubungannya dengan Persepsi Keselamatan Mengendarai Sepeda Motor ... 68

6.5 Pengalaman dan Hubungannya dengan Persepsi Keselamatan Mengendarai Sepeda Motor ... 71

6.6 Motivasi dan Hubungannya dengan Persepsi Keselamatan Mengendarai Sepeda Motor ... 73

6.7 Kepemilikan SIM dan Hubungannya dengan Persepsi Keselamatan Mengendarai Sepeda Motor ... 77

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 79

7.1 Simpulan ………... 79

7.2 Saran ………... 80


(13)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Model Proses Persepsi ... 12 Gambar 2.2. Hierarki Kebutuhan Maslow ... 33 Gambar 2.3. Teori Persepsi Oleh Robbins (1996) dan David Krech (1962) ... 37 Gambar 3.1. Kerangka Konsep ... 40


(14)

xiii

Tabel 4.1. Proporsi Sampel Siswa SMA Kota Depok …... 46 Tabel 4.2. Hasil Uji Validitas Instrumen Penelitian ... 50 Tabel 4.3. Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian ... 51 Tabel 5.1. Distribusi Persepsi Keselamatan Mengendarai Sepeda Motor pada

Siswa SMA Kota Depok Tahun 2016 ... 54 Tabel 5.2. Distribusi Jenis Kelamin Pengendara Sepeda Motor pada Siswa SMA

di Kota Depok Tahun 2016 ... 55 Tabel 5.3. Distribusi Pengetahuan Keselamatan Mengendarai Sepeda Motor pada

Siswa SMA Kota Depok Tahun 2016 ... 55 Tabel 5.4. Distribusi Pengalaman Keselamatan Mengendarai Sepeda Motor pada

Siswa SMA Kota Depok Tahun 2016 ... 56 Tabel 5.5. Distribusi Motivasi Keselamatan Mengendarai Sepeda Motor pada

Siswa SMA Kota Depok Tahun 2016 ... 57 Tabel 5.6. Distribusi Kepemilikan SIM pada Pengendara Sepeda Motor Siswa

SMA Kota Depok Tahun 2016 ... 57 Tabel 5.7. Hubungan Jenis Kelamin dengan Persepsi Keselamatan Mengendarai

Sepeda Motor pada Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) Kota

Depok Tahun 2016 ... 58 Tabel 5.8 Hubungan Pengetahuan dengan Persepsi Keselamatan Mengendarai

Sepeda Motor pada Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) Kota Depok Tahun 2016 ... 59 Tabel 5.9 Hubungan Pengalaman dengan Persepsi Keselamatan Mengendarai

Sepeda Motor pada Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) Kota Depok Tahun 2016 ... 60 Tabel 5.10 Hubungan Motivasi dengan Persepsi Keselamatan Mengendarai

Sepeda Motor pada Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) Kota Depok Tahun 2016 ... 61 Tabel 5.11 Hubungan Kepemilikan SIM dengan Persepsi Keselamatan

Mengendarai Sepeda Motor pada Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) Kota Depok Tahun 2016 ... 62


(15)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 Kuesioner

LAMPIRAN 2 Pendataan Pendidikan Tahun Pelajaran 2014/2015 LAMPIRAN 3 Output Uji Validitas dan Reliabilitas


(16)

1 1.1 Latar Belakang

Kecelakaan lalu lintas masih menjadi masalah serius di negara berkembang dan negara maju. Data Korps Lalu Lintas Kepolisian Republik Indonesia (Korlantas Polri), menunjukkan bahwa pada tahun 2015 terjadi 95.847 kejadian kecelakaan di Indonesia dengan kontribusi sepeda motor mencapai 72% yang terlibat kecelakaan. Korban kecelakaan lalu lintas yang meninggal mencapai 20.701 jiwa dalam setahun dengan rata-rata setiap 1 jam terjadi kecelakaan lalu lintas di jalan raya yang mengakibatkan 3 orang meninggal dunia. Sebesar 90% diantaranya kecelakaan diakibatkan oleh persepsi pengemudi yang kurang baik terhadap keselamatan berkendara termasuk didalamnya penggunaan kecepatan yang sangat tinggi (Korlantas Polri, 2015).

Korlantas Polri juga menyebutkan bahwa pada periode Oktober hingga Desember tahun 2015, Polda Metro Jaya yang mencakup Jakarta, Depok, Tangerang, dan Bekasi, merupakan salah satu Polda yang menempati urutan keempat dari 31 Polda di Indonesia setelah Polda Jawa Timur, Polda Jawa Tengah, dan Polda Jawa Barat dengan tingkat kecelakaan tertinggi yaitu mencapai 1.670 kecelakaan dengan korban yang meninggal mencapai 172 jiwa atau rata-rata 3 jiwa per hari meninggal dunia akibat kecelakaan lalu lintas (Korlantas Polri, 2015).


(17)

2

Tingginya angka kecelakaan tersebut disebabkan oleh pesatnya pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor. Salah satu kota yang tingkat penggunaan kendaraannya cukup tinggi dan meningkat yaitu Kota Depok. Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (Samsat) Depok mencatat setiap harinya di Kota Depok terdapat ratusan kendaraan baru baik mobil maupun sepeda motor. Jumlahnya mencapai 150-200 kendaraan per hari.Dari jumlah itu tercatat 30-40 mobil baru setiap harinya, sisanya motor baru. Selain itu, jumlah sepeda motor di Kota Depok pada tahun 2014 tercatat sebesar 817.850 unit sepeda motor (Rekayasa Lalu Lintas Kota Depok, 2015).

Kota Depok merupakan salah satu kota di Provinsi Jawa Barat yang tingkat penggunaan kendaraannya cukup tinggi karena berada di pinggiran Kota Jakarta. Hal ini dapat terlihat dari kemacetan yang terjadi di beberapa wilayah. Tingkat mobilisasi harian penduduk di wilayah Depok tergolong tinggi, hal ini disebabkan banyaknya penduduk yang bertempat tinggal di Depok namun bekerja dan bersekolah di Jakarta. Kepadatan ini tidak diimbangi dengan prasarana dan sarana jalan yang baik, ini ditunjukkan dengan kondisi jalan yang sempit dan banyak percabangan langsung dari jalan lokal menuju jalan-jalan utama yang mengakibatkan banyak titik konflik antar pengguna jalan (Kartika, 2009).

Berdasarkan data Satuan Lalu Lintas (Satlantas) di wilayah Depok menyebutkan bahwa pada tahun 2015, terjadi 280 kejadian kecelakaan di Kota Depok dengan kontribusi sepeda motor mencapai 76% yakni sebanyak 301 unit motor dari 394 unit kendaraan yang terlibat kecelakaan (Satlantas Depok, 2015). Korban kecelakaan lalu lintas di Kota Depok mencapai 364 korban


(18)

dengan rincian 13 orang meninggal, 226 orang luka berat, dan 125 orang luka ringan (Satlantas Depok, 2015).

Satlantas Kota Depok menyebutkan bahwa pengendara sepeda motor yang mengalami kecelakaan lalu lintas teringgi di Kota Depok berdasarkan tingkat pendidikan pada tahun 2015 yaitu diperoleh siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) yang mencapai 83,8% dari 364 orang yang mengalami kecelakaan, diikuti oleh Sekolah Dasar (SD) sebesar 6,9%, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) sebesar 5,2%, dan Perguruan Tinggi (PT) sebesar 4,1% (Satlantas Depok, 2015). Angka kecelakaan tertinggi didominasi oleh siswa SMA dikarenakan jumlah siswa SMA yang mengendarai sepeda motor lebih banyak, sehingga memungkinkan siswa SMA sebagai subjek untuk diteliti.

Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (2009) menyebutkan, penyebab kecelakaan yang terjadi pada pengendara sepeda motor antara lain karena perilaku pengendara yang mengendarai sepeda motor dengan kecepatan tinggi dan tidak mematuhi peraturan lalu lintas. Penelitian yang dilakukan oleh Asdar (2013), didapatkan sebesar 45,1% siswa SMA di Kabupaten Pangkep memiliki perilaku buruk terhadap safety riding.

Perilaku berkendara seseorang tergantung dari bagaimana persepsi berkendara pengendara itu sendiri. Penelitian yang dilakukan oleh Aprillita (2008), didapatkan kesimpulan bahwa ada hubungan yang bermakna antara persepsi dengan perilaku safety riding. Ridwan Z Syaaf juga mengatakan bahwa perilaku berkendara tergantung pada persepsi pengendara terhadap


(19)

4

keselamatan berkendara karena persepsi pengendara dapat mempengaruhi bagaimana seseorang berkendara (Syaaf, 2007).

Perilaku berkendara yang buruk disebabkan oleh persepsi keselamatan berkendara yang buruk sehingga beresiko terjadinya kecelakaan. Penelitian yang dilakukan oleh Sukmaningtias pada siswa SMA di kota Depok Tahun 2010, mengatakan bahwa sebagian besar (51,4%) siswa SMA memiliki persepsi risiko yang buruk terhadap kecelakaan. Selain itu, kurangnya pengetahuan tentang kendaraan serta kondisi emosional para remaja yang kurang stabil maka dalam berkendara terkadang remaja sulit untuk dikontrol. Hal tersebut dapat membentuk persepsi risiko pada pengendara remaja yang buruk sehingga kurang mampu dalam menilai potensi risiko dengan benar (Sukmaningtias, 2010).

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan peneliti pada 21 Agustus 2015 terhadap 30 siswa/i pengendara sepeda motor di SMAN 2 Depok, SMAN 4 Depok, SMA Putra Bangsa, SMA Islam An-Nizhomiyah, dan SMA Kharismawita yang diambil secara acak melalui wawancara terstruktur, diketahui bahwa 18 dari 30 siswa/i yang mengendarai sepeda motor memiliki pendapat bahwa keselamatan berkendara tidak penting atau memiliki persepsi negatif mengenai keselamatan berkendara (60%) serta sebagian besar siswa/i tersebut tidak memiliki SIM.

Penelitian Agung (2014) menyatakan bahwa persepsi keselamatan berkendara yang rendah akan berdampak pada tingginya angka kecelakaan. Orang yang memiliki persepsi risiko rendah cenderung berkendara dengan penuh risiko, seperti berkendara melebihi kecepatan serta memotong


(20)

kendaraan didepan. Hal tersebut tentunya akan memiliki potensi timbulnya kecelakaan lalu lintas.

Penelitian yang dilakukan oleh Ben Fauzi Ramadhan (2009), menyatakan bahwa salah satu yang mempengaruhi persepsi rendah tentang keselamatan berkendara adalah pengetahuan yang dimiliki oleh pengendara sepeda motor kurang baik. Dari 239 siswa SMA yang di teliti, 73,23% dinyatakan memiliki pengetahuan yang kurang baik mengenai keselamatan berkendara. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Puji Lestari (2013), menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan persepsi keselamatan berkendara pada siswa SMA.

Beberapa teori menyebutkan faktor yang berhubungan dengan persepsi seseorang antara lain menurut Robbins (1996), persepsi dibagi menjadi tiga faktor yaitu faktor dalam diri sipengarti (motivasi, pengalaman, minat dan harapan), faktor situasi (kondisi lingkungan) dan faktor dalam diri target. Selain itu, menurut David Krech (1962), pengetahuan dan pengalaman seseorang akan menimbulkan persepsi seseorang terhadap sesuatu.

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi keselamatan mengendarai sepeda motor pada siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kota Depok tahun 2016.

1.2 Rumusan Masalah

Kecelakaan lalu lintas di Kota Depok sebagian besar diakibatkan oleh pelanggaran yang dilakukan oleh pengemudi, salah satunya didominasi oleh pelajar SMA yaitu mencapai 83,8% dari 364 orang yang mengalami


(21)

6

kecelakaan. Kecelakaan yang terjadi pada pengendara sepeda motor disebabkan oleh persepsi atau pendapat pengemudi yang menyatakan bahwa keselamatan berkendara tidak penting. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti menunjukkan sebesar 60% siswa/i pengendara sepeda motor di SMAN 2 Depok, SMAN 4 Depok, SMA Putra Bangsa, SMA Islam An-Nizhomiyah, dan SMA Kharismawita memiliki persepsi atau pendapat bahwa keselamatan berkendara tidak penting. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi keselamatan mengendarai sepeda motor pada siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kota Depok tahun 2016.

1.3 Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran persepsi keselamatan mengendarai sepeda motor pada siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kota Depok ?

2. Bagaimana gambaran jenis kelamin siswa SMA di Kota Depok ?

3. Bagaimana gambaran pengetahuan keselamatan mengendarai sepeda motor pada siswa SMA di Kota Depok ?

4. Bagaimana gambaran pengalaman keselamatan mengendarai sepeda motor pada siswa SMA di Kota Depok ?

5. Bagaimana gambaran motivasi keselamatan mengendarai sepeda motor pada siswa SMA di Kota Depok ?

6. Bagaimana gambaran kepemilikan Surat Izin Mengemudi (SIM) oleh siswa yang membawa motor ke sekolah di SMA di Kota Depok ?

7. Bagaimana hubungan antara jenis kelamin dengan persepsi keselamatan mengendarai sepeda motor pada siswa SMA di Kota Depok ?


(22)

8. Bagaimana hubungan antara pengetahuan dengan persepsi keselamatan mengendarai sepeda motor pada siswa SMA di Kota Depok ?

9. Bagaimana hubungan antara pengalaman dengan persepsi keselamatan mengendarai sepeda motor pada siswa SMA di Kota Depok ?

10. Bagaimana hubungan antara motivasi dengan persepsi keselamatan mengendarai sepeda motor pada siswa SMA di Kota Depok ?

11. Bagaimana hubungan antara kepemilikan SIM dengan persepsi keselamatan mengendarai sepeda motor pada siswa SMA di Kota Depok ? 1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi keselamatan mengendarai sepeda motor pada siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kota Depok tahun 2016.

1.4.2 Tujuan Khusus

a. Diketahuinya gambaran persepsi keselamatan mengendarai sepeda motor pada siswa SMA di Kota Depok.

b. Diketahuinya gambaran jenis kelamin siswa SMA Kota Depok. c. Diketahuinya gambaran pengetahuan keselamatan mengendarai

sepeda motor pada siswa SMA di Kota Depok.

d. Diketahuinya gambaran pengalaman keselamatan mengendarai sepeda motor pada siswa SMA di Kota Depok.

e. Diketahuinya gambaran motivasi keselamatan mengendarai sepeda motor pada siswa SMA di Kota Depok.


(23)

8

f. Diketahuinya gambaran kepemilikan Surat Izin Mengemudi (SIM) oleh siswa yang mengendarai motor ke sekolah di SMA Kota Depok.

g. Diketahuinya hubungan antara jenis kelamin dengan persepsi keselamatan mengendarai sepeda motor pada siswa SMA di Kota Depok.

h. Diketahuinya hubungan antara pengetahuan dengan persepsi keselamatan mengendarai sepeda motor pada siswa SMA di Kota Depok.

i. Diketahuinya hubungan antara pengalaman dengan persepsi keselamatan mengendarai sepeda motor pada siswa SMA di Kota Depok.

j. Diketahuinya hubungan antara motivasi dengan persepsi keselamatan mengendarai sepeda motor pada siswa SMA di Kota Depok.

k. Diketahuinya hubungan antara kepemilikan SIM dengan persepsi keselamatan mengendarai sepeda motor pada siswa SMA di Kota Depok.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat bagi :

1.5.1. Bagi Siswa Pengendara Sepeda Motor

Memberikan gambaran informasi kepada siswa mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi keselamatan


(24)

mengendarai sepeda motor dalam upaya menumbuhkan kesadaran akan pentingnya keselamatan saat berkendara.

1.5.2. Bagi Sekolah Menengah Atas

Sebagai bahan kajian dan data baru bagi Sekolah Menengah Atas terkait faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi keselamatan mengendarai sepeda motor pada siswa untuk melakukan kegiatan terkait keselamatan berkendara guna menghindari kecelakaan lalu lintas pada siswa.

1.5.3. Bagi Peneliti Lain

Sebagai masukan bagi peneliti lain untuk dapat melakukan penelitian selanjutnya demi pengembangan ilmu pengetahuan. 1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa Peminatan Promosi Kesehatan, Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang dilakukan pada bulan Desember 2015 sampai Januari 2016 di SMA Kota Depok. Tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi keselamatan mengendarai sepeda motor pada siswa SMA di Kota Depok. Sampel penelitian ini adalah siswa/i pengendara sepeda motor di SMAN 2 Depok, SMAN 4 Depok, SMA Putra Bangsa, SMA Islam An-Nizhomiyah, dan SMA Kharismawita yang diambil dengan teknik Proportional Random Sampling. Metode penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan desain penelitian cross sectional dan menggunakan analisis bivariat.


(25)

10 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Persepsi

2.1.1 Pengertian Persepsi

Setiap individu dalam kehidupan sehari-hari akan menerima stimulus atau rangsangan berupa informasi, objek, peristiwa, dan lain-lain yang berasal dari lingkungan. Stimulus yang berkaitan dengan dirinya akan diberi makna oleh individu yang bersangkutan. Proses pemahaman atau pemberian makna terhadap stimulus itu dinamakan proses persepsi (Suprani, 2010).

Banyak definisi yang dibuat oleh para ahli untuk menjelaskan arti persepsi. Siagian menyebutkan bahwa persepsi merupakan suatu proses dimana seseorang mengorganisasikan dan menginterpretasikan kesan-kesan sensorisnya dalam usahanya memberikan suatu makna tertentu dalam lingkungannya (Siagian, 1989). Menurut Robbins (1996), persepsi adalah proses individu mengatur dan menginterpretasikan kesan-kesan sensoris mereka guna memberikan arti bagi lingkungan mereka. Menurut David Krech (1962), persepsi merupakan suatu proses kognitif yang komplek dan menghasilkan suatu gambar yang unik tentang kenyataan. Persepsi menjadi penting karena seseorang dalam berperilaku aman salah satunya akan dipengaruhi oleh persepsi (Geller, 2001).


(26)

Persepsi menurut Sarwono (1983), merupakan kemampuan seseorang untuk mengorganisir suatu pengamatan. Dimana kemampuan tersebut kemampuan untuk membedakan, kemampuan untuk mengelompokkan dan kemampuan untuk memfokuskan. Setiap orang bisa saja mempunyai persepsi yang berbeda meskipun objeknya sama. Hal ini dimungkinkan karena adanya perbedaan dalam sistem nilai dan ciri kepribadian dari individu yang bersangkutan.

Dari definisi persepsi yang disebutkan oleh beberapa ahli diatas, dapat dikatakan bahwa persepsi merupakan suatu proses dimana seseorang mengorganisasikan serta menafsirkan stimulus atau rangsangan berupa informasi, objek, peristiwa, dan lain-lain yang berasal dari lingkungannya.

Arifin (2011), menyatakan bahwa persepsi keselamatan berkendara merupakan pandangan, pendapat dan penilaian responden dalam menafsirkan, mengartikan, pengetahuan tentang keselamatan berkendara (safety riding) untuk mencegah terjadinya risiko kecelakaan.

2.1.2 Proses Pembentukan Persepsi

Menurut Rao dan Narayana (1998), proses pembentukan persepsi ditentukan oleh kualitas input kemudian mengeluarkan output yang berkualitas. Selain itu, input persepsi yang pertama diterima, dan kemudian di proses oleh perseptor dan output yang dihasilkan menjadi perilaku dari perseptor.


(27)

12

Berikut adalah model dari proses persepsi,

Gambar 2.1 Model Proses Persepsi (Rao dan Narayana, 1998) Berdasarkan gambar 2.1 dapat dijelaskan bahwa terdapat empat variabel dalam proses pembentukan persepsi seseorang. Keempat variabel tersebut, antara lain :

1. Input : Input yang dirasakan berupa benda, peristiwa, orang, dan lain-lain yang diterima oleh perseptor. 2. Proses : Masukan yang diterima diproses melalui tahap

seleksi, organisasi, dan interpretasi.

3. Output : Melalui mekanisme pengolahan, output yang dihasilkan berupa perasaan, tindakan, sikap, dll. 4. Perilaku : Perilaku tergantung pada output yang dirasakan.

Perilaku perseptor dapat menghasilkan respon dari apa yang dirasakan dan respon tersebut

menimbulkan input yang baru. 2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi

Persepsi seseorang tidak timbul dengan sendirinya, tetapi melalui proses dan faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi

PROSES PERSEPSI INPUT

(Informasi, objek, peristiwa, orang, dll)

Organisasi

OUTPUT (perilaku, tindakan, sikap, keyakinan, perasaan,dll) Interpretasi


(28)

seseorang. Menurut Robbins (1996), ada 3 faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang yaitu :

1. Faktor pada pemersepsi

Seseorang yang melihat sesuatu dan berusaha memberikan interpretasi tentang apa yang dilihatnya. Interpretasi tersebut dipangaruhi oleh karakteristik individu. Faktor yang berhubungan dengan pelaku persepsi akan dapat mempengaruhi persepsi seseorang terhadap objek tertentu. Karakteristik individu tersebut yaitu sikap, motif, minat, kepentingan, pengalaman, dan harapan.

2. Faktor pada target atau sasaran

Karakteristik target yang diobservasi dapat mempengaruhi apa yang diartikan. Sasaran dari persepsi dapat berupa benda, orang maupun peristiwa-peristiwa.

3. Faktor dalam situasi

Situasi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam pembentukkan persepsi seseorang. Keadaan lingkungan seperti kondisi lingkungan rumah seseorang menyebabkan terbentuknya persepsi seseorang.

Menurut David Krech (1962), terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya proses persepsi. Faktor-faktor tersebut antara lain :


(29)

14

1. Frame of reference, yaitu pengetahuan yang dimiliki oleh manusia yang dipengaruhi dari pendidikan, bacaan, penelitian, dll.

2. Frame of experience, yaitu pengalaman yang telah dialami dilingkungan seseorang tersebut.

Feldman menyatakan bahwa pembentukan persepsi juga sangat dipengaruhi oleh informasi yang pertama kali diperoleh. Oleh karena itu, pengalaman pertama yang tidak menyenangkan akan sangat mempengaruhi pembentukan persepsi seseorang. Tetapi karena stimulus yang dihadapi oleh manusia senantiasa berubah, maka persepsi pun dapat berubah-ubah sesuai dengan stimulus yang diterima (Ramadhan, 2009).

2.1.4 Cara Pengukuran Persepsi

Mengukur persepsi hampir sama dengan mengukur sikap. Walaupun materi yang diukur bersifat abstrak, tetapi secara ilmiah sikap dan persepsi dapat diukur, dimana sikap terhadap objek diterjemahkan dalam sistem angka. Dua metode pengukuran persepsi terdiri dari metode self report dan pengukuran involuntary behavior.

Self report merupakan suatu metode dimana jawaban yang diberikan dapat menjadi indikator sikap seseorang. Namun kelemahannya adalah bila individu tidak menjawab pertanyaan yang diajukan maka tidak dapat mengetahui pendapat atau sikapnya. Sedangkan pengukuran involuntary behavior dilakukan


(30)

jika memang diinginkan atau dapat dilakukan oleh responden, dalam banyak situasi akurasi pengukuran sikap dipengaruhi kerelaan responden. Pendekatan ini merupakan pendekatan observasi terhadap reaksi-reaksi fisiologis tanpa disadari oleh individu yang bersangkutan. Peneliti dapat menginterpretasikan sikap/persepsi individu mulai dari raut wajah, bunyi suara, gerakan tubuh, keringat, diatasi pupil mata, detak jantung dan beberapa aspek fisiologis yang lainnya.

Skala pengukuran dalam self report terdiri dari :

a. Summated rating scale : Pengukuran dimana subjek diminta untuk mengindikasikan tingkat kesetujuan atau ketidaksetujuan terhadap masing-masing pernyataan. Skala yang digunakan adalah skala likert :

Contoh: Pengendara motor wajib memiliki SIM. Pilihan jawaban :

1) Sangat tidak setuju 2) Tidak setuju 3) Ragu-ragu 4) Setuju

5) Sangat setuju

b. Skala semantic differential : Subjek diminta memilih satu kata sifat atau frase dari sekelompok pasangan kata sifat atau pasangan frase yang disediakan.


(31)

16

Contoh :

Tidak wajib memiliki SIM Wajib memiliki SIM

1 2 3 4 5 6 7

Dalam skala ini menerangkan bahwa semakin kecil skor yang diberikan oleh responden, maka jawabannya akan semakin negatif (tidak setuju), dan semakin besar skor yang diberikan maka jawabannya semakin positif (setuju).

c. Skala Stapel : Salah satu teknik self report dalam pengukuran dimana responden diminta untuk mengindikasikan seberapa akurat setiap pernyataan menggambarkan objek yang akan dinilai.

Contoh :

-5 -4 -3 -2 -1 +1 +2 +3 +4 +5

Dalam skala ini menerangkan semakin kecil angka minus yang diberikan oleh responden, maka jawabannya akan semakin negatif (tidak setuju), dan semakin besar skor yang diberikan maka jawabannya semakin positif (setuju).

Menurut Azwar (2003), skala sikap dan persepsi disusun untuk mengungkap persepsi pro dan kontra, positif dan negatif, setuju dan tidak setuju terhadap suatu obyek sosial. Pernyataan persepsi terdiri dari dua macan yaitu pernyataan favorable (mendukung atau memihak) dan unfavorable (tidak mendukung/tidak memihak) pada obyek persepsi. Skala sikap dan persepsi menggunakan model likert. Sebagian bersifat favorable


(32)

dan sebagian bersifat unfavorable yang sudah terpilih berdasarkan kualitas isi dan analisis statistika terhadap kemampuan pertanyaan itu dan mengungkap sikap kelompok.

2.2 Keselamatan Berkendara (Safety Riding)

2.2.1 Definisi Keselamatan Berkendara (Safety Riding)

Safety riding adalah suatu usaha yang dilakukan dalam meminimalisir tingkat bahaya dan memaksimalkan keselamatan dalam berkendara, untuk menciptakan suatu kondisi yang mana kita berada pada titik tidak membahayakan pengendara lain dan menyadari kemungkinan bahaya yang dapat terjadi di sekitar kita serta pemahaman akan pencegahan dan penanggulangannya (Priyono, 2007).

Seseorang pengendara yang bertanggung jawab tidak hanya mempunyai skill berkendara yang baik, tetapi lebih dibutuhkan dari sekedar perilaku yang baik. Hal ini berarti mempertimbangkan konsekuensi dari suatu tindakan sehingga dapat lebih awal mempersiapkan mental yang membantu kearah mengurangi resiko (Berlianto, 2007).

2.2.2 Regulasi Berlalu Lintas untuk Motor

Undang-undang lalu lintas nomor 22 tahun 2009 Pasal 81 menyebutkan bahwa untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi (SIM) setiap orang harus memenuhi persyaratan yaitu :

1. Syarat usia :


(33)

18

b. Usia 20 tahun untuk SIM B I, dan c. Usia 21 tahun untuk SIM B II. 2. Syarat administratif :

a. Identitas diri berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) b. Pengisian formulir permohonan, dan

c. Rumusan sidik jari. 3. Syarat kesehatan :

a. Sehat jasmani dengan surat keterangan dari dokter, dan b. Sehat rohani dengan surat lulus tes psikologi.

4. Syarat lulus ujian : a. Ujian teori,

b. Ujian praktik, dan/atau

c. Ujian keterampilan melalui simulator.

Pada Undang-undang lalu lintas nomor 22 tahun 2009 bagian keempat mengenai Tata Cara Berlalu Lintas, paragraf 1 Ketertiban dan Keselamatan, pasal 105 disebutkan bahwa :

Setiap orang yang menggunakan jalan wajib : a. Berperilaku tertib dan/atau

b. Mencegah hal-hal yang dapat merintangi, membahayakan keamanan dan keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan, atau yang dapat menimbulkan kerusakan jalan.

Sedangkan pada pasal 106, disebutkan bahwa :

1. Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh


(34)

konsentrasi. Artinya, dengan penuh perhatian dan tidak terganggu perhatiannya karena sakit, lelah, mengantuk, menggunakan telepon, atau mengonsumsi alcohol maupun obat-obatan sehingga dapat mempengaruhi kemampuan mengemudikan kendaraan.

2. Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib mengutamakan keselamatan pejalan kaki dan pesepeda. 3. Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan

wajib memenuhi ketentuan tentang persyaratan teknis dan laik jalan.

4. Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib memenuhi ketentuan :

a. Rambu perintah atau rambu larangan, b. Marka jalan,

c. Alat pemberi isyarat lalu lintas, d. Gerakan lalu lintas,

e. Berhenti dan parkir,

f. Peringatan dengan bunyi dan sinar,

g. Kecepatan maksimal atau minimal, dan/atau

h. Tata cara penggandengan dan penempelan dengan kendaraan lain.

5. Pada saat diadakan pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan maka wajib menunjukkan :


(35)

20

b. SIM

c. Bukti lulus uji berkala, dan/atau

d. Tanda bukti lain yang sah (surat tanda bukti penyitaan sebagai pengganti STNK atau surat tanda coba kendaraan bermotor).

6. Setiap orang yang mengemudikan sepeda motor dan penumpangnya wajib mengenakan helm SNI.

7. Setiap orang yang mengemudikan sepeda motor tanpa kereta samping dilarang membawa penumpang lebih dari 1 orang.

Ada pula peraturan per 1 April 2011, untuk pengendara motor, peraturan ini merujuk pada UU No. 22 tahun 2009. Isinya adalah :

1. Dilarang mendengarkan musik saat mengendarai motor 2. Dilarang menerima telepon saat mengendarai motor 3. Dilarang memakai sandal saat mengendarai motor

4. Dilarang merubah warna motor dan harus sesuai dengan warna di STNK

5. Wajib menyalakan lampu pada siang dan malam hari 6. Dilarang merokok saat mengendarai motor

7. Dilarang memakai/menggunakan lampu yang berwarna (merah, hijau, kuning, putih), lampu harus sesuai standar pabrik.

Perlengkapan Sepeda Motor yang harus dipenuhi oleh pengendara sepeda motor :


(36)

1. Memakai helm SNI 2. Kaca spion

3. Memakai sepatu 4. Memakai jaket

5. Memakai sarung tangan 6. Pentil ban

2.2.3 Promosi Keselamatan Lalu Lintas

Promosi kesehatan adalah proses untuk meningkatkan kemampuan dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya (Notoatmodjo, 2007). Undang-Undang No. 23 tahun 1992, menjelaskan bahwa promosi kesehatan bertujuan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan, baik fisik, mental, dan sosialnya sehingga produktif secara ekonomi maupun sosial.

Promosi keselamatan lalu lintas adalah proses meningkatkan pengetahuan tentang berlalu lintas dengan baik dengan harapan target memiliki kemampuan untuk menjaga keselamatan saat berlalu lintas (Sade, 2012).

Tiga tahapan promosi keselamatan lalu lintas berdasarkan kejadian yaitu :

1. Tahap sebelum kejadian

Pada umumnya kejadian kecelakaan lalu lintas tidak dapat diprediksi sejak dini, namun perlu kiranya semua pihak baik instansi pemerintah maupun swasta serta pengguna jalan


(37)

22

perlu mengantisipasi guna mencegah terjadinya kecelakaan yang tidak diinginkan. Dari sudut pemakai jalan upaya yang dapat dilakukan adalah meningkatkan kesadaran hukum dan sopan santun dalam berlalu lintas. Di samping itu kendaraan yang digunakan haruslah memenuhi persyaratan layak jalan.

Promosi keselamatan diposisikan sebagai bentuk preventif yaitu dengan memberikan penyuluhan sebagai upaya meningkatkan pengetahuan serta kesadaran masyarakat dalam berlalu lintas. targetnya adalah terjadi perubahan perilaku. 2. Tahap pada waktu kejadian

Penanganan pada waktu kejadian kecelakaan merupakan bagian yang penting yang perlu mendapat perhatian. Disini dituntut kesigapan aparat baik dari kepolisian maupun dari petugas kesehatan untuk mencapai lokasi kejadian tepat waktu guna menangani dampak yang terjadi serta mencegah kehilangan nyawa yang mengalami kecelakaan.

Pada tahap ini promosi keselamatan lalu lintas dijadikan sebagai pendekatan kepada orang lain supaya mereka empati terhadap korban kecelakaan. Dengan demikian seseorang akan lebih berperilaku hati-hati guna menjaga keselamatannya sendiri.


(38)

3. Tahap sesudah kejadian

Dalam penanganan kejadian kecelakaan, diperlukan kejelian aparat atau instansi yang berwenang untuk meneliti atau melihat sebab-sebab kejadian agar dapat disusun suatu rencana perbaikan guna mencegah terjadinya kecelakaan. Untuk itu perlu didukung dengan data informasi yang lengkap perihal kejadian kecelakaan.

2.3 Remaja

2.3.1 Pengertian Remaja

Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi perubahan biologis, perubahan psikologis, dan perubahan sosial. Remaja sering kali didefinisikan sebagai periode transisi antara masa kanak-kanak ke masa dewasa, atau masa usia belasan tahun, atau seseorang yang menunjukkan tingkah laku tertentu seperti susah diatur, mudah terangsang perasaannya dan sebagainya.

World Health Organization (WHO) mendefinisikan remaja dalam Sarlito Wirawan Sarwono (2006) adalah suatu masa ketika:

a. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual.

b. Individu mengalami perkembangan psikologi dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa.


(39)

24

c. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri.

WHO dalam Depkes RI (2005) juga mendefinisikan bahwa seseorang yang berusia 12 sampai 24 tahun atau dapat dikatakan sebagai seorang remaja merupakan individu yang sedang mengalami masa peralihan secara berangsur-angsur mencapai kematangan seksual, jiwanya berkembang dari jiwa kanak-kanak menjadi dewasa dan keadaan ekonominya beralih dari ketergantungan menjadi relatif mandiri. Dari definisi tersebut maka dapat dilihat adanya perkembangan pada diri remaja baik perkembangan fisik yang meliputi pertumbuhan organ seksual baik yang primer maupun sekunder, pertumbuhan otot-otot, tulang, hormon, serta perkembangan kejiwaan yang meliputi emosi, intelek, sosial, dan moral.

2.3.2 Batasan Usia Remaja

Terdapat batasan usia pada masa remaja yang difokuskan pada upaya meninggalkan sikap dan perilaku kekanak-kanakan untuk mencapai kemampuan bersikap dan berperilaku dewasa. Menurut Kartini Kartono (1995) dibagi tiga yaitu:

a. Remaja Awal (12-15 Tahun)

Pada masa ini, remaja mengalami perubahan jasmani yang sangat pesat dan perkembangan intelektual yang sangat intensif, sehingga minat anak pada dunia luar sangat besar dan pada saat ini remaja tidak mau dianggap kanak-kanak lagi


(40)

namun belum bisa meninggalkan pola kekanak-kanakannya. Selain itu pada masa ini 14 remaja sering merasa sunyi, ragu-ragu, tidak stabil, tidak puas dan merasa kecewa.

b. Remaja Pertengahan (15-18 Tahun)

Kepribadian remaja pada masa ini masih kekanak-kanakan tetapi pada masa remaja ini timbul unsur baru yaitu kesadaran akan kepribadian dan kehidupan badaniah sendiri. Remaja mulai menentukan nilai-nilai tertentu dan melakukan perenungan terhadap pemikiran filosofis dan etis. Maka dari perasaan yang penuh keraguan pada masa remaja awal ini rentan akan timbul kemantapan pada diri sendiri. Rasa percaya diri pada remaja menimbulkan kesanggupan pada dirinya untuk melakukan penilaian terhadap tingkah laku yang dilakukannya. Selain itu pada masa ini remaja menemukan diri sendiri atau jati dirinya.

c. Remaja Akhir (18-21 Tahun)

Pada masa ini remaja sudah mantap dan stabil. Remaja sudah mengenal dirinya dan ingin hidup dengan pola hidup yang digariskan sendiri dengan keberanian. Remaja mulai memahami arah hidupnya dan menyadari tujuan hidupnya. Remaja sudah mempunyai pendirian tertentu berdasarkan satu pola yang jelas yang baru ditemukannya.


(41)

26

2.4 Faktor-Faktor yang Mendasari Persepsi Berkendara 2.4.1 Jenis Kelamin

Muchlas (2005), mengatakan karakteristik individu mempengaruhi seseorang memberikan interpretasi persepsi pada suatu objek atau stimulus yang dilihatnya, interpretasi persepsi tersebut sangat dipengaruhi oleh karakteristik individunya seperti jenis kelamin. Dapat disimpulkan bahwa jenis kelamin laki-laki mempersepsikan tentang sesuatu objek berbeda dengan perempuan.

Iversen & Rundmo (2004), menyebutkan bahwa berdasarkan kelompok umur, pengemudi remaja yang berjenis kelamin laki-laki memiliki kemampuan memperkirakan kondisi di jalan dan lingkungan sekitar untuk meminimalisasi risiko dibandingkan dengan pengemudi perempuan. Hal tersebut menggambarkan bahwa remaja laki-laki lebih banyak yang mengendarai sepeda motor dibandingkan dengan perempuan. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Lestari (2013) pada siswa kelas X (sepuluh) SMAN di Depok, menunjukkan hasil bahwa sebagian besar (65,4%) siswa yang mengendarai sepeda motor berjenis kelamin laki-laki dibandingkan siswa berjenis kelamin perempuan.

Perbedaan jenis kelamin dalam persepsi risiko mengindikasikan bahwa laki-laki lebih toleran terhadap risiko dibandingkan dengan perempuan. Laki-laki cenderung untuk


(42)

berlebihan dalam menilai kemampuan berkendaranya. Laki-laki muda khususnya lebih menilai peraturan lalu lintas secara negatif dan menganggap remeh risiko yang berhubungan dengan pelanggaran lalu lintas (Botterill & Mazur, 2004).

Hal ini diungkapkan juga dalam penelitian Botteril & Mazur (2004), bahwa laki-laki cenderung untuk berlebihan dalam menilai kemampuan berkendaranya. Laki-laki muda khususnya lebih menilai peraturan lalu lintas secara negatif dan menganggap remeh risiko yang berhubungan dengan pelanggaran lalu lintas (Botterill & Mazur, 2004). Begitu juga Matthews dan Moran (1986), mengatakan bahwa laki-laki muda cenderung untuk menganggap remeh bahaya pada situasi berkendara yang berisiko menengah hingga tinggi. Ditambahnya lagi pernyataan dari Trankle, dkk (1990), ditemukan bahwa remaja laki-laki lebih rendah dalam hal menilai risiko pada situasi lalu lintas dibandingkan laki-laki dewasa.

Penelitian yang dilakukan oleh Chang, dkk (2007), di Taipei mengenai perilaku berisiko yang menyebabkan kecelakaan sepeda motor bahwa sebagian besar pengemudi laki-laki menampakkan perilaku pelanggaran dalam berkendara dibandingkan dengan pengemudi perempuan. Namun sebaliknya, pengemudi perempuan lebih sering terlibat kasus kecelakaan motor dibandingkan dengan pengemudi laki-laki. Sehingga Chang, dkk (2007), berpendapat bahwa tidak ada hubungan signifikan


(43)

28

yang berkaitan dengan jenis kelamin dan kecelakaan sepeda motor. Salihat (2009), juga menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan persepsi risiko keselamatan berkendara. 2.4.2 Pengetahuan

Robbins (1996) dan David Krech (1962), menyebutkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang adalah pengetahuan. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Didapat dari hasil penginderaan manusia terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007). Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain (Notoatmodjo, 2007).

Menurut Mehra dan Burhan (1988), pengetahuan dapat diperoleh secara langsung maupun tidak langsung. Pengetahuan yang bersifat langsung adalah pengetahuan yang didapat dari persepsi intern dan ekstern, sedangkan pengetahuan tidak langsung adalah pengetahuan yang didapat dengan cara menarik kesimpulan, kesaksian dan authority.

Rogers (1976), mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni kesadaran, ketertarikan, evaluasi, mencoba, dan adopsi, namun pada penelitian


(44)

selanjutnya, ditemukan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut.

Pengetahuan dalam domain kognitif terdiri dari 6 tingkatan, yaitu : tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.

1. Tahu, mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya atau rangsangan yang telah diterima.

2. Memahami, kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

3. Aplikasi, kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real.

4. Analisis, kemampuan menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. 5. Sintesis, kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari

formulasi-formulasi yang ada.

6. Evaluasi, kemampuan melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek (Notoatmodjo, 2003).

Penelitian yang dilakukan oleh Ben Fauzi Ramadhan (2009), menyatakan bahwa salah satu yang mempengaruhi persepsi rendah adalah pengetahuan yang dimiliki oleh pengendara sepeda motor kurang baik. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Widiyanti (2013), yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan persepsi risiko keselamatan


(45)

30

berkendara. Hal ini dikarenakan adanya faktor lain misalkan pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain dalam mengasumsikan risiko yang dihadapinya

2.4.3 Pengalaman

Robbins (1996) dan David Krech (1962), menyebutkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang adalah pengalaman. Menurut Rachmat (2009), pengalaman yang dimiliki seseorang akan sangat berperan dalam menginterpretasikan stimulus seseorang. Pengalaman masa lalu atau apa yang dipelajari pada masa lalu akan menyebabkan terjadinya perbedaan interpretasi.

Geller (2001), menyebutkan bahwa individu yang tidak pernah mengalami injury atau near miss, akan menganggap bahwa bahaya tidak akan pernah terjadi pada dirinya. Orang cenderung untuk menilai berlebihan kejadian yang jarang terjadi, dan menilai remeh kejadian yang sering terjadi. Pengalaman memberikan informasi yang memberikan gambaran baru mengenai risiko terhadap individu, sehingga mempengaruhi individu dalam menginterpretasikan suatu risiko. Pada kasus dimana individu memiliki informasi yang sedikit mengenai pengalaman yang dialami oleh dirinya sendiri terhadap suatu risiko, maka informasi yang diterima dari berbagai sumber memainkan peranan penting dalam persepsi risiko seseorang (Suprani, 2010).


(46)

Menurut Cooper (1998), orang sering berperilaku tidak aman karena orang tersebut belum pernah cedera saat melaksanakan pekerjaannya dengan tidak aman. Tetapi jika kita melihat Heinrich’s Triangle, sebenarnya orang tidaklah jauh dari potensi kecelakaan. Sementara itu, Geller (2001) menyebutkan faktor pengalaman pada tugas yang sama dan lingkungan yang sudah dikenal dapat mempengaruhi orang tersebut berperilaku tidak aman dan terus berlaku karena menyenangkan, nyaman, serta menghemat waktu dan perilaku ini cenderung berulang.

Penelitian yang dilakukan oleh Widiyanti (2013), menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara pengalaman dengan persepsi risiko keselamatan berkendara. Notoatmodjo (2007), menyatakan bahwa pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain sehingga pengetahuan dan pengalaman saling berhubungan.

2.4.4 Motivasi

Robbins (1996), menyebutkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang yaitu motivasi. Motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah dan ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya. Motivasi seseorang akan sangat mempengaruhi seseorang berpersepsi bila motivasi seseorang itu belum terpuaskan. Bila motivasi dasar sudah terpenuhi maka seseorang memenuhi motivasi lain yang belum terpuaskan.


(47)

32

Motivasi adalah sesuatu yang ada dalam diri seseorang, yang mendorong orang tersebut untuk bersikap dan bertindak untuk mencapai tujuan tertentu. Motivasi dapat berupa kebutuhan dan cita-cita. Motivasi diartikan dengan istilah dorongan, dorongan tersebut merupakan gerak jiwa dan jasmani untuk berbuat (Saleh, 2006). Dari penjelasan diatas dapat dikatakan bahwa tidak ada suatu motivasi apabila tidak dirasakan adanya suatu kebutuhan, sehingga motivasi yang telah tumbuh merupakan dorongan untuk mencapai tujuan guna memenuhi kebutuhan.

Salah satu teori terkenal yang membahas tentang kebutuhan adalah teori Maslow yang mengklasifikasikan kebutuhan menjadi lima tingkat yaitu kebutuhan fisiologis, rasa aman, cinta kasih, penghargaan dan aktualisasi diri. Teori ini sangat berpengaruh dalam psikologi industri dan organisasi sebagai teori motivasi kerja. Dapat dikatakan kebutuhan-kebutuhan ini akan memotivasi manusia untuk mencapai tujuan (Cushway & Lodge, 1993).

Maslow mengemukakan lima tingkat kebutuhan, sebagai berikut :

a) Kebutuhan fisiologis : kebutuhan yang harus dipuaskan untuk dapat tetap hidup, termasuk makanan, papan, pakaian, udara untuk bernafas dan sebagainya.

b) Kebutuhan rasa aman : ketika kebutuhan fisiologis telah dipuaskan, perhatian dapat diarahkan kepada kebutuhan akan


(48)

keselamatan. Keselamatan ini termasuk merasa aman dari setiap jenis ancaman fisik atau kehilangan.

c) Kebutuhan cinta kasih atau sosial : cinta kasih dan kasih sayang yang diperlukan pada tingkat ini mungkin disadari melalui hubungan antar-pribadi yang mendalam tetapi juga yang akan dicerminkan dalam kebutuhan untuk menjadi bagian berbagai kelompok sosial.

d) Kebutuhan penghargaan : percaya diri dan harga diri mau pun kebutuhan akan pengakuan orang lain.

e) Kebutuhan aktualisasi diri : kebutuhan ini ditempatkan paling atas pada hierarki Maslow dan berkaitan dengan keinginan pemenuhan diri. Ketika semua kebutuhan lain sudah dipuaskan, seseorang ingin mencapai potensi penuhnya. Tahap terakhir ini mungkin akan tercapai hanya oleh beberapa orang.

Gambar 2.2

Hierarki Kebutuhan Maslow

Pada gambar 2.2 dapat dilihat bahwa kebutuhan individu bergerak naik mengikuti anak tangga hierarki. Meskipun tidak ada

Aktualisasi diri

Pengharhaan

Cinta kasih

Rasa aman


(49)

34

kebutuhan yang pernah dipenuhi secara lengkap, suatu kebutuhan yang dipuaskan secara cukup banyak tidak lagi termotivasi. Menurut Maslow mengatakan jika kita ingin memotivasi seseorang maka kita perlu memahami sedang berada pada anak tangga manakah orang tersebut dan memusatkan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan itu atau kebutuhan-kebutuhan di atas tingkat itu (Cushway & Lodge, 1993).

Pada tahun 2009, Ben Fauzi Ramadhan melakukan penelitian yang menunjukkan bahwa hampir sebagian siswa SMA di Kota Bogor memiliki persepsi yang rendah terhadap keselamatan berkendara. Dari total sampel yang diteliti yaitu sebesar 239 responden, 59,95% memiliki motivasi yang kurang baik terhadap keselamatan berkendara.

Penelitian yang dilakukan oleh Widiyanti (2013), menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara motivasi dengan persepsi. Menurutnya semakin baik tingkat motivasi responden terhadap keselamatan berkendara maka semakin baik pula persepsi responden terhadap keselamatan berkendara, begitu pula sebaliknya semakin buruk tingkat motivasi responden terhadap keselamatn berkendara maka semakin buruk juga persepsi responden tersebut terhadap keselamatan berkendara.


(50)

2.4.5 Kondisi Lingkungan 2.4.5.1 Kepemilikan SIM

SIM dibuat atau diterbitkan sebagai upaya kepolisian untuk mengatur lalu lintas di jalan raya. Dengan melakukan “seleksi” terhadap kepemilikan SIM. SIM. C dibuat atau diterbitkan untuk pengguna kenderaan khusus roda dua atau sepeda motor, diharapkan pengguna kenderaan khususnya sepeda motor memiliki kemampuan dan pemahaman yang cukup sehingga tidak membahayakan orang lain ketika mengemudi (Siahaan, 2011).

Pengendara sepeda motor memiliki SIM dengan alasan untuk kewajiban dan keamanan berkendara, sehingga apabila tidak memiliki SIM, masyarakat cenderung takut dengan sanksi. Ketidakpemilikan SIM tersebut membuat adanya perasaan takut melanggar peraturan pemerintah karena sanksinya yang sangat mengikat (Setiyarini, 2014).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Asdar dkk di SMA Kabupaten Pangkep tahun 2013, didapatkan bahwa dari 25 responden yang telah memiliki SIM sebanyak 19 orang (76,0%) yang memiliki perilaku safety riding baik dan sebanyak 6 orang (24,0%) yang berperilaku buruk. Sedangkan dari 150 responden yang tidak memiliki SIM sebanyak 77 orang (51,3%) berperilaku baik dan 73


(51)

36

orang (48,7%) berperilaku buruk. Hasil uji statistik menggunakan uji chi-square antara kepemilikan SIM dengan perilaku safety riding diperoleh nilai p= 0,022. Nilai tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan antara kepemilikan SIM dengan perilaku safety riding pada siswa SMA di Kabupaten Pangkep (Asdar dkk, 2013).

Keberadaan SIM pada siswa setidaknya akan mempengaruhi perilaku safety riding mereka. Penelitian yang dilakukan oleh Ouimet et al (2007) mengemukakan bahwa remaja yang telah memiliki SIM akan cenderung berperilaku safety riding yang baik pada masa awal kepemilikan SIMnya. Perilaku yang baik mengenai safety riding salah satunya dikarenakan persepsi keselamatan berkendara yang positif. Aprilita (2008), menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara persepsi dengan perilaku safety riding.

2.5 Kerangka Teori

Beberapa sumber menyebutkan bahwa banyak faktor yang berhubungan dengan persepsi seseorang antara lain, menurut Robbins (1996), persepsi dibagi menjadi tiga faktor yaitu faktor dalam diri sipengarti (motivasi, pengalaman, minat dan harapan), faktor situasi (kondisi lingkungan) dan faktor dalam diri target. Selain itu, menurut David Krech (1962), pengetahuan dan pengalaman seseorang akan menimbulkan persepsi seseorang terhadap sesuatu. Dari faktor diatas dapat


(52)

dilihat bahwa persepsi dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

Dibawah ini merupakan kerangka teori pada penelitian yang dilakukan, yaitu :

Gambar 2.3 Teori Persepsi oleh Robbins (1996) dan David Krech (1962) PERSEPSI

Faktor eksternal : a. Kondisi lingkungan

- Kepemilikan SIM Faktor internal :

a. Jenis kelamin b. Pengetahuan c. Pengalaman d. Motivasi e. Minat f. Harapan


(53)

38 BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

Berdasarkan teori yang dijelaskan sebelumnya, peneliti membuat kerangka konsep mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi keselamatan mengendarai sepeda motor pada siswa yang terdiri dari variabel dependen (persepsi keselamatan mengendarai sepeda motor) dan variabel independen yang terdiri dari faktor internal yaitu (jenis kelamin, pengetahuan keselamatan berkendara, pengalaman keselamatan berkendara dan motivasi keselamatan berkendara) dan faktor eksternal yaitu (kepemilikan SIM).

Berdasarkan teori yang ditunjang oleh fakta serta pengamatan langsung di lapangan, pemilihan variabel independen tersebut berdasarkan pertimbangan bahwa variabel terpilih memang sudah dikenal secara umum termasuk oleh calon responden. Variabel independen tersebut diasumsikan oleh peneliti mempunyai hubungan dengan persepsi keselamatan mengendarai sepeda motor.

Asumsi hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen dapat diuraikan sebagai berikut: jenis kelamin berhubungan dengan persepsi, pengetahuan siswa yang kurang baik akan menimbulkan persepsi negatif atau berpendapat bahwa tentang keselamatan mengendarai sepeda motor tidak penting, pengalaman mempengaruhi persepsi siswa tentang keselamatan berkendara. Artinya bahwa persepsi keselamatan


(54)

berkendara responden positif/penting jika responden memiliki pengalaman yang banyak terhadap keselamatan dan kecelakaan lalu lintas, sebaliknya persepsi keselamatan berkendara negatif/tidak penting jika responden memiliki pengalaman sedikit terhadap keselamatan dan kecelakaan lalu lintas. Adapun motivasi berhubungan dengan persepsi. Semakin rendahnya motivasi siswa dalam tindakan berkendara aman maka dorongan untuk mencapai tujuan guna memenuhi kebutuhan kemungkinan besar tidak tercapai secara optimal. Selain itu, siswa yang tidak memiliki SIM diasumsikan akan menimbulkan persepsi negatif atau berpendapat bahwa tentang keselamatan mengendarai sepeda motor tidak penting.

Beberapa variabel yang terdapat dalam kerangka teori namun tidak dilakukan penelitian karena alasan tertentu. Variabel tersebut yaitu variabel minat dan variabel harapan. Variabel minat dan variabel harapan tidak diikutsertakan sebagai variabel independen karena variabel ini berkaitan dengan variabel motivasi. Hurlock (1995), mengatakan bahwa minat merupakan sumber motivasi yang mendorong orang untuk melakukan apa yang mereka inginkan. Selain itu, Uno (2007), menyebutkan bahwa motivasi dapat diartikan sebagai dorongan internal dan eksternal dalam diri seseorang yang diindikasikan dengan adanya hasrat dan minat untuk melakukan kegiatan, harapan dan cita-cita, penghargaan, dan penghormatan atas diri.


(55)

40

Berikut ini adalah kerangka konsep yang digunakan dalam penelitian

Faktor Internal :

Faktor Eksternal :

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

Keterangan : tidak diteliti

diteliti

Pengetahuan keselamatan berkendara Jenis Kelamin

Persepsi Keselamatan Mengendarai Sepeda Motor Motivasi keselamatan berkendara

Pengalaman keselamatan berkendara

Kepemilikan SIM Minat


(56)

3.2 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur Variabel Dependen

1. Persepsi keselamatan mengendarai sepeda motor

Pandangan atau interpretasi responden tentang pentingnya tindakan keselamatan

mengendarai sepeda motor di jalan raya.

Pengisian Kuesioner

Kuesioner 1. Tidak penting, jika skor < mean (42,74)

2. Penting, jika skor  mean (42,74)

Ordinal

Variabel Independen

1. Jenis kelamin Pembagian jenis seksual yang ditentukan secara biologis dan anatomis yang dinyatakan dalam jenis kelamin laki-laki dan jenis kelamin perempuan.

Pengisian Kuesioner

Kuesioner 1. Laki-laki 2. Perempuan

Nominal

2. Pengetahuan keselamatan berkendara

Jawaban responden tentang tindakan keselamatan

mengendarai sepeda motor di jalan raya.

Pengisian Kuesioner

Kuesioner 1. Rendah, jika skor < median (19)

2. Tinggi, jika skor  median (19)


(57)

42

3 Pengalaman keselamatan berkendara

Kejadian/peristiwa yang pernah dialami responden selama

mengendarai sepeda motor terkait keselamatan, kecelakaan, dll.

Pengisian Kuesioner

Kuesioner 1. Sedikit, jika skor < nilai median (8)

2. Banyak, jika skor  nilai median (8)

Ordinal

4. Motivasi keselamatan berkendara

Dorongan yang timbul dari dalam diri responden terhadap tindakan keselamatan mengendarai sepeda motor di jalan raya.

Pengisian Kuesioner

Kuesioner 1. Rendah, jika skor < nilai median (33)

2. Tinggi, jika skor  nilai median (33)

Ordinal

5. Kepemilikan SIM

Status yang menyatakan bahwa responden memiliki SIM atau tidak memiliki SIM

Observasi SIM Kuesioner dan pengecekan SIM

1. Tidak punya 2. Punya


(58)

3.3 Hipotesis

1. Adanya hubungan antara jenis kelamin dengan persepsi keselamatan mengendarai sepeda motor pada siswa SMA di Depok.

2. Adanya hubungan antara pengetahuan dengan persepsi keselamatan mengendarai sepeda motor pada siswa SMA di Depok.

3. Adanya hubungan antara pengalaman dengan persepsi keselamatan mengendarai sepeda motor pada siswa SMA di Depok.

4. Adanya hubungan antara motivasi dengan persepsi keselamatan mengendarai sepeda motor pada siswa SMA di Depok.

5. Adanya hubungan antara kepemilikan SIM dengan persepsi keselamatan mengendarai sepeda motor pada siswa SMA di Depok.


(59)

44 BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian epidemiologi analitik dengan menggunakan desain cross-sectional study (studi potong lintang), pada penelitian ini pengumpulan data variabel dependent dan variabel independent dilakukan pada waktu yang bersamaan.

4.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di lima Sekolah Menengah Atas Kota Depok yang diharapkan dapat mewakili populasi sebagaimana kelima sekolah tersebut mewakili beberapa wilayah di Kota Depok. Sekolah yang terpilih berdasarkan random yaitu SMAN 2 Depok, SMAN 4 Depok, SMA Putra Bangsa, SMA Islam An-Nizhomiyah, dan SMA Kharismawita. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Januari 2016. 4.3 Populasi Dan Sampel

4.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa/i SMA di Kota Depok yang menggunakan sepeda motor.

4.3.2 Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang dipergunakan sebagai sumber data. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa/i di SMAN 2 Depok, SMAN 4 Depok, SMA Putra Bangsa, SMA Islam An-Nizhomiyah, dan SMA Kharismawita yang menggunakan sepeda


(60)

motor. Dikarenakan penelitian ini dilakukan untuk menguji hipotesis, maka rumus besar sampel yang digunakan adalah hipotesis beda dua proporsi two tail, sebagai berikut:

Keterangan :

n : Besar sampel

2 / 1

Z : Derajat kemaknaan 5% = 1,96

 

1

Z : Kekuatan Uji 95% = 1,64

P1 : Proporsi responden pada variabel penelitian sebelumnya yang beresiko (memiliki pengetahuan rendah dan persepsi negatif = 51,1%).

P2 : Proporsi responden pada variabel penelitian sebelumnya yang tidak beresiko (memiliki pengetahuan tinggi dan persepsi negatif = 24,2%).

P : Nilai rata-rata antara P1 dan P2 = (P1 + P2) / 2 = 0,376 (Nilai P1 dan P2 diperoleh dari penelitian Lestari, 2013)

0,511 0,242

2 134

242 , 0 1 242 , 0 511 , 0 1 511 , 0 64 , 1 376 , 0 1 376 , 0 2 96 , 1 2 2           n

Berdasarkan hasil perhitungan, jumlah sampel minimal sebanyak 134 responden. Peneliti telah mempertimbangkan adanya non respond dan missingdata sehingga jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini menjadi 148 responden.


(61)

46

Pengambilan sampel menggunakan teknik Proportional Random Sampling, dikarenakan terdapat lima SMA Kota Depok yang terpilih sebagai sampel dengan jumlah siswa/i yang berbeda-beda. Setiap sekolah akan diambil sampelnya dengan jumlah tertentu sesuai dengan perhitungan proporsi terhadap minimal sampel pada penelitian ini dan diuraikan sebagai berikut

Tabel 4.1

Proporsi Sampel Siswa SMA Kota Depok

No Sekolah Jumlah

Siswa/i Proporsi terhadap populasi Jumlah sampel Jumlah sampel per kelas

1 SMAN 2 Depok 962 34% 50

I = 18 II = 18 III = 14

2 SMAN 4 Depok 1234 43% 64

I = 21 II = 23 III = 20 3 SMA Putra

Bangsa 347 12% 18

I = 6 II = 5 III = 7 4 SMA Islam

An-Nizhomiyah 140 5% 7

I = 3 II = 3 III = 1

5 SMA

Kharismawita 160 6% 9

I = 3 II = 3 III = 3

Jumlah 2843 100% 148 148

4.4 Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dengan cara melakukan observasi langsung ke lapangan dengan menggunakan kuesioner yang dibagikan kepada responden, yaitu siswa/i SMAN 2 Depok, SMAN 4 Depok, SMA Putra Bangsa, SMA Islam An-Nizhomiyah, dan SMA Kharismawita. Sebelum mengisi kuesioner peneliti menjelaskan terlebih dahulu cara mengisi kuesioner kepada responden,


(62)

dibagikan, dan tidak boleh dibawa pulang. Pada saat penelitian, peneliti menunggu sampai selesai, agar responden mengisi dengan sungguh-sungguh dan apabila terdapat hal yang belum jelas, peneliti akan memberikan penjelasan. Setelah pengisian selesai, kuesioner dikumpulkan dan diperiksa kembali kelengkapan datanya.

4.5 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuesioner yang berisi daftar pertanyaan yang ditujukan kepada siswa/i SMA Kota Depok. Kuesioner ini meliputi pernyataan yang mengukur variabel dependen (persepsi) dan independen (jenis kelamin, pengetahuan, pengalaman, motivasi, dan kepemilikan SIM).

a. Persepsi

Pernyataan mengenai variabel persepsi terdapat pada no B1-B10. Persepsi responden dikatakan “Penting” jika jumlah skor responden lebih dari atau sama dengan dari nilai rata-rata (mean) dan dikatakan “Tidak Penting” jika jumlah skor responden kurang dari nilai mean. Nilai mean = 42,74.

b. Jenis kelamin

Di dalam kuesioner ini pernyataan mengenai variabel jenis kelamin terdapat pada nomor A2, yaitu jenis kelamin perempuan dan laki-laki. c. Pengetahuan

Di dalam kuesioner ini pernyataan mengenai variabel pengetahuan terdapat pada nomor C1-C10. Pengetahuan responden dikatakan “Tinggi” jika jumlah skor responden lebih dari atau sama dengan nilai tengah


(63)

48

(median) dan dikatakan “Rendah” jika jumlah skor responden kurang dari nilai median. Nilai median = 19.

d. Pengalaman

Di dalam kuesioner ini pernyataan mengenai variabel pengalaman terdapat pada no D1-D6. Pengalaman responden dikatakan “Banyak” jika jumlah skor responden lebih dari atau sama dengan nilai tengah (median) dan dikatakan pengalaman “Sedikit” jika jumlah skor responden kurang dari nilai median. Nilai median = 8

e. Motivasi

Pernyataan mengenai variabel motivasi terdapat pada no E1-E8. Motivasi responden dikatakan “Rendah” jika jumlah skor responden kurang dari nilai tengah (median) dan dikatakan motivasi “Tinggi” jika jumlah skor responden lebih dari atau sama dengan dari nilai median. Nilai median = 33.

f. Kepemilikan SIM

Di dalam kuesioner ini pernyataan mengenai variabel kepemilikan SIM terdapat pada nomor A6. Variabel Kepemilikan SIM diberikan kode sebagai berikut : 1. Tidak punya; 2. Punya

4.6 Validitas Dan Reliabilitas

Sebelum instrumen / alat ukur digunakan untuk mengumpulkan data penelitian, perlu dilakukan uji coba kuesioner untuk mencari kevalidan dan reliabilitas alat ukur tersebut. Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat keabsahan suatu alat ukur. Tinggi rendahnya validitas alat ukur menunjukkan sejauh mana data yang trekumpul tidak menyimpang


(64)

dari gambaran tentang variabel yang dimaksud. Sedangkan reliabilitas menunjuk bahwa suatu alat ukur cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena alat ukur tersebut sudah baik dan tidak memiliki sifat tendesius atau mengarahkan responden untuk memilih jawaban tertentu (Rangkuti, 2002). Uji validitas dan reliabilitas instrumen penelitian dilakukan terhadap 30 responden diluar sampel penelitian yang memiliki karakteristik serupa dengan sampel yang diamati (Singarimbun, 1989).

4.6.1 Uji Validitas

Uji validitas pada penelitian ini dilakukan dengan cara melakukan korelasi antar skor masing-masing variabel dengan skor totalnya. Hasil pengujian validitas dapat dilihat pada kolom corrected item-total correlation dimana nilai r hitung yang terdapat pada kolom tersebut dibandingkan dengan nilai r tabel. Bila nilai r hitung lebih besar dari nilai r tabel (r hitung > r tabel) maka dapat dikatakan instrument tersebut valid (Hastono, 2001).

Responden dalam uji validitas instrumen penelitian ini berjumlah 30 responden sehingga didapatkan nilai R tabel adalah 0,159. Berdasarkan hasil uji validitas, diketahui bahwa nilai r hitung dari setiap pertanyaan lebih besar daripada nilai r tabel, sehingga seluruh pertanyaan dalam instrumen penelitian ini dinyatakan valid. Hasil pengujian validitas instrumen penelitian tertera pada tabel berikut.


(65)

50

Tabel 4.2

Hasil Uji Validitas Instrumen Penelitian Variabel Corrected Item- Total

Correlation

Keterangan Persepsi

B1 0,333 Valid

B2 0,537 Valid

B3 0,467 Valid

B4 0,517 Valid

B5 0,427 Valid

B6 0,307 Valid

B7 0,671 Valid

B8 0,234 Valid

B9 0,348 Valid

B10 0,409 Valid

Pengetahuan

C1 0,552 Valid

C2 0,552 Valid

C3 0,397 Valid

C4 0,532 Valid

C5 0,397 Valid

C6 0,328 Valid

C7 0,532 Valid

C8 0,328 Valid

C9 0,844 Valid

C10 0,844 Valid

Pengalaman

D1 0,288 Valid

D2 0,717 Valid

D3 0,288 Valid

D4 0,717 Valid

D5 0,518 Valid

D6 0,518 Valid

Motivasi

E1 0,373 Valid

E2 0,813 Valid

E3 0,632 Valid

E4 0,206 Valid

E5 0,419 Valid

E6 0,513 Valid

E7 0,228 Valid


(66)

4.6.2 Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas pada penelitian ini dilakukan dengan cara melihat nilai r pada kolom Cronbach’s alpha. Jika nilai r hitung lebih besar dari pada r tabel (r hitung > r tabel) maka dapat dikatakan instrument tersebut reliabel (Hastono, 2001). Berdasarkan hasil uji validitas, diketahui bahwa nilai Cronbach’s alpha lebih besar dibandingkan nilai r tabel (0,159) sehingga instrumen penelitian dinyatakan reliabel. Hasil perhitungan uji reliabilitas instrumen penelitian tertera pada tabel berikut.

Tabel 4.3

Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian Cronbach’s Alpha Jumlah

Pertanyaan

Keterangan

0,845 34 Reliabel

4.7 Manajemen Data

Data yang terkumpul khususnya data kuesioner diolah dengan menggunakan program pengolah data. Adapun urutannya adalah sebagai berikut :

1. Coding

Tahapan ini dilakukan dengan cara memberikan kode pada setiap jawaban dari kuesioner yang dikumpulkan untuk memudahkan proses pemasukan dan pengolahan data selanjutnya.

2. Editing

Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan kelengkapan data dan jawaban responden, sebelum data dimasukkan ke perangkat lunak untuk


(1)

motivasi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid rendah 61 41.2 41.2 41.2

tinggi 87 58.8 58.8 100.0

Total 148 100.0 100.0

6.

Kepemilikan SIM

Statistics

k_sim

N Valid 148

Missing 0

Mean 1.23

Median 1.00

k_sim

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid Tidak

punya 114 77.0 77.0 77.0

Punya 34 23.0 23.0 100.0


(2)

1.

Hubungan persepsi dengan jenis kelamin

persepsi * jk Crosstabulation

jk Total

L p L

persepsi tdkpenting Count 39 33 72

% within jk 51.3% 45.8% 48.6%

penting Count 37 39 76

% within jk 48.7% 54.2% 51.4%

Total Count 76 72 148

% within jk 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .445(b) 1 .505

Continuity

Correction(a) .252 1 .615

Likelihood Ratio .445 1 .505

Fisher's Exact Test .516 .308

N of Valid Cases 148

a Computed only for a 2x2 table

b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 35.03.

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for jk (L / p) 1.246 .653 2.377

For cohort persepsi = tdkpenting 1.120 .802 1.562

For cohort persepsi = penting .899 .657 1.230


(3)

2.

Hubungan persepsi dengan pengetahuan

Crosstab

pengetahuan Total

rendah tinggi rendah

persepsi tdkpenting Count 13 59 72

% within pengetahuan 65.0% 46.1% 48.6%

Penting Count 7 69 76

% within pengetahuan 35.0% 53.9% 51.4%

Total Count 20 128 148

% within pengetahuan 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 2.475(b) 1 .116

Continuity

Correction(a) 1.776 1 .183

Likelihood Ratio 2.502 1 .114

Fisher's Exact Test .150 .091

Linear-by-Linear

Association 2.458 1 .117

N of Valid Cases 148

a Computed only for a 2x2 table

b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.73.

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for pengetahuan

(rendah / tinggi) 2.172 .813 5.801

For cohort persepsi = tdkpenting 1.410 .972 2.046

For cohort persepsi = penting .649 .350 1.205


(4)

3.

Hubungan persepsi dengan pengalaman

Crosstab

pengalaman Total

sedikit banyak sedikit

persepsi tdkpenting Count 28 44 72

% within pengalaman 48.3% 48.9% 48.6%

penting Count 30 46 76

% within pengalaman 51.7% 51.1% 51.4%

Total Count 58 90 148

% within pengalaman 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .005(b) 1 .942

Continuity

Correction(a) .000 1 1.000

Likelihood Ratio .005 1 .942

Fisher's Exact Test 1.000 .538

Linear-by-Linear

Association .005 1 .942

N of Valid Cases 148

a Computed only for a 2x2 table

b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 28.22.

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for pengalaman

(sedikit / banyak) .976 .504 1.889

For cohort persepsi = tdkpenting .987 .703 1.387

For cohort persepsi = penting 1.012 .735 1.394


(5)

4.

Hubungan persepsi dengan motivasi

Crosstab

motivasi Total

rendah tinggi rendah

persepsi tdkpenting Count 39 33 72

% within motivasi 63.9% 37.9% 48.6%

Penting Count 22 54 76

% within motivasi 36.1% 62.1% 51.4%

Total Count 61 87 148

% within motivasi 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 9.706(b) 1 .002

Continuity

Correction(a) 8.693 1 .003

Likelihood Ratio 9.812 1 .002

Fisher's Exact Test .003 .002

Linear-by-Linear

Association 9.640 1 .002

N of Valid Cases 148

a Computed only for a 2x2 table

b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 29.68.

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for motivasi (rendah /

tinggi) 2.901 1.471 5.719

For cohort persepsi = tdkpenting 1.686 1.214 2.341

For cohort persepsi = penting .581 .400 .843


(6)

5.

Hubungan persepsi dengan kepemilikan SIM

Crosstab

k_sim Total

tidak punya punya tidak punya

persepsi tdkpenting Count 57 15 72

% within k_sim 50.0% 44.1% 48.6%

penting Count 57 19 76

% within k_sim 50.0% 55.9% 51.4%

Total Count 114 34 148

% within k_sim 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .363(b) 1 .547

Continuity

Correction(a) .165 1 .684

Likelihood Ratio .364 1 .547

Fisher's Exact Test .564 .343

Linear-by-Linear

Association .360 1 .548

N of Valid Cases 148

a Computed only for a 2x2 table

b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16.54.

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for k_sim (tidak punya / punya) 1.267 .586 2.736

For cohort persepsi = tdkpenting 1.133 .744 1.726

For cohort persepsi = penting .895 .630 1.270