Latar Belakang Masalah Sikap Pustakwan Terhadap Pemustaka Down Syndrome Di Perpustakaan SLBN 02 Jakarta

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perpustakaan SLBN merupakan perpustakaan sekolah yang berada di sekolah luar biasa. Perpustakaan sekolah merupakan salah satu sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan pendidikan sehingga, semestinya setiap sekolah harus memiliki perpustakaan yang memadai agar tugas pokok perpustakaan dalam menunjang proses pendidikan tersebut dapat berlangsung dengan baik. Untuk itu, setiap perpustakaan sekolah harus menyediakan berbagai macam jenis koleksi dan bahan bacaan yang sesuai dengan kurikulum sekolah dan perkembangan ilmu pengetahuan. 1 Menurut Undang-Undang RI Nomor 43 Tahun 2007 Pasal 23 tentang Perpustakaan SekolahMadrasah dinyatakan bahwa sekolahmadrasah menyelenggarakan perpustakaan yang memenuhi standar nasional perpustakaan dengan memperhatikan Standar Nasional Pendidikan. Perpustakaan sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1 wajib memiliki koleksi buku teks pelajaran yang ditetapkan sebagai buku teks wajib pada satuan pendidikan yang bersangkutan dalam jumlah yang mencukupi untuk melayani semua peserta didik dan tenaga pendidik. 2 1 NS, Sutarno. Manajemen Perpustakaan: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Samitra Media Utama, 2004, h.37. 2 Republik Indonesia, Undang-Undang RI No 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI, 2007, h.15 2 Menurut Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional pasal 32 ayat 1 bahwa Pendidikan khusus adalah pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena fisik, mental, sosial dan atau memiliki potensial kecerdasan serta bakat istimewa. 3 Oleh karena itu diadakanlah ruang khusus untuk perpustakaan. Ruang perpustakaan ini dilengkapi dengan buku-buku yang relevan dengan kebutuhan sekolah secara umum. Dengan diadakannya perpustakaan ini dapat meminimalisasikan hambatan belajar dan memenuhi kebutuhan belajar dengan beberapa pendekatan, metode dan teknik yang bersifat khusus sesuai dengan jenis dan derajat kelainan yang dialami oleh masing-masing pemustaka Hal diatas menunjukkan bahwa dengan adanya keberadaan perpustakaan di sekolah luar biasa, perpustakaan diharapkan mampu menjadi elemen penting dalam keberhasilan proses pendidikan dan sebagai pusat kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan pendidikan seperti apa yang telah tercantum dalam kurikulum sekolah. Namun, pada kenyataannya keberadaan perpustakaan sekolah luar biasa belum dapat dioptimalkan secara maksimal. Kondisi perpustakaan sekolah luar biasa yang ada pada saat ini masih sangat memperihatinkan, baik dilihat dari kondisi ruangan, sarana dan prasarana serta koleksi bahan-bahan pustaka yang tersedia. Kelengkapan koleksi bahan pustaka 3 KEMENAG RI, UU No. 20 tahun 2003. Jakarta: KEMENAG RI, 2003 diakses pada 4 Maret 2015 dari kemenag.go.idfiledokumenUU2003.pdf 3 yang tersedia di perpustakaan sekolah sebagian besar sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan kurikulum yang berlaku. 4 Selain itu, juga masih banyak sekolah luar biasa yang tidak memiliki perpustakaan terutama untuk sekolah yang berada di daerah pelosok. Menurut data Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, di Indonesia ada sekitar 1600 an sekolah luar biasa dari berbagai tingkatan dan kategori yang tersebar di Indonesia , namun ironisnya hampir 70 dari jumlah sekolah luar biasa tersebut dikelola secara mandiri oleh masyarakat sementara 30 lagi adalah sekolah luar biasa negeri. Sekolah luar biasa yang memiliki perpustakaan yang memadai hanya 10. 5 Jumlah ini masih sangat jauh ratio perbandingannya agar dapat menampung anak berkebutuhan khusus di dunia pendidikan formal. Masih dibutuhkan ratusan sekolah luar biasa dengan dilengkapi fasilitas ruang perpustakaan yang memadai. Hal tersebut sangat menyedihkan karena perpustakaan yang seharusnya menjadi jantungnya sekolah belum tersedia dengan baik. Setelah melalui survei peneliti tertarik untuk meneliti perpustakaan sekolah luar biasa karena perpustakaan ini adalah perpustakaan yang luar biasa melebihi dengan perpustakaan sekolah formal. Perpustakaan ini 4 Rusliyadi, Tri. “Peranan Perpustakaan dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa”. Jurnal nasional of University Negeri Islam Sunan Kalijaga. Jogyakarta, Vol. 1, No. 2, Desember 2005 Diakses 15 Januari 2015 dari http:digilib.uinsuka.ac.id84031BAB20I,20IV,20DAFTAR20PUSTAKA. pdf 5 KEMENDIKBUD, “Kondisi Perpustakaan Sekolah Luar Biasa Saat ini” diakses pada tanggal 17 April 2016 pukul 09.00 dari googleweblight.com?lite_url=http:www.kemdikbud.go.ide1=At0htew4lc=id-IDs=1m, 4 sebagai sarana untuk meningkatkan kemampuan berfikir, berimajinasi dan meningkatkan saraf motorik anak berkebutuhan khusus. Perpustakaan sekolah luar biasa ini dibutuhkan pustakawan yang mampu untuk meyediakan dan memberikan pelayanan terbaik nya kepada pemustaka yang berkebutuhan khusus yang sering disebut down syndrome. Pustakawan harus melayani setiap pemustaka yang datang ke perpustakaan. Pemustaka adalah orang yang wajib dilayani di perpustakaan. Siapa saja yang datang ke perpustakaan baik dia dalam keadaan apapun harus dilayani. Karena memang tugas pustakawan memberikan pelayanan terbaik kepada semua orang. Pelayanan yang diberikan harus secara menyeluruh tidak memandang siapa pemustakanya. Sikap pustakawan menjadi penunjang penting seseorang untuk berkunjung ke perpustakaan. Hal yang pertama kali diperhatikan oleh orang ketika berkunjung ke perpustakaan adalah sikap dan prilaku pustakawan. Ketika pustakawannya bersikap tidak baik dan ramah orang tidak akan mau berkunjung lagi ke perpustakaan itu. Walaupun banyak informasi yang terdapat di perpustakaan tersebut. Sikap pustakawan sungguh memberikan pengaruh yang sangat besar karena memang fungsi perpustakaan itu sendiri untuk memberikan pelayanan jasa kepada masyarakat. Pustakawan sungguh sangat berperan penting bukan hanya di perpustakaan umum, sekolah dan khusus saja. Tetapi pustakawan juga dibutuhkan di perpustakaan sekolah luar biasa. Dimana pustakawan tidak hanya dituntut kemampuan dia dalam berbagai keahlian dalam bidang perpustakaan tetapi 5 juga kemampuannya untuk menguasai dan memuaskan pemustaka down syndrome tersebut. Peneliti sangat tertarik untuk mengkaji perpustakaan sekolah luar biasa ini. Karena dengan adanya penelitian ini merubah paradigma kita semua. Sebagian besar masyarakat beranggapan bahwa perpustakaan luar biasa tidak perlu adanya. Tetapi kenyataan yang saya temukan dilapangan setelah empat kali survei yaitu pada tanggal 10 November 2014, 5 Desember 2014, 5 Januari 2015 dan 15 Januari 2015 perpustakaan luar biasa sangat diperlukan dan mempunyai peran yang besar terhadap pemustaka down syndrome. Hal lainnya yang membuat peneliti sangat tertarik adalah dari sikap pustakawan terhadap pemustaka down syndrome. Pustakawan di SLBN 02 Jakarta melayani pemustaka down syndrome dengan senang hati, tulus dan ikhlas. Ketika ada pemustaka down syndrome yang rusuh datang ke perpustakan sehingga memporak-porandakan perpustakaan, pustakawan nya dengan baik dan senyuman yang ramah menegur dan menenangkan pemustaka. Mereka pun sabar untuk merapikan koleksi perpustakaannya kembali. Hal diatas terjadi karena pustakawan di perpustakaan SLBN 02 Jakarta ini sudah menerapkan pemberian pelayanan perpustakaan dengan melibatkan hati. Maksud dari melibatkan hati menurut ibu Rahma Yenti kepala Perpustakaan SLBN 02 Jakarta adalah layanan yang tidak hanya memberikan apa yang diinginkan pemustaka, tetapi juga memberikan semua kebutuhan pemustaka dengan sempurna. Sehingga pemustaka 6 merasa diperhatikan, disayangi, dan dihargai. Hal terpenting Sekolah luar biasa di Jakarta yang mempunyai perpustakaan yang unggul hanya di perpustakaan SLBN 02 Jakarta ini. Dimana perpustakaan ini sangat luar biasa mampu melayani pemustaka down syndrome tersebut dengan baik. Perpustakaan SLBN 02 Jakarta ini merupakan sekolah setingkat sekolah dasar dari kelas satu sampai enam berdiri tanggal 1 April 1979. Pada awal mulanya sekolah ini belum mempunyai gedung sehingga menumpang di SLBN 01 Jakarta di Lebak bulus. Namun sekitar 1 tahun kemudian mendirikan gedung sendiri yang beralamat di jalan Lenteng Agung no. 1, Jagakarsa Jakarta. Dahulu sekolah ini memiliki 9 kelas dan hanya berlantai 1. Namun secara bertahap melakukan pembangunan sehingga sekolah ini berkembang menjadi lantai 2 dan memiliki 12 kelas dengan sarana laboratorium, perpustakaan, aula mushola, dan lain-lain. Tahun 2008 SLBN 02 telah berkembang sebagai sekolah bertaraf nasional, dan mempunyai dua lokasi gedung yaitu yang terletak di wilayah jalan Medis srengseng sawah Jakarta dan Lenteng agung. SLBN 02 Jakarta ini memiliki 40 orang guru, 5 orang guru pustakawan karena mereka merangkap menjadi guru di SLBN 02 Jakarta. Jabatan fungsional pustakawan sudah diatur berdasarkan keputusan MENPAN Nomor 132KEPM.PAN122002, Pasal 21 dan Pasal 22, Bab VIII. 6 6 KEPMENPAN 2002 No. 132-Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia nomor 36 tahun 2001 tentang Jabatan Fungsional Pustakawan dan Angka Kreditnya diakses dari www.menpan.go.idjdihpermen- kepmenkepmenpan-rbfile3058-kepmenpan2002-no-132ei 7 Sekolah ini memiliki 200 orang siswa down syndrome. Pengertian down syndrome dalam istilah medis disebut trismoni 21, adalah suatu kondisi dimana bahan genetik tambahan menyebabkan keterlambatan dalam cara seorang anak berkembang, baik secara mental dan fisik. Fitur fisik dan masalah medis yang terkait dengan down syndrome dapat bervariasi dari satu anak dengan anak lainnya. Beberapa anak down syndrome membutuhkan banyak perhatian medis, ada juga yang menjalani kehidupan yang sehat. Penyakit down syndrome ini tidak dapat dicegah, namun down syndrome dapat dideteksi sebelum anak lahir atau pada masa prenatal masih dalam kandungan. Down syndrome pertama kali dikenal pada tahun 1866 oleh Dr. John Longdon Down. Karena ciri-cirinya yang unik, contohnya tinggi badan yang relatif pendek, kepala mengecil, hidung yang datar menyerupai orang Mongolia, Amerika dan Eropa. Down syndrome juga biasa disebut mongolisme. 7 Perpustakaan sekolah luar biasa ini bukan hanya sebatas perpustakaan yang menyediakan koleksi secara khusus saja. Seperti buku- buku bergambar, puzzle, alat mewarnai dan menggambar, buku pelajaran, globe, buku-buku puisi, buku berhuruf braile dan mainan asah otak. Tetapi juga sebagai rumah eksperimen bagi anak berkebutuhan khusus tersebut. Tujuan diadakannya perpustakaan ini adalah untuk mewadahi anak down 7 Wiranto. “Perancangan Animasi untuk Meningkatkan Skills pada Anak Down Syndrome ”. artikel diakses senin 12 Februari 2015 dari http:digilib.its.ac.id...ITS-Undergraduate-15759- 3405100009-chapter1 pdf 8 syndrome dalam bermain dan belajar. Sehingga mereka gemar membaca dan tidak mau kalah dengan anak nomal lainnya. Berdasarkan hal di atas, peneliti memutuskan untuk meneliti dan mengkaji lebih dalam lagi, kemudian hasil penelitian tersebut akan dituangkan ke dalam skripsi yang berjudul “Sikap Pustakawan Terhadap Pemustaka Down Syndrome di Perpustakaan SLBN 0 2 Jakarta”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah