Pembahasan Sikap Pustakwan Terhadap Pemustaka Down Syndrome Di Perpustakaan SLBN 02 Jakarta

90 “Pedoman yang saya gunakan adalah Undang-Undang Republik Indonesia dan buku tentang down syndrome dan perpustakaan.” Ry Saya menggunakan pedoman undang-undang dan peraturan yang telah berlaku di perpustakaan ini”. Sy “Pedoman yang saya gunakan adalah aturan yang ada di perpustakaan dan Undang-Undang Republik I ndonesia.” Wl Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa pustakawan menggunakan undang-undang, buku dan aturan di perpustakaan sebagai pedoman untuk berinteraksi dengan pemustaka down syndrome.

C. Pembahasan

1. Sikap pustakawan di Perpustakaan SLBN 02 Jakarta berdasarkan komponen kognitif Sebelum masuk ke pembahasan lebih dalam pustakawan harus mengetahui terlebih dahulu pengertian pemustaka down syndrome. Down syndrome adalah suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan mental anak yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom. Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan. John longdon down adalah seorang dokter dari Inggris yang pertama kalinya menemukan kumpulan gejala down syndrome pada tahun 1866. Sumbangan down yang terbesar adalah kemampuannya untuk mengenali karakter fisik yang spesifik 91 dan deskripsinya yang jelas tentang keadaan ini, yang secara keseluruhan berbeda dengan keadaan anak normal. Karena matanya yang khas seperti bangsa Mongol maka dulu disebut sebagai Mongoloid. Kemudian pada tahun 1970an para ahli dari Amerika dan Eropa merevisi nama dari kelainan yang terjadi pada anak tersebut dengan istilah down syndrome dan hingga kini penyakit ini dikenal dengan istilah yang sama. Gejala-gejala atau tanda- tanda yang muncul akibat down syndrome dapat bervariasi dari yang tidak tampak sama sekali, tampak minimal sampai muncul tanda yang khas. Tanda yang paling khas pada anak yang menderita down syndrome adalah adanya keterbelakangan fisik dan mental pada anak. Down syndrome termasuk syndroma konginetal karena sindroma ini sudah sejak lahir. Hal ini disebabkan adanya kelebihan jumlah kromosom pada sel tubuh anak penyandang down syndrome. Pemustaka down syndrome ini memiliki 3 jenis yaitu 1. Trisomi 21 2. Translokasi 3. Mosaic sindrom down. Di Perpustakaan SLBN 02 Jakarta kebanyakan pemustakanya mengalami jenis trisomi 21. Keadaan itu disebabkan oleh adanya ekstrakromosom 21 dalam semua hal 92 individu. Hal itu terjadi karena salah satu orang tua memberikan dua kromosom 21 melalui sel telur atau sel sperma, bukannya satu seperti biasa. Ini merupakan bentuk yang paling banyak terjadi 95 pada anak-anak down syndrome yang lahir dari ibu dengan berbagai usia. Pemustaka down syndrome ini memiliki kebutuhan informasi yang berkaitan dengan buku pelajaran yang didukung dengan gambar yang menarik. Sehingga mereka dengan mudah menangkap informasi yang ada di dalam buku yang mereka inginkan. Dalam memenuhi kebutuhan nya itu maka prilaku pencarian informasi pemustaka down syndrome biasanya langsung datang ke rak, dan ada juga yang mengajak pustakawan untuk membantu dia mencarikan buku yang menarik. Hal ini mereka lakukan karena keterbatasan yang mereka miliki. Sehingga mereka tidak bisa melakukan apa-apa kecuali dengan bimbingan yang ekstra. Cara melayani pemustaka down syndrome dengan baik, ramah, santun, lemah lembut, ikut berempati dan tidak membeda-bedakan mereka. Pemustaka down syndrome sangat sensitif. Ketika mereka dimarahi dan di bentak. Mereka akan mengamuk dan menangis. Perpustakaaan juga menyediakan sarana penelusuran informasi diantaranya katalog online dan katalog manual. Namun sayang nya pemustaka down syndrome 93 tidak menggunakannya. Karena mereka langsung datang ke rak dan mengambil buku yang mereka inginkan. Karena keterbatasan mereka, ketika dikasih bimbingan tetap saja susah untuk memahaminya. Agar Perpustakaan SLBN 02 Jakarta berfungsi dengan baik maka perpustakaan mengadakan kegiatan bagi penyandang down syndrome seperti perlombaan melukis, mewarnai, story telling oleh pustakawan, dan kegiatan belajar sambil bermain dengan menggunakan puzzle. Untuk memenuhi kebutuhan pemustaka, maka pustakawan hendaknya selalu berupaya memberikan layanan yang terbaik. Pustakawan harus memiliki kompetensi, yaitu memiliki ilmu pengetahuan tentang perpustakaan yang memadai, keterampilan, sikap yang baik dalam memberikan layanan kepada pemustaka, meningkatkan kemampuan pustakawan dalam bidang psikologi anak down syndrome dan juga tentang perpustakaan. Sehingga dengan adanya basic tersebut maka kegiatan di perpustakaan akan berjalan dengan baik dan menyenangkan. 94 2. Sikap pustakawan berdasarkan komponen afektif terhadap pemustaka down syndrome Pustakawan sangat diharapkan untuk senang menambah pengetahuan dalam bidang perpustakaan dengan cara membaca buku maupun mengikuti pelatihan-pelatihan. Bukan itu saja pustakawan juga harus senang menambah pengetahuan dalam bidang down syndrome dengan cara membaca buku, jurnal, sharing dengan para ahli dan mengikuti pelatihan. Satu lagi pustakawan juga harus senang menambah pengetahuan dalam psikologi anak down syndrome dengan membaca buku, jurnal, ikut pelatihan yang berkaitan dengan psikologi anak down syndrome. Ketiga itu merupakan komponen penting yang harus dimiliki pustakawan dalam melayani pemustaka down syndrome di perpustakaan. Pelayanan di Perpustakaan SLBN 02 Jakarta ini menggunakan pelayanan langsung terhadap penderita down syndrome. Maksudnya pustakawan memberikan bantuan kepada pemustaka down syndrome secara langsung. Contohnya mengambilkan buku di rak, serta memberikan pendampingan selama di perpustakaan kepada pemustaka down syndrome. Pustakawan menjadi fasilitator bagi pemustaka down syndrome dalam memahami informasi 95 yang mereka inginkan. Pustakawan menggunakan sarana buku bergambar dan puzzle untuk menjelaskan isi buku yang diinginkan pemustaka. Agar perpustakaan semakin di sukai pemustaka maka harus diadakan kegiatan. Kegiatan yang dilakukan diantaranya diadakan lomba menggambar, mewarnai, menulis, story telling, bercerita isi buku maka itu hal yang menunjang pembelajaran pemustaka down syndrome. Agar kegiatan berjalan dengan baik, maka pustakawan harus bersikap lemah lembut dan ikut berempati kepada pemustaka down syndrome. Karena melayani pemustaka down syndrome memang harus lebih ekstra daripada pemustaka biasa. Pustakawan harus memiliki sikap-sikap sabar, ramah, sopan, menahan emosi, mengayomi, mempunyai jiwa kasih sayang, berempati kepada pemustaka dan sikap tidak membeda-bedakan anak. Karena dengan adanya sikap diatas maka kegiatan yang ada di perpustakaan akan berjalan dengan baik. pemustaka down syndrome butuh motivasi dan semangat dari semua kalangan. Terutama pustakawan ketika dia berkunjung ke perpustakaan. Pemustaka down syndrome kerap kali sensitif karena dengan kondisi mereka yang menyedihkan. Oleh karena itu, pustakawan harus memberikan motivasi dengan 96 memberikan story telling dan hadiah kepada pemustaka. Dengan adanya hal tersebut pemustaka semakin semangat. 3. Sikap pustakawan berdasarkan komponen prilaku down syndrome Pustakawan harus banyak membaca agar ilmu pengetahuannya bertambah. Ketika pustakawan memiliki banyak ilmu maka prilaku mereka kepada pemustaka down syndrome akan baik. Buku yang harus dibaca yaitu berkaitan dengan psikologi anak down syndrome, perpustakaan, dan cara melayani pemustaka down syndrome. Selain membaca buku pustakawan harus mengikuti pelatihan. Pelatihan ini berguna untuk memantapkan ilmu yang sudah dipunyai pustakawan. Pelatihan yang harus diikuti oleh pemustaka down syndrome adalah cara menangani anak down syndrome, pelatihan cara pendekatan anak down syndrome, pelatihan cara mengelola perpustakaan dengan baik dan menarik di Perpustakaan Nasional dan dimanapun itu. Pustakawan harus memiliki pemahaman mengenai pustakawan. Cara memberikan pemahaman mengenai perpustakaan adalah dengan pendekatan personal. Pustakawan akan mendekati pemustaka satu per satu, 97 setelah dekat dengan mereka, maka memberikan pemahaman tentang perpustakaannya akan mudah sehingga pemustaka down syndrome mudah memahaminya dan merasa senang berkunjung ke perpustakaan. Pedoman yang digunakan untuk berinteraksi dengan down syndrome adalah Undang-Undang Republik Indonesia dan buku tentang down syndrome di perpustakaan.

D. Hasil Penelitian Kuantitatif