53
diartikan  sikap  pustakawan  terhadap  pemustaka  down  syndrome adalah sangat bagus karena berada pada titik 3,43-4,23.
L. Jadwal Penelitian Tabel 1
Jadwal Penelitian No.
Jenis Kegiatan Tahun 2015-2016
Februari- Desember
Januari Februari  Maret  April
1. Penyerahan
Proposal Skripsi dan Dosen
Pembimbing
2. Pelaksanaan
Bimbingan Skrispi 3.
Pengumpulan Literatur Mengenai
Skripsi
4. Observasi dan
Wawancara 5.
Pengolahan Data dan Analisis Data
6. Penyerahan
Laporan Skripsi 7.
Sidang Skripsi
54
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Profil Perpustakaan SLBN 02 Jakarta
1. Sejarah Berdirinya Perpustakaan SLBN 02 Jakarta
Sejarah berdirinya Sekolah Luar Biasa Negeri 02 Jakarta adalah dilatarbelakangi  oleh  rasa  kemanusiaan  dengan  menyelenggarakan
sekolah yang
memperhatikan akan
nasib anak-anak
cacat. Perpustakaan SLBN 02 Jakarta berdiri tanggal 1 April 1979. Pada awal
mulanya sekolah ini belum  mempunyai  gedung sehingga menumpang di SLBN 01 Jakarta di Lebak bulus. Namun sekitar 1 tahun kemudian
mendirikan gedung sendiri yang beralamat di jalan Lenteng Agung no. 1,  Jagakarsa  Jakarta.  Dahulu  sekolah  ini  memiliki  9  kelas  dan  hanya
berlantai 1. Namun secara bertahap melakukan pembangunan sehingga sekolah ini berkembang menjadi lantai 2 dan memiliki 12 kelas dengan
sarana laboratorium, perpustakaan, aula mushola, dan lain-lain. Tahun 2008  SLBN  02  telah  berkembang  sebagai  sekolah  bertaraf  nasional,
dan mempunyai dua lokasi gedung yaitu yang terletak di wilayah jalan Medis Srengseng Sawah Jakarta dan Lenteng Agung.
SLBN  02  Jakarta  ini  memiliki  40  orang  guru,  4  guru pustakawan,  1  kepala  perpustakaan.  Sekolah  ini  memiliki  200  orang
siswa  down  syndrome  dan  keterbatasan  fisik  lainnys.  Pada  saat bersamaan  dibentuklah  perpustakaan  sebagai  penunjang  kegiatan
55
belajar  mengajar.  Dimana  perpustakaan  berfungsi  sebagai  tempat hiburan  buat  anak-anak  SLBN.  Di  perpustakaan  mereka  bisa
mengespresikan  apa  yang  mereka  rasakan  dan  dapat  menambah  ilmu mereka. Di perpustakaan juga anak-anak bisa mendapatkan ilmu yang
tidak didapatkan di kelas. Pertimbangan utama dibentuk perpustakaan adalah untuk mempermudah memperoleh ilmu pengetahuan yang lebih
luas.
2. Visi dan Misi
Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya,  Perpustakaan SLBN 02 Jakarta memiliki visi dan misi. Adapun visi dan misi Perpustakaan
SLBN 02 Jakarta, diantaranya:
a. Visi
Visi  dari  Perpustakaan  SLBN  02  Jakarta  adalah  untuk meningkatkan  ketaqwaan  terhadap  Tuhan  Yang  Maha  Esa,
kecerdasan  dan  keterampilan.  Mempertinggi  budi  pekerti  dan mempertebal  semangat  kebangsaan  dan  cinta  tanah  air  sehingga
dapat  menumbuhkan  manusia-manusia  pembangunan  yang  dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab
atas pembangunan bangsa berdasarkan sistem pendidikan nasional yang berdasarkan pancasila dan UUD 1945.
56
b. Misi
Perpustakaan SLBN 02 Jakarta memiliki misi, diantaranya:
1 Mengembangkan  minat  kemampuan  dan  kebiasaan  membaca
khususnya serta mendayagunakan budaya tulisan dalam segala sektor kehidupan.
2 Mengembangkan  kemampuan  mencari  dan  mengolah  serta
memanfaatkan informasi. 3
Mendidik  siswa  agar  dapat  memelihara  dan  memanfaatkan bahan pustaka secara tepat dan berhasil guna.
4 Meletakkan dasar-dasar kearah balajar mandiri.
5 Memupuk dan mengembangkan minat  dan bakat  siswa dalam
segala aspek. 6
Menumbuhkan  penghargaan  siswa  terhadap  pengalaman imajinatif.
7 Mengembangkan  kemampuan  siswa  untuk  memecahkan
masalah yang dihadapi atas tanggung jawab dan usaha sendiri.
3. Personalia
Pengertian  personalia,  personel  atau  kepegawaiaan  secara keseluruhan  adalah  orang-orang  yang  berkerja  pada  suatu  organisasi.
Perpustakaan  SLBN  02  Jakarta  juga  mempunyai  personalia,  terdiri dari:
57
a. Kepala sekolah.
b. Koordinator.
c. Guru pustakawan.
d. Tata usaha.
4. Struktur Organisasi
Dalam  hal  pengorganisasian,  Perpustakaan  SLBN  02  Jakarta memiliki struktur organisasi sebagai berikut:
Kepala sekolah : Daliman
Koordinator : Sri Yati
Pustakawan : guru-guru SLBN 02 Jakarta
Tata Usaha
: Yeni
5. Koleksi
Koleksi  adalah  unsur  yang  sangat  penting  untuk  memperoleh suatu  informasi  yang  dibutuhkan.    Selain  itu,  koleksi  juga  dapat
dijadikan sebagai daya tarik utama untuk menarik minat dan perhatian pengunjungpemustaka  agar  mau  datang  ke  perpustakaan.  Agar
pemustaka  down  syndrome  tertarik  untuk  datang  ke  Perpustakaan SLBN  02  Jakarta  ini  menyediakan  berbagai  macam  koleksi.  Hingga
saat ini, Perpustakaan SLBN 02 Jakarta memiliki koleksi buku kurang lebih  sebanyak  2.500  judul  buku,  yang  terdiri  dari  75  buku-buku
fiksi  dan  sisanya  35  untuk  buku-buku  nonfiksi.  Bahan  bacaan  yang
58
disediakan Perpustakaan SLBN 02  sangat bervariatif, mulai dari buku- buku pengetahuan, buku braille, buku anak berkebutuhan khusus, buku
cerita,  hingga  terbitan  berkala  serta  koleksi  referensi,  seperti  kamus dan ensiklopedia.
Pengolahan koleksi yang ada di  Perpustakaan SLBN 02 Jakarta ini menggunakan sistem DDC versi 19. Koleksi buku di Perpustakaan
SLBN  02  Jakarta  ini  diperoleh  dari  sumbangan  dari  orang  tua  murid, murid,  sumbangan dari  departemen pendidikan,  KOMNAS HAM dan
ada  juga  yang  dibeli.  Koleksi  yang  dapat  dipinjam  untuk  dibawa pulang  adalah  buku-buku  yang  disiapkan  pada  rak  buku.  Buku
referensi,  majalah  surat  kabar,  dan  tugas  penelitian  tidak  boleh dipinjam  untuk  dibawa  pulang.  Koleksi  referensi  dapat  di  foto  copy
dengan  syarat  meninggalkan  kartu  identitas  peminjaman  ini  berlaku hanya satu hari jam kerja.
6. Sarana dan Prasarana
Berikut  ini  beberapa  sarana  yang  terdapat  di  Perpustakaan SLBN 02 Jakarta, sebagai berikut:
Tabel  2 Sarana Perpustakaan SLBN 02 Jakarta
No Nama Barang
Jumlah
1 Meja belajar
8 Buah 2
Kursi belajar 13 Buah
3 Komputer
5 Buah 4
Papan pengumuman 3 Buah
5 Globe
4 Buah 6
Lukisan dinding 2 Buah
7 Gambar pelajaran dinding
2 Buah 8
Karpet 1 Buah
59
7. Program kerja Perpustakaan SLBN 02 Jakarta
Kegiatan yang dilakukan: a.
Menginventarisasi  alat-alatkebutuhan  perpustakaan dalam pemakaian 1 tahun.
b. Mengindukkan buku hasil pembelian dan sumbangan.
c. Menentukan nomor klasifikasi umum.
d. Menentukan nomor klasifikasi koleksi referensi.
e. Pembuatan label buku, kantong buku, kartu buku.
f. Pembuatan  kartu  deskripsi  sekaligus  pengetikan  kartu
katalog. g.
Melakukan penyampulan dan perawatan bahan pustaka. h.
Pembuatan  statistik  pengunjung  harian,bulanan, tahunan.
i. Pembuatan statistik buku yang dipinjam harian,bulanan,
tahunan. j.
Memberikan  informasi  kepada  siswa  tentang penambahan buku perpustakaan.
k. Pembelian buku perpustakaan.
l. Penataan  kembali  buku  paket  dan  buku  koleksi  umum
sesuai dengan judul buku. m.
Peminjaman buku paket. n.
Peminjaman buku koleksi sistem kartupenunjang. o.
Pengindukan koran dan majalah.
60
p. Evaluasi  kerja  perpustaskaan:  koleksi,staf,dana  dan
ruang. q.
Kerja  sama  antara  guru  dan  perpustakaan  untuk memilih bahan pustaka yang sesuai dengan kebutuhan.
r. Merekap  daftar  peminjam  untuk  guru  dan  siswa  yang
terlambat mengembalikan buku. s.
Melakukan  bimbingan  kepada  siswa  baik  layanan referensi atau layanan lainnya.
t. Membuat  rencana  anggaran  pendapatan  dan  belanja
perpustakaan. u.
Promosi jasa perpustakaan termasuk pemberian hadiah kepada siswa yang berkualitas.
v. Program  penghijauan  perpustakaan  serta  memelihara
dan keindahan kerapian ruang. w.
Pengetikan kartu anggota perpustakaan. x.
Pengembalian buku paket dari siswa. y.
Pemberian surat bebas pinjam kepada siswa yang telah mengembalikan buku.
z. Pengembangan dan perencanaan gedung perpustakaan.
aa. Pemberian buku kenangan ke sekolah untuk siswa yang
telah lulus.
61
8. Keanggotaan
a. Setiap anggota perpustakaan adalah siswa, guru serta karyawan
sekolah. b.
Kartu  anggota  dapat  diperoleh  dengan  mengisi  formulir  dan meyerahkan pas foto 3x4 sebanyak 2 lembar.
c. Peminjam  buku  bahan  pustaka  hanya  dapat  dilayani  dengan
menggunakan kartu anggota d.
Kartu  anggota  tidak  dapat  dipinjamkandipergunakan  orang lain.
9. Kewajiban anggota
a. Mematuhi segala tata tertib peraturan yang telah ditentukan.
b. Menjaga  kesopanan  ketertiban  dan  ketenangan  dalam  ruang
perpustakaan. c.
Memelihara kebersihan, kerapian koleksi perpustakaan maupun ruang perpustakaan.
d. Mengembalikan  buku  bahan  pustaka  yang  telah  dipinjam
sesuai dengan ketentuan yang ditentukan.
10. Sanksi-sanksi
a. Keterlambatan  mengembalikan  buku  pemustaka  dibebani
denda  Rp.  500  perhari  kecuali  bagi  anggota  yang  melapor untuk diperpanjang batas waktu peminjaman.
62
b. Menghilangkan  atau  merusakkan  buku  harus  mengganti  buku
yang sama sejenis atau sesuai dengan harga buku. Pustakawan memberikan  wewenang  kepada  orang  tua  untuk  mengganti
buku yang hilang. c.
Anggota  perpustakaan  dapat  dikeluarkan  dari  keanggotaan apabila:
- Tidak  mentaati  tata  tertib  peraturan  yang
ditentukan. -
Terlambat  mengembalikan  buku  lebih  dari  1 bulan
- Habis jangka waktu peminjaman
- Pindah ke sekolah lain
11. Jumlah dan lama peminjaman
a. Bagi siswa
Dapat meminjam sebanyak-banyaknya satu buku untuk jangka waktu selama 1 minggu 7 hari.
b. Bagi staf pengajar atau guru
Dapat  meminjam  sebanyak-banyaknya  4  buku  untuk  satu jangka peminjaman selama satu semester.
c. Bagi karyawan
Sebanyak-banyaknya  2  buku  untuk  satu  jangka  peminjaman satu bulan.
63
12. Layanan
Untuk  layanan,  Perpustakaan  SLBN  02  Jakarta    menyediakan layanan baca di tempat dan juga bermain sambil belajar. Perpustakaan
SLBN  02  Jakarta  ini  mempunyai  5  orang  pustakawan  yang  siap melayani  dan  memberikan  pendampingan  yang  lebih  intensif  bagi
pemustaka  yang  berkunjung.    Fungsi  perpustakaan  adalah  sebagai tempat bermain, rekreasi serta meningkatkan daya imajinasi anak-anak
down syndrome. Setiap  pengunjung perpustakaan diwajibkan mengisi buku  tamu  atau  daftar  hadir.  Pengunjung  perpustakaan  harus
meninggalkan jaket, tas, buku, dan topi pada rak yang telah disediakan. Jika pemustaka kehilangan maka bukan tanggung jawab pustakawan.
13. Jam Layanan
Perpustakaan SLBN 02 Jakarta dibuka setiap hari kerja. -
Senin-Kamis:  pukul 07.00-15.00 WIB -
Jumat: pukul 07.00-13.00 WIB -
Sabtu: pukul 07.00-14.00 WIB -
Hari libur perpustakaan tutup
B. Hasil Penelitian Kualitatif
Pada  bab  ini  akan  dijelaskan  tentang  hasil  penelitian  dan pembahasan  mengenai  sikap  pustakawan  terhadap  pemustaka  down
syndrome  di  Perpustakaan  SLBN  02  Jakarta  yang  diperoleh  melalui
64
metode  wawancara.  Adapun  hasil  penelitian  yang  diperoleh,  sebagai berikut:
1. Sikap  pustakawan  di  Perpustakaan  SLBN  02  Jakarta  berdasarkan
komponen kognitif a.
Pengertian Pemustaka Down Syndrome Pemustaka  down  syndrome  adalah  pemustaka  yang
mengalami  gangguan  pada  perkembangan  yang  dibawa  sejak lahir. Mereka sangat mudah dikenali karena memiliki ciri fisik
yang  khas  dan  sangat  menonjol.  Mereka  juga  mempunyai keterbatasan baik secara fisik maupun mental. Down syndrome
ini sudah ditemukan pertama kali oleh Dr longdon down pada tahun  1866  dari  Inggris.  Tetapi  penemuannya  ini  baru
ditemukan  pada  awal  tahun  enam  puluhan  ditemukan diagnosisnya  dari  pemeriksaan  kromosom.
57
Dahulu  orang menyebutnya dengan Mongoloid karena memiliki gejala klinik
yang khas, yaitu wajahnya seperti bangsa Mongol dengan mata sipit membujur ke atas.
Down syndrome ini merupakan kelainan yang disebabkan oleh abnormalitas pada kromosom, yang sebagian besar karena
adanya  penambahan  jumlah  kromosom  pada  kromosom  ke
57
Lance Keith Curry, et all. “LIBRARIES - Attitude Towards the Visitors Down Syndrome
Librarian at Incredible Library Washington DC” artikel diakses pada 15 Januari 2015 dari LIBRARIES - attitudde librarian sikap pustakawan.pdf.
65
21
58
. Abnormalitas ini menyebabkan penyandangnya memiliki penampilan fisik yang khas, yang berbeda dengan anak normal.
Magunsong pada tahun 1998 menyebutkan bahwa penyandang- penyandang  down  syndrome  mengalami  kelainan  badaniah
yang sama dan penampilan wajah yang mirip
59
. Wajah mereka lebih  rata  dari  anak-anak  normal  dengan  mata  sipit.
Karakteristik  lain  dari  anak  down  syndrome  meliputi  bentuk tubuh  yang  pendek,  kepala  yang  kecil  dan  bulat,  mata  yang
sipit dengan lipatan kulit di sisi dalam mata, bentuk mulut yang kecil,  hidung  yang  pesek,  lidah  yang  menjulur,  rambut  yang
tipis  dan  lurus,  jari  tangan  dan  kaki  yang  pendek,  serta  badan yang lemah.
Penyandang  down  syndrome  disertai  juga  dengan gangguan-gangguan pada kesehatan fisiknya, seperti gangguan
pada  pendengaran,  penglihatan,  pencernaan,  kelainan  jantung, gangguan  pada  tulang,  obesitas,  dan  disfungsi  pada  tiroid.
Selain  itu  dalam  perkembangannya  terdapat  juga  keterbatasan mental dan sosial. Mereka mengalami kesulitan untuk berbicara
dengan  tepat  sehingga  menghambat  dalam  berhubungan
58
Sjarif Hidajat, Herry Garna, Ponpon S Idjradinata, Achmad Surjono. “Pemeriksaan Dermatoglifik dan Penilaian Fenotip Sindrom Down Sebagai Uji Diagnostik Kariotip Aberasi
Penuh Trisomi 21, ” Jurnal sari pediatri, Vol. 7, No. 2, September 2005: 97 - 104
59
Dhofirul Fadhil Dzil Ikrom Al Hazmi, Ketut Tirtayasa, Muhammad Irfan. “Kombinasi
Neuro Developmental Treatmen dan Sensory Integration Lebih Baik Daripada Hanya Neuro Developmen
tal Treatment Untuk Meningkatkan Keseimbangan Berdiri Anak Down Syndrome”, Sport and Fitness Journal,
Volume 2, No. 1 : 56 – 71, Maret 2014
66
dengan orang lain. Down syndrome ini sama seperti anak yang mengalami  keterbelakangan  mental,  anak  down  syndrome
mengalami  masalah  di  setiap  tahap  perkembangannya,  salah satunya adalah masalah pada kemampuan adaptifnya.
Keterbelangan  mental  tersebut  membuat  anak  tidak  dapat sepenuhnya  mandiri  dan  membutuhkan  dukungan  yang
berkepanjangan dan terus menerus dari keluarga atau insatansi- instansi  tertentu.  Angka  kejadian  down  syndrome  meningkat
jelas  pada  wanita  yang  melahirkan  anak  setelah  berusia  35 tahun ke atas. Usia ayah juga beresiko meningkatkan kelahiran
down syndrome, khususnya usia di atas 50 tahun. Hal ini dapat diketahui melalui analisis DNA yang menunjukkan bahwa 5
kasus down syndrome disebabkan oleh penambahan kromosom dari  ayah  sedang  selebihnya  dari  ibu
60
.  Anak  down  syndrome berdasarkan  pada  aspek  kepribadian  menyebutkan  bahwa
stereotipe  dari  anak  down  syndrome  adalah  bersahabat,  suka bergaul,  dan  terbuka.  Artinya  mereka  dapat  bersosialisasi
dengan  lingkungan  secara  baik  meskipun  keterbelakangan mental membatasi keterampilan sosialnya.
Wenar  juga  menyebutkan  hasil  dari  penelitian  lain  yang menunjukkan  adanya  variasi  pada  steteotipe  kepribadian  dari
anak-anak.  Kepribadian  anak  down  syndrome  sangat
60
Roger H Reeves, Dkk. “A Mouse Model For Down Syndrome Exhibits Learning and
Behaviour Deficits” artikel diakses pada 17 Maret 2016 dari nature Publishing Group http:www.nature.comnaturegenetics
67
bervariasi. Menurut ibu  Sriyati anak down syndrome memiliki beberapa ciri fisik yang mirip, namun mereka tidak sama persis
karena  ada  faktor  keturunan  dari  orang  tua  dan  keluarga masing-masing.  Anak-anak  down  syndrome  membutuhkan
bimbingan  seperti  anak  normal  lainnya  atau  bahkan  lebih. Perkembangan  mereka  dalam  berbagai  aspek  memerlukan
waktu, dan mereka akan menjalaninya bertahap, sesuai dengan kemampuan mereka.
“Pemustaka  down  syndrome  adalah  pemustaka  yang mengalami  kekurangan  baik  secara  fisik  dan  mental  dari
mereka lahir”. Ry
61
“Pemustaka  down  syndrome  itu  merupakan  anak  yang mengalami  keterbelakangan  mental  dan  disertai  dengan
gangguan-gangguan  lain  seperti  kurangnya  pendengaran, penglihatan,  pengucapan,  dan  daya  tangkap  terhadap
pelajaran yang kurang”. Df
62
“Pemustaka down syndrome adalah mereka yang mempunyai ciri fisik yang sama”. Mr
63
Berdasarkan  informasi  tersebut  terlihat  bahwa  ketiganya mengatakan  bahwa  pemustaka  down  syndrome  adalah
pemustaka yang mengalami kekurangan baik dari segi fisik dan mental.
b. Jenis down syndrome
Ada 3  variasi genetik yang menjadi penyebab down syndrome, yaitu:
1. Trisomi 21
61
Wawancara dengan Rahma Yeni, Jakarta, 19 Agustus 2015.
62
Wawancara dengan Dini Fadilah, Jakarta, 19 Agustus 2015.
63
Wawancara dengan Mardiah, Jakarta, 19 Agustus 2015.
68
Keadaan  itu  disebabkan  oleh  adanya  ekstrakromosom 21  dalam  semua  hal  individu.  Hal  itu  terjadi  karena  salah
satu  orang  tua  memberikan  dua  kromosom  21  melalui  sel telur  atau  sel  sperma,  bukannya  satu  seperti  biasa.  Ini
merupakan  bentuk  yang  paling  banyak  terjadi  95  pada anak-anak  down  syndrome  yang  lahir  dari  ibu  dengan
berbagai usia. 2.
Translokasi Down  syndrome  juga  dapat  terjadi  ketika  bagian  dari
kromosom  21  melekat  translokasi  ke  kromosom  lain, sebelum  atau  pada  saat  pembuahan.  Anak-anak  dengan
sindrom  down  translokasi  memiliki  dua  salinan  kromosom 21 yang biasa, tetapi mereka juga memiliki bahan tambahan
dari  kromosom  21  melekat  pada  kromosom  translokasi. Variasi penyebab sindrom down ini sangat jarang terjadi.
3. Mosaic syndrom down
Merupakan  bentuk  yang  jarang  dari  sindrom  down, anak-anak memiliki beberapa sel dengan tambahan salinan
kromosom  21.  Variasi  ini  terdiri  dari  sel  normal  dan  sel abnormal  yang  disebabkan  oleh  pembelahan  sel  yang
abnormal setelah pembuahan.
64
64
Sjarif Hidajat, Herry Garna, Ponpon S Idjradinata, Achmad Surjono. “Pemeriksaan Dermatoglifik dan Penilaian Fenotip Sindrom Down Sebagai Uji Diagnostik Kariotip Aberasi
Penuh Trisomi 21. ” Jurnal sari pediatri, Vol. 7, No. 2, September 2005: 97 - 104
69
“Perpustakaan SLBN 02 Jakarta ini memiliki jenis down syndrome trisomi 21. Karena sangat jelas terlihat dengan
bentuk fisik dengan wajah yang sama.”Sy
65
Di perpustakaan ini anak-anaknya mengalami jenis down syndrome  trisomi.  Tidak  ada  yang  mengalami  jenis
translokasi dan mosaic sindrome down.” Wl
66
Dari  hasil  wawancara  tersebut  terlihat  jelas  bahwa pemustaka  down  syndrome  yang  berada  di  SLBN  02
Jakarta ini mengalami jenis down syndrome trisomi. c.
Kebutuhan informasi pemustaka down syndrome Down syndrome memiliki keterbatasan dalam kemampuan
kognitif  mereka  dengan  kemampuan  kognitif  yang  terbatas, maka  akan  mempengaruhi  akademik  mereka.  Anak  dengan
down syndrome ini biasanya mengalami  kesulitan dengan hal- hal  yang berhubungan dengan belajar karena kemampuan, dan
memory  yang  lambat  dibandingkan  dengan  anak  normal. Masalah  ini  dapat  berasal  dari  lemahnya  kemampuan  persepsi
dan  menilai  suatu  ingatan  yang  sudah  disimpan  dengan keadaan  saat  ini.  Hal  ini  disebabkan  oleh  kemampuan  dalam
mengunakan  ingatan  jangka  pendek  yang  lemah  pada  anak down  syndrome.  Namun  demikian  anak-anak  dengan  down
syndrome memiliki visual processing skills yang lebih baik. Oleh sebab itu diyakini gambar merupakan metode bagus
untuk  mengajarkan  anak  down  syndrome  belajar,  berbicara,
65
Wawancara dengan Sriyati, Jakarta, 20 Agustus 2015.
66
Wawancara dengan Wilowo, Jakarta, 20 Agustus 2015.
70
dan berinteraksi. Jenis koleksi yang ada di perpustakaan adalah buku  pelajaran  yang  didukung  dengan  gambar.  Daya  ingat
jangka pendek  dengan down syndrome ini menurut penelitian dapat  ditingkatkan  melalui  pelatihan  yang  disebut  sebagai
memory  skiil  training.  Pelatihan  ini  menggunakan  organisasi programme.  Yaitu  bertujuan  mengajarkan  anak  untuk
mengkategorisasikan dan mengelompokkan sebagai jalan untuk membantu  dan  mengingat  sesuatu.  Pelatihan  ini  menggunakan
gambar-gambar yang memudahkan anak down syndrome untuk mengingatnya.
Program  memory  skill  training  dapat  meningkatkan  daya ingat  jangka  pendek  anak  down  syndrome.  Program  ini
dilakukan dengan jangka waktu yang lebih lama dan dilakukan secara berkelanjutan.
“Kebutuhan  informasi  pemustaka  down  syndrome  di Perpustakaan SLBN 02 Jakarta ini adalah buku pelajaran yang
didukung dengan gambar. Sehingga mereka mudah memahami
isi bacaan”. Ry “Sebenarnya  kebutuhan  informasi  pemustaka  down  syndrome
tidak  banyak.  Mereka  hanya  menyukai  buku  bergambar  dan permainan-
permainan asah otak.” Df “Kebutuhan  informasi  pemustaka  down  syndrome  adalah
buku- buku bergambar yang menarik”. Wl
Dari  hasil  wawancara  tersebut  terlihat  jelas  bahwa  kebutuhan informasi  pemustaka  down  syndrome  itu  terkait  dengan  buku
pelajaran  yang  didukung  dengan  gambar  yang  menarik. Sehingga  mereka  dengan  mudah  menangkap  informasi  yang
ada di dalam buku yang mereka inginkan.
71
d. Prilaku pencarian informasi pemustaka down syndrome
Pencarian  informasi  merupakan  suatu  kegiatan  manusia untuk
memenuhi kebutuhan
informasinya. Seseorang
melakukan  pencarian  informasi  karena  memang  sedang membutuhkan informasi tersebut. Kegiatan pencarian informasi
seseorang  didorong  oleh  keadaan  dimana  seseorang  tersebut memiliki  pengetahuan  yang  kurang  sehingga  berkeinginan
untuk  menambah  referensi  informasi  mengenai  sesuatu  yang sedang dibutuhkan.
Delapan tahapan pencarian informasi, yaitu: 1.
Starting Merupakan  titik  awal  pencarian  informasi  atau
pengenalan awal terhadap rujukan. 2.
Chaining Diidentifikasikan  sebagai  hal  penting  pada  pola
pencarian  informasi.  Kegiatan  ini  ditandai  dengan mengikuti mata rantai atau mengaitkan daftar literatur yang
ada pada rujuan inti.  Chaining dapat  dilakukan dengan dua cara  yaitu  backward  chaining  merupakan  cara  tradisional
yakni  mengikuti  daftar  pustaka  yang  ada  pada  rujuan  inti, forward chaining  mencari rujukan lain  berdasarkan subjek
atau  nama  pengarang  dari  rujukan  inti  yang  telah  ada
72
dengan  mengaitkan  ke  depan.  Cara  ini  dilakukan  dengan menggunakan sarana bibliografi.
3. Browsing
Merupakan  tahap  kegiatan  yang  ditandai  dengan kegiatan pencarian informasi dengan cara penelusuran semi
terstruktur  karena  telah  mengarah  pada  bidang  yang diamati.  Browsing  dapat  dilakukan  dengan  berbagai  cara
antara lain melalui abstrak hasil penelitian, daftar isi jurnal, jajaran  buku  di  perpustakaan  atau  toko  buku,  bahkan  juga
buku-buku yang di pajang pada pameran atau seminar. 4.
Differentiating Merupakan  kegiatan  membedakan  sumber  informasi
untuk  menyaring  informasi  berdasarkan  sifat  kualitas rujukan.  Identifikasi  sumber-sumber  informasi  terutama
ditekankan pada subjek-subjek yang dipilih dari selanjutnya akan mengambil bahan-bahan dan topik yang diminati.
5. Monitoring
Merupakan  kegiatan  yang  ditandai  dengan  kegiatan memantau  perkembangan  yang  terjadi  terutama  dalam
bidang yang diminati dengan cara mengikuti sumber secara teratur.
73
6. Extracting
Kegiatan  yang  dilakukan  pada  tahap  ini  terutama diperlukan  pada  saat  harus  membuat  tinjauan  literatur.
Sumber  informasi  yang  digunakan  pada  extracting  ini adalah  jurnal-jurnal  yang  sudah  standar,  catalog  penerbit,
bibliografi subjek, abstrak dan indeks. 7.
Verifying Ditandai  dengan  kegiatan  pengecekan  atau  penilaian
apakah  informasi  yang  didapat  telah  sesuai  atau  tepat dengan  yang diinginkan.  Ini  sering digunakan oleh peneliti
bidang  fisika dan kimia. Karena melalui tahapan ini  dapat melakukan  pengujian  untuk  memastikan  seandainya  ada
kesalahan-kesalahan pada informasi yang diperoleh. 8.
Ending Merupakan tahapan akhir dari pola pencarian informasi
biasanya  dilakukan  bersamaan  dengan  berakhirnya  suatu kegiatan penelitian.
67
Prilaku pencarian informasi ini merupakan sistem temu kembali  informasi  serta  keputusan  memilih  buku  yang
paling  relevan  diantara  beberapa  sederetan  buku  di  rak perpustakaan.  Prilaku  pencarian  informasi  di  SLBN  02
Jakarta  ini  adalah  biasanya  pemustaka  langsung  datang  ke
67
Sulistyo Basuki. Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta: Gramedia Pustaka, 1991,h. 50
74
rak  dan  mengambil  buku  yang  mereka  inginkan.  Dan  juga sering  pustakawan  yang  mengambilkan  buku  yang  mereka
inginkan. “Prilaku pencarian informasi anak down syndrome itu
beragam ada yang langsung datang ke rak dan mengacak- ngacak  buku  sampai  menemukan  buku  yang  mereka
inginkan, ada juga yang menyuruh pustakawan mencarikan buku yang bergambar.”Ry
“Prilaku  pencarian  informasi  pemustaka  down syndrome  kebanyakan  langsung  datang  ke  rak.  Dan  ada
juga  yang  bermain-main  saja.  Dan  bahkan  ada  yang merebut  buku  temannya,  sehingga  banyak  anak  yang
mengamuk  dan  menangis,  tugas  pustakawan  yang  melerai dan mendamaikan merek
a.” Sy “Prilaku  pemustaka  down  syndrome  itu  dalam
pencarian  informasi  lebih  banyak  langsung  datang  ke  rak, dan juga meminta dicarikan ke pustakawan. “Wl
Dari  hasil  wawancara  tersebut  terlihat  jelas  bahwa prilaku  pencarian  informasi  pemustaka  down  syndrome
adalah langsung datang ke rak, dan ada juga yang mengajak pustakawan  untuk  membantu  dia  mencarikan  buku  yang
menarik.  Guru  sekolah  luar  biasa  sering  menginstruksikan anak-anak  untuk  datang  ke  perpustakaan.  Di  perpustakaan
guru  dan  pustakawan  bekerjasama  untuk  melayani  anak down  syndrome.  Sehingga  pemustaka  down  syndrome
diberikan  jadwal  masing-masing  untuk  berkunjung  ke perpustakaan.  Sehingga  kegiatan  di  perpustakaan  berjalan
dengan baik dan tertib.
75
Pelayanan Pemustaka Down Syndrome a.
Cara melayani pemustaka down syndrome Ketika pemustaka down syndrome datang ke perpustakaan
maka  pustakawan  harus  tekankan  keunikan  dan  nilai  dari semua  anak  daripada  perbedaan  mereka.  Jadi  tidak  membeda-
bedakan  anak.  Hindari  penekanan  ketidakmampuan  dengan mengenyampingkan  pencapaian  masing-masing.  Pikirkan  cara
anak  yang  tidak  berkemampuan  dapat  melakukan  sesuatu sendiri atau untuk  anak  yang lain.  Berikan lingkungan dimana
anak  yang  bermasalah  ikut  serta  dalam  kegiatan  dengan  anak yang  tidak  bermasalah  dan  cara-caranya  yang  bermanfaat  satu
sama lainnya. Pustakawan  harus  berempati  dengan  pemustaka  down
syndrome.  Pustakawan  harus  sabar  membimbing  dan  menjaga anak  down  syndrome.  Ajak  anak  down  syndrome  untuk
terbuka  dengan  pustakawan.  Sehingga  dia  bisa  berintraksi dengan baik di lingkungan perpustakaan maupun di rumah nya.
“Saya  melayani  pemustaka  down  syndrome  sama  seperti memperlakukan anak sendiri, sabar dalam mengurusnya, serta
berempati  terhadap  mereka.  Karena  mereka  sangat  peka terhadap  kebaikan  orang.  Ketika  orang  b
aik  ke  “mereka, mereka juga akan patuh kepada orang tersebut.” Ry
“Saya  melayani  pemustaka  down  syndrome  dengan  baik, ramah,  santun,  dan  meberikan  pendekatan  dari  hati  kepada
anak down syndrome”. Sy “Saya  melayani  pemustaka  down  syndrome  sama,  tidak
membeda-bedakan  mereka  dan  bersikap  lemah  lembut  kepada mereka”. Df
76
Dari hasil wawancara tersebut terlihat jelas bahwa pustakawan melayani  pemustaka  down  syndrome  dengan  baik,  ramah,
santun,  lemah  lembut,  ikut  berempati  dan  tidak  membeda- bedakan mereka.
b. Sarana  yang  disediakan  untuk  penelusuran  informasi
pemustaka down syndrome Di  Perpustakaan  SLBN  02  Jakarta  ini  menggunakan
komputer  dan  katalog  manual  sebagai  sarana  penelusuran informasi. Di Perpustakaan SLBN 02 Jakarta ini terdapat 5 unit
komputer.  Tetapi  sarana  itu  jarang  digunakan  di  Perpustakaan SLBN  02  Jakarta.  Kebanyakan  pemustaka  langsung  datang  ke
rak  dan  mengambil  buku  yang  mereka  inginkan.  Pustakawan sering  mengajarkan  dan  membimbing  pemustaka  untuk
menggunakan katalog. Tetapi dengan keterbatasan kemampuan pemustaka down syndrome. Maka sarana komputer dan katalog
jarang digunakan. Di  perpustakaan  akan  memberikan  warna  di  bagian
punggung  buku.  Karena  anak  penderita  down  syndrome  lebih menyukai warna yang cerah dan gambar.
77
“Sarana  yang  disediakan  untuk  penelusuran  informasi  di perpustakaan
sudah lumayan
banyak, tetapi
karena keterbatasan  mereka.  Mereka  sesuka  hati  saja  melakukan
kegia tan yang mereka inginkan.”Ry
“Sarana  untuk  penelusuran  informasi  di  Perpustakaan  SLBN 02 Jakarta ini tidak digunakan oleh pemustaka. Seperti katalog
mereka tidak menggunakannya, mereka langsung datang aja ke
rak mencari buku yang mereka inginkan.” Sy “Sarana  penelusuran  informasi  yang  disediakan  oleh
perpustakaan ada komputer untuk melihat  katalog  online, dan juga  ada  katalog  manual.  Tetapi  pemustaka  tidak  pernah
menggunakannya”. Wl Dari  hasil  wawancara  tersebut  terlihat  jelas  sarana  yang
disediakan  Perpustakaan  SLBN  02  Jakarta  sudah  ada  seperti katalog  online  dan  katalog  manual.  Namun  sayangnya
pemustaka  down  syndrome  tidak  menggunakannya.  Karena mereka  langsung  datang  ke  rak  dan  mengambil  buku  yang
mereka  inginkan.  Pustakawan  selalu  membimbing  mereka untuk  menggunakan  sarana  penelusuran  informasi  tersebut.
Tetapi  karena  kekurangan  pemustaka  maka  apa  yang  mereka pelajari tidak di aplikasikan.
c. Kegiatan bagi penyandang down syndrome di perpustakaan
Kegiatan  di  perpustakaan  sangat  penting  adanya.  Karena dengan  adanya  kegiatan  maka  akan  adanya  interaksi  aktif
antara  pustakawan  dan  pemustaka.  Kegiatan  ini  juga  dapat meningkatkan  minat  pemustaka  untuk  berkunjung  ke
perpustakaan.  Kegiatan  juga  dapat  meningkatkan  kreativitas pemustaka down syndrome.
78
“Perpustakaan  SLBN  02  Jakarta  mengadakan  banyak kegiatan.  Diantaranya  lomba  menggambar,  mewarnai,
kegiatan bermain sambil belajar dengan menggunakan puzzle, story  telling,  kegiatan  membacakan  buku  bergambar  sesuai
dengan  imajinasi  anak  down  syndrome.  Dengan  adanya berbagai  kegiatan  ini  membuat  mereka  sangat  senang  untuk
datang ke perpustakaan.” Ry “Kegiatan  di  perpustakaan  ini  banyak  ada  kegiatan
perlombaan  seperti  lomba  menggambar,  mewarnai,  kegiatan membaca buku bergambar dan masih banyak lainnya.” Sy
“Perpustakaan SLBN 02 Jakarta mempunyai banyak kegiatan diantaranya  diadakan  perlombaan  menggambar,  mewarnai,
kegiatan bermain sambil belajar dengan menggunakan puzzle,
dan story telling yang disampaikan oleh pustakawan.” Wl Dari  hasil  wawancara  tersebut  terlihat  bahwa  Perpustakaan
SLBN  02  Jakarta  mengadakan  banyak  kegiatan.  Seperti perlombaan, story telling, dan kegiatan belajar sambil bermain
dengan menggunakan puzzle. 2. Sikap pustakawan berdasarkan sikap afektif terhadap down
syndrome Pengetahuan tambahan mengenai down syndrome
a.  Pustakawan  senang  menambah  pengetahuan  dalam  bidang perpustakaan
Untuk menambah
pengetahuan dalam
bidang perpustakaan  pustakawan  dianjurkan  untuk  memperbanyak
membaca  buku  tentang  perpustakaan.  Ada  kebijakan  di Perpustakaan  SLBN  02  Jakarta  kepada  pustakawan  untuk
meresume  apa  saja  yang  telah  mereka  baca.  Serta  pustakawan
79
dianjurkan  untuk  sering  mengikuti  pelatihan  dan  training  untuk menambah pengetahuan tentang perpustakaan.
“Perpustakaan  SLBN  02  Jakarta  ini  mewajibkan  pustakawan menambah  pengetahuan  dalam  bidang  perpustakaan.  Saya
sendiri  membaca  buku  8  jam  per  hari  untuk  menambah pengetahuan  dan juga  sering  mengikuti  pelatihan  dimana saja.
Asal  bermanfaat  saya  akan  mengikuti    proses  nya  dengan
senang hati.” Ry “Saya  sering  membaca  buku  dan  mengikuti  pelatihan  untuk
menambah  pengetahuan  di  bidang  perpustakaan.  Saya  tidak akan pernah merasa puas dengan satu ilmu yang di dapat tetapi
akan terus mencari dan mencari sampai maut memisahkan.” Sy “Untuk  menambah  pengetahuan  dalam  bidang  perpustakaan,
saya  tidak  akan  pernah  bosan  untuk  membaca  buku  dan mengikuti  pelatihan.  Karena  memang  jiwa  saya  di  bidang
perpustakaan. saya menikmatinya.” Wl Dari hasil wawancara tersebut terlihat jelas bahwa pustakawan
di Perpustakaan SLBN 02 Jakarta ini selalu senang menambah pengetahuan mereka dengan membaca buku maupun mengikuti
pelatihan-pelatihan. b. Pustakawan senang menambah pengetahuan dalam bidang down
syndrome Di  Perpustakaan  SLBN  02  Jakarta  ini  kebanyakan
pustakawannya  berasal  dari  lulusan  Sekolah  Luar  Biasa.  Jadi mereka sudah mempunyai basic tentang bidang down syndrome.
Sehingga  mereka  bisa  saling  berbagi  ilmu  pengetahuan  dengan sesama pustakawan yang ada di SLBN 02 Jakarta.
80
“Kalau  boleh  sombong  nih,  kebanyakan  pustakawan  di Perpustakaan SLBN 02 Jakarta sudah ahli dalam bidang down
syndrome  karena  mereka  kebanyakan  lulusan  Sarjana  Sekolah Luar  Biasa.  Tetapi  walaupun  demikian  pustakawan  selalu
menambah pengetahuan dalam bidang down syndrome” Ry “Pustakawan  di  Perpustakaan  SLBN  02  Jakarta  selalu
berusaha  menambah  pengetahuan  dalam  bidang  down syndrome.  Baik  dengan  cara  sharing  dengan  sesama
pustakawan,  membaca  buku,  jurnal  dan  mengikuti  pelatihan.” Wl
“Saya  memang  lulusan  sekolah  luar  biasa  dan  sudah mempunyai  basic  dalam  bidang  down  syndrome  ini.  Tapi  saya
selalu  berusaha  untuk  menambah  pengetahuan  dengan membaca  buku,  mengikuti  training,  dan  membaca  jurnal.
Sehingga  pelajaran  yang  dipelajari  di  bangku  kuliah  bisa
diaplikasikan dengan baik.” Wl
Dari hasil wawancara tersebut terlihat jelas bahwa pustakawan walaupun  banyak  dari  lulusan  sekolah  luar  biasa  tetapi  tetap
terus  senang  menambah  pengetahuan  dalam  bidang  down syndrome. Dengan cara membaca buku, jurnal, sharing dengan
sesama pustakawan dan mengikuti pelatihan. c.  Pustakawan  senang  menambah  pengetahuan  dalam  psikologi
anak down syndrome Pengetahuan  tentang  psikologi  anak  down  syndrome  ini
sangat  penting  di  pelajari  oleh  pustakawan.  Karena  ini  adalah ilmu  dasar  untuk  mengenali  lebih  dalam  pemustaka  down
syndrome  dan  dengan  adanya  ilmu  ini  maka  pustakawan  akan mudah  untuk  memberikan  pelayanan  yang  baik  kepada
pemustaka down syndrome.
81
“Untuk  menambah  pengetahuan  dalam  psikologi  anak  down syndrome  maka  saya  memperbanyak  membaca  buku,  jurnal,
dan mengikuti pelatihan dan training- training”. Ry
“Saya  sering  membaca  buku  dan  mengikuti  training  untuk menambah pengetahuan psikologi anak down syndrome” Sy
“Saya  sangat  menyukai  anak  down  syndrome  sehingga  saya akan  terus  mempelajari  psikologi  anak  down  syndrome
dimanapun dan kapanpun.” Wl Dari  hasil  wawancara  tersebut  dapat  disimpulkan  bahwa
pustakawan  senang  untuk  menambah  pengetahuan  psikologi anak  down  syndrome  dengan  membaca  buku,  jurnal,  sharing
dengan  orang  yang  ahli  dalam  bidang  psikologi  down syndrome dan mengikuti training.
Pelayanan  yang  Diberikan  Pustakawan  Terhadap  Down Syndrome
a. Pelayanan langsung terhadap penderita down syndrome
Pelayanan  di  perpustakaan  adalah  suatu  kegiatan  atau aktivitas  dalam  memberikan  jasa  layanan  kepada  pengunjung
perpustakaan  tanpa  membedakan  status  sosial,  ekonomi, kepercayaan maupun status sosialnya. Layanan yang digunakan
di Perpustakaan SLBN 02 Jakarta adalah layanan langsung. Hal ini  berarti  pustakawan  berhubungan  langsung  dengan
pemustaka.
82
“Bentuk  pelayanan  langsung  di  Perpustakaan  SLBN  02 Jakarta  adalah  langsung  membantu  mengambilkan  apa  yang
dibutuhkan  pemustaka  di  rak.  Dan  juga  setia  mendampingi
pemustaka selama berada di perpustakaan”. Ry Saya  selalu  membantu  pemustaka  untuk  mengambilkan  buku
apa  yang  dia  inginkan  di  rak.  Saya  juga  sering
merekomendasikan buku yang menarik kepada mereka.” Sy Saya  terus  memantau  pemustaka  down  syndrome  dan  selalu
berusaha  memberikan  bantuan  kepada  pemustaka  down syndrome secara langsung. Karena ketika saya bisa membantu
pemustaka down syndrome, ada rasa kepuasan tersendiri buat saya. Wl
Dari  hasil  wawancara  pustakawan  melakukan  pelayanan
langsung dengan memberikan bantuan kepada pemustaka down syndrome  secara  langsung.  Contohnya  mengambilkan  buku  di
rak,  serta  memberikan  pendampingan  selama  di  perpustakaan kepada pemustaka down syndrome.
b. Yang  dilakukan  pustakawan  ketika  menjadi  fasilitator  dalam
kegiatan belajar Pustakawan  adalah  komponen  yang  sangat  penting  di
perpustakaan.  ketika  tidak  ada  pustakawan  maka  kegiatan  di perpustakaan  tidak  akan  berjalan  dengan  baik.  Pustakawan
sering  menjadi  fasilitator  pemustaka  untuk  mendapatkan  apa yang mereka inginkan.
83
“Yang saya lakukan ketika menjadi fasilitator dalam kegiatan belajar adalah berusaha untuk bisa menjadi teman pemustaka.
Memulai  pendekatan  dengan  hati  ke  hati.  Ketika  pemustaka down  syndrome  membutuhkan  sesuatu  maka  saya  siap
membantu.  Saya    sering  menggunakan  buku  bergambar  untuk menyampaikan kandungan isi buku yang pemustaka baca. Saya
pun  juga  melakukan  kegiatan  belajar  sambil  bermain,  seperti main  puzzle  aatau  main  tebak-tebakkan.  Sehingga  pemustaka
senang  dan  lebih  bisa  memahami  isi  buku  yang  mereka
inginkan” Ry “Saya  berusaha  untuk  menjadi  perantara  pemustaka  untuk
bisa  memahami  isi  buku  yang  dia  baca.  Saya  membacakan kembali  buku  yang  dia  baca  dengan  bahasa  yang  mudah  dia
pahami.” Sy Saya  menggunakan  buku  bergambar  dan  puzzle  sebagai
sarana untuk memudahkan pemustaka memahami isi bacaan. Dari  hasil  wawancara  diatas  dapat  disimpulkan  pemustaka
menggunakan  buku  bergambar  dan  puzzle  untuk  menjadi fasilitator pemustaka down syndrome.
c. Kegiatan  yang  dilakukan  untuk  menunjang  pembelajaran
pemustaka down syndrome Kegiatan  sangat  penting  adanya  di  perpustakaan.  Karena
jika  tidak  ada  kegiatan  di  perpustakan  maka  pemustaka  akan merasa  jenuh  dan  bosan  di  pepustakaan.  Kegiatan  ini  juga
membantu  untuk  menunjang  pembelajaran  pemustaka  down syndrome.
“Di Perpustakaan SLBN 02 Jakarta sering melakukan kegiatan diantaranya  diadakannya  lomba  mengambar,  mewarnai,
menulis,  story  telling,  bercerita  isi  buku  maka  itu  hal  yang
menunjang pembelajaran pemustaka down syndrome.” Sy “Perpustakaan SLBN 02 Jakarta mempunyai banyak kegiatan
diantaranya  bedah  buku,  lomba  menggambar,  mewarnai,  dan menceritakan kembali isi buku dengan bahasa sendiri.”Ry
“Kegiatan  bermain  sambil  belajar  adalah  hal  yang  paling disukai pemustaka down syndrome.”Wl
84
Dari  hasil  wawancara  diatas  dapat  diambil  kesimpulan, kegiatan  di  Perpustakaan  SLBN  02  Jakarta  berjalan  seperti
lomba mewarnai, menggambar, menceritakan kembali isi buku dengan  bahasa  sendiri,  pokoknya  kegiatan  bermain  sambil
belajar ini sangat disukai pemustaka down syndrome.
Sikap dalam Melayani Pemustaka Down Syndrome a.
Sikap  yang  dilakukan  pustakawan  dalam  memberikan pelayanan kepada pemustaka down syndrome
Pemustaka  down  syndrome  merupakan  orang  yang berbeda  dengan  manusia  normal  lainnya.  Melayani  nya  pun
juga  berbeda.  Pemberian  pelayanan  ini  sangat  berpengaruh kepada  psikologis  anak.  Anak  down  syndrome  membutuhkan
banyak  perhatian,  kasih  sayang,  dan  hati  yang  tulus  dari pustakawan.  Sikap  pustakawan  terhadap  pemustaka  down
syndrome  adalah  sikap  yang  baik  dan  positif.  Sikap pustakawan  diantaranya  belaku  lemah  lembut  kepada
pemustaka.
85
“Saya  mendekati  pemustaka  dengan  lemah  lembut,  saya berusaha  memberikan  pemahaman  tentang  perpustakaan
secara terus menerus. Ketika mereka bingung maka saya akan berusaha membimbing dia agar tidak bingung
lagi.” Ry “Saya  memberikan  kasih  sayang  yang  tulus,  ketika  mereka
menginginkan sesuatu langsung saya wujudkan semampu nya. Dan  ketika  mereka  bersalah  tidak  langsung  emosi,  tetapi
berikan peringatan terlebih dahulu.” Sy “Sikap saya ketika memberikan pelayanan kepada pemustaka
down  syndrome  adalah  berusaha  untuk  berempati  kepada mereka.” Wl
Dari  hasil  wawancara  diatas  maka  dapat  disimpulkan  bahwa
sikap  pustakawan  dalam  melayani  perpustakaan  bukan  hanya bersikap  lemah  lembut  saja  tetapi  ikut  berempati  kepada
mereka juga. b.
Sikap  yang  harus  dimiliki  pustakawan  dalam  melayani pemustaka down syndrome
Pustakawan  adalah  cerminan  dari  kualitas  perpustakaan. Ketika  pustakawannya  baik  maka  perpustakaannya  pun  juga
akan baik. Pustakawan  harus  memiliki  sikap-  sikap  seperti  di  bawah
ini:sabar,  ramah,  sopan,  menahan  emosi,  mengayomi, mempunyai  jiwa  kasih  sayang,  berempati  kepada  pemustaka,
dan sikap tidak membeda-bedakan anak.
86
“Saya sendiri belum sempurna, namanya manusia tidak luput dari  kesalahan,  tetapi  saya  akan  berusaha  semaksimal
mungkin  untuk  memberikan  pelayanan  yang  baik  kepada pemustaka  down  syndrome.  Saya  berusaha  untuk  sabar,
ramah, berjiwa besar dan tidak emosi. Ketika saya merasakan
kesal, saya akan berusaha menenangkan diri sendiri.” Ry “Saya sering berlaku sopan, ramah, berbicara lemah lembut,
selalu memberikan pendampingan ekstra semampu saya. Agar pemustaka merasa puas dan senag di perpustakaan” Sy
“Saya  selalu  memberlakukan  mereka  dengan  baik.  Saya menganggap mereka seperti anak saya sendiri.” Wl
Dari  hasil  wawancara  diatas  dapat  disimpulkan  bahwa
pustakawan  berlaku  sopan  santun,  ramah,  berempati,  tidak kasar, sabar terhadap pemustaka down syndrome.
c. Cara  pustakawan  memberikan  semangat  kepada  pemustaka
down syndrome Anak  down  syndrome  tidak  bisa  diberikan  ilmu  secara
cepat.  Mereka  harus  dibimbing,  diarahkan,  dan  diberikan contoh  terlebih  dahulu.  Mereka  memang  mempunyai
keterbatasan dalam mengingat dan memahami sesuatu. “Untuk  memberikan  motivasi  biasanya  saya  membacakan
cerita yang menarik dan memotivasi. Sehingga mereka senang dan tidak sedih dengan keadaan mereka. Dan juga saya sering
memberikan contoh kepada mereka tentang orang-orang down syndrome  yang  semangat  sehingga  menghasilkan  karya.
Setelah mendengarkan cerita tersebut biasanya mereka sangat
senang sekali dan mempunyai motivasi untuk belajar kembali.” Ry
“Saya  memberikan  hadiah  bagi  pemustaka  yang  rajin  dan patuh.  Sehingga  mereka  semangat  untuk  datang  ke
perpustakaan. Dengan hal itu juga mereka tertib ketika berada
di perpustakaan”. Df “Saya  memotivasi  pemustaka  dengan  melalui  story  telling.
Karena biasanya anak-anak akan senang jika dikasih dongeng apalagi di dukung dengan alat peraga yang lucu.” Sy
87
Dari  hasil  wawancara  tersebut  terlihat  jelas  pustakawan memotivasi  pemustaka  dengan  memberikan  story  telling  dan
hadiah kepada pemustaka. 3.  Sikap  pustakawan  berdasarkan  komponen  prilaku  down
syndrome a.
Buku yang pustakawan baca untuk meningkatkan kemampuan mengenai down syndrome
Buku  adalah  sumber  ilmu.  Sehingga  ada  istilah  yang mengatakan  bahwa  buku  adalah  jendela  dunia.  Dengan
membaca buku kita jadi lebih tahu dan mengerti. “Buku  yang  sering  saya  baca  adalah  yang  berkaitan  dengan
psikologi,  mengenal  lebih  dalam  anak  down  syndrome,  buku perpustakaan, dan buku pelayanan di perpusta
kaan.” Ry Saya sering membaca kamus lengkap psikologi, yang dikarang
oleh  Chaplin,  J.P.  yang  telah  dialih  bahasakan  oleh  Kartono Kartini  pada  tahun  1999.  Buku  kesehatan  mental  2  yang
dikarang oleh Yustinus Semiun pada tahun 2006 dan juga buku
tentang perpustakaan” Sy Dari  wawancara  diatas  dapat  disimpulkan  bahwa  pustakawan
harus  banyak  membaca  agar  ilmu  pengetahuannya  bertambah. Buku yang harus dibaca yaitu berkaitan dengan psikologi anak
down  syndrome,  perpustakaan,  dan  cara  melayani  pemustaka down syndrome.
b. Pelatihan yang telah diikuti oleh pustakawan
Pelatihan  ini  sangat  bagus  di  ikuti  oleh  pustakawan  karena pelatihan  ini  bertujuan  untuk  memantapkan  lagi  ilmu  yang
sudah di punyai oleh pustakawan.
88
“Pustakawan  sering  melakukan  pelatihan  tentang  cara menangani  anak  down  syndrome,  pelatihan  cara  pendekatan
anak  down  syndrome,  pelatihan  cara  mengelola  perpustakaan dengan  baik  dan  menarik  di  perpustakaan  nasional  dan  juga
sering  juga  diadakan  pelatihan  di  Perpustakaan  SLBN  02
Jakarta.” Ry Saya  sering  mengikuti  pelatihan  di  Perpustakaan  Nasional
Indonesia,  juga  pernah  di  Universitas  Indonesia,  dan  di Sekolah Luar Biasa Negeri 1 Jakarta di Lebak B
ulus.” Sy Saya  baru  sekali  mengikuti  pelatihan  yang    diadakan  oleh
Perpustakaan  Nasional.  Saya  mendapatkan  banyak  ilmu  baik dari  segi  perpustakaan  maupun  tentang  melayani  pemustaka
down syndrome.” Wl Dari  hasil  wawancara  diatas  dapat  disimpulkan  bahawa
pustakawan SLBN 02 Jakarta, sudah berpengalaman mengikuti berbagai pelatihan. Pelatihan yang sudah mereka ikuti, mereka
aplikasikan di Perpustakaan SLBN 02 Jakarta. c.
Cara memahami pemahaman mengenai perpustakaan Peran
pustakawan juga
dalam hal
memberikan pemahaman  mengenai  perpustakaan  kepada  pemustaka  down
syndrome.  Pemustaka  down  syndrome  harus  diberikan pemahaman  agar  mereka  berlaku  tertib  di  perpustakaan  dan
senang ke perpustakaan.
89
“Cara  memberikan  pemahaman  mengenai  perpustakaan adalah  dengan  pendekatan  personal.  Biasanya  pustakawan
dengan  cara  mendekati  satu  persatu,  setelah  melakukan pendekatan personal, mulai dengan memahami mereka tentang
perpustakaan  secara  pelan-pelan  dan  dengan  bahasa  yang menarik.  Sehingga  pemustaka  down  syndrome  mudah
memahami
nya dan
merasa senang
berkunjung ke
perpustakaan.” Sy “Saya  memberikan  pemahaman  kepada  pemustaka  dengan
cara  mendekati  mereka  satu  per  satu.  Dan  saya  sering membawakan  hadiah  untuk  mereka.  Sehingga  mereka  senang
dan
mau mendengarkan
saya dalam
memberikan pemahaman.” Ry
“Saya  sering  memberikan  permainan  dulu  untuk  mereka, setelah mereka merasa senang, baru saya berusaha mendekati
mereka  dengan  cara  berkomunikasi  dari  hati  ke  hati.  Karena ketika  disampaikan  dengan  hati,  biasanya  lebih  melekat  dan
mudah dipahami oleh pemustaka. “Wl Dari  hasil  wawancara  diatas  dapat  diambil  kesimpulan  cara
pustakawan  memberikan  pemahaman  tentang  perpustakaan banyak  macamnya.  Dilakukan  secara  dari  hati-ke  hati,
mendekati mereka satu  per satu,  dan dengan cara memberikan games  untuk  menyenangkan  hati  mereka,  setelah  mereka
senang  baru  mulai  berikan  pemahaman.  Sehingga  lebih membekas di kepala mereka.
d. Pedoman  yang  digunakan  dalam  interaksi  dengan  down
syndrome Pedoman  ini  sangat  penting  karena  dengan  adanya
pedoman  maka  pustakawan  akan  melakukan  pekerjaannya dengan  teratur  dan  tidak  sembarangan.  Dan  juga  dengan
adanya pedoman segala sesuatunya akan lebih terstruktur.
90
“Pedoman  yang  saya  gunakan  adalah  Undang-Undang Republik  Indonesia  dan  buku  tentang  down  syndrome  dan
perpustakaan.” Ry Saya  menggunakan  pedoman  undang-undang  dan  peraturan
yang telah berlaku di perpustakaan ini”. Sy “Pedoman  yang  saya  gunakan  adalah  aturan  yang  ada  di
perpustakaan dan Undang-Undang Republik I ndonesia.” Wl
Dari  hasil  wawancara  diatas  dapat  disimpulkan  bahwa pustakawan menggunakan undang-undang, buku  dan aturan di
perpustakaan  sebagai  pedoman  untuk  berinteraksi  dengan pemustaka down syndrome.
C. Pembahasan