7
Tanaman kayu putih telah banyak dimanfaatkan masyarakat Indonesia untuk berbagai keperluan terutama sebagai bahan untuk mengatasi berbagai macam gangguan
kesehatan. Pemanfaatan tanaman kayu putih ini telah lama dilakukan oleh masyarakat Indonesia sebelum adanya teknologi. Daun kayu putih digunakan untuk mengurangi gatal
atau pembengkakan karena gigitan serangga. Daun kayu putih juga diekstrak atau dikeringkan untuk dimanfaatkan sebagai bahan ramuan untuk penambah stamina. Selain itu,
tanaman kayu putih pada saat ini mulai banyak ditanam di pekarangan rumah sebagai pengusir nyamuk karena aromanya yang khas.
Di Kalimantan Barat, tanaman kayu putih ini juga banyak dimanfaatkan oleh masyarakat lokalnya, seperti bagian kulit batang kayu putih dapat dimanfaatkan sebagai
penutup celah-celah atau lubang-lubang pada perahu agar tidak bocor dan buahnya dapat digunakan sebagai jamu atau obat-obatan tradisional. Selain itu, tanaman kayu putih ini
merupakan salah satu jenis tanaman penghasil minyak atsiri. Minyak atsiri dari tanaman kayu putih dapat diperoleh dari penyulinga daun kayu putih. Minyak ini biasa disebut
dengan minyak kayu putih atau dalam perdagangan internasional disebut dengan cajeput oil cajuput oil.
2.3. Minyak Kayu Putih
Minyak kayu putih MKP merupakan salah satu jenis minyak atsiri yang banyak dimanfaatkan dan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Minyak ini berasal dari daun
kayu putih segar dan ranting terminal branchlet dari beberapa spesies Melaleuca, yang diperoleh melalui proses penyulingan Guenther 1990. Daun yang digunakan adalah daun
yang berasal dari tanaman muda sebab kandungan minyaknya lebih tinggi. menurut Guenther 1990, warna hijau dari minyak kayu putih terjadi karena pembentukan kelat
dengan logam wadah destilasi, dan warna kuning terjadi jika minyak kayu putih disimpan dalam drum besi digalvanisir selama 2-3 bulan. Selain itu, penyulingan daun kayu putih
dengan menggunakan alat stainless stell menghasilkan minyak yang berwarna kuning. Warna minyak kayu putih bervariasi, dari tidak berwarna, kuning, sampai hijau dengan
aroma champor yang aromatik dan rasa champor yang pahit James 1989. Minyak kayu putih sedikit larut dalam air dan larut dalam etanol 80, kloroform,
eter, dan karbon disulfida. Menurut Heyne 1985, pemalsuan minyak kayu putih banyak sekali terjadi dan umumnya dilakukan dengan penambahan minyak tanah atau bensin.
Minyak kayu putih kadang-kadang juga dicampur dengan asam lemak oleh petani produsen atau pedagang perantara. Bau minyak kayu putih sedemikian kerasnya, sehingga saat
dilakukan penambahan keosen atau asam lemak, minyak kayu putih tersebut tidak menunjukkan perubahan bau. Uji sederhana yang digunakan oleh pedagang pribumi adalah
dengan cara mengocok minyak kayu putih dalam botol. Jika terbentuk busa dan gelembung-gelembung udara yang naik ke permukaan tidak segera hilang, hal ini
menandakan bahwa minyak kayu putih tersebut telah dipalsukan.
2.3.1. Komposisi Kimia
Konstituen utama dalam minyak kayu putih memiliki rumus empiris molekuler C
10
H
18
O yang disebut dengan cajuput hydrate dan cajuputol. Kedua senyawa ini kemudian dikenal dengan sineol. Selain sineol, menurut Duke 1992,
minyak kayu putih juga mengandung 10 senyawa kristalin fenolic, 3,5-dimetil-
8
4,6-di-o-metilfloroasetopinon. Menurut Budavari 1989, minyak kayu putih mengandung 50-60 sineol, L-pinene, terpineol, valeric, butyric, benzoic, dan
aldehid lainnya. Di samping itu, senyawa-senyawa utama yang terdapat pada minyak kayu putih terdapat pada tabel sebagai berikut Guenther 1990 :
Tabel 1. Komponen Penyusun Minyak Kayu Putih No Komponen
Rumus Molekul Titik Didih °C
1 Cineol
C
10
H
18
O 174-177
2 Terpineol
C
10
H
17
OH 218
3 Pinene
C
10
H
18
156-160 4
Benzaldehyde C
6
H
5
O 179,9
5 Limonene
C
10
H
16
175-176 6
Sesquiterpene C
15
H
24
230-277
2.3.2. Sifat Fisikokimia dan Mutu Minyak Kayu Putih
Minyak atsiri yang berasal dari daun minyak kayu putih yang diperoleh melalui proses penyulingan. Daun yang digunakan adalah daun yang berasal dari
tanaman muda tidak lebih dari 6 bulan sebab kandungan minyaknya lebih tinggi. Pemalsuan minyak kayu putih banyak sekali terjadi dan umumnya dilakukan dengan
penambahan minyak tanah atau bensin Heyne 1985. Warna minyak kayu putih adalah hijau bening, yang disebabkan karena
tembaga dari ketel-ketel penyulingan minyak kayu putih dan senyawa organik yang kemungkinan adalah klorofil. Warna hijau minyak atsiri disebabkan karena tembaga,
maka warna tersebut dapat dipisahkan dengan minyak kayu putih aslinya dengan menggunakan larutan asam tartarat pekat. Namun apabila warna hijau tersebut
disebabkan karena klorofil atau bahan organik lainnya, maka minyak itu dapat dipucatkan dengan menggunkan karbon aktif. Proses rektifikasi juga dapat
mengeliminasi warna. Namun demikian, rektifikasi minyak kayu putih tidak dilakukan di daerah-daerah produksi.
Menurut James 1989 warna minyak kayu putih bervariasi, dari tidak berwarna, kuning sampai hijau dengan aroma champor yang aromatik dan rasa
champor yang pahit, mengandung 10 senyawa kristalin fenolic,5-dimetil-4,6-di-o- metilfloroasetopinon. Senyawa ini dianggap memiliki daya antiseptik menurut
Guenther 1990. Minyak kayu putih kadang-kadang dicampur dengan asam lemak atau
dengan kerosen oleh petani produsen atau pedagang perantara. Bau minyak kayu putih sedemikian kerasnya sehingga saat dilakukan penambahan kerosen atau asam
lemak, minyak kayu putih tersebut tidak menunjukkan perubahan bau. Uji sederhana yang digunakan oleh pedagang pribumi adalah dengan cara mengocok minyak kayu
putih di dalam botol. Jika terbentuk busa dan gelembung-gelembung udara yang naik ke permukaan tidak segera hilang, hal ini menandakan bahwa adanya
penambahan kerosen atau bensin kedalamnya
.
Mutu merupakan gabungan sifat-sifat khas suatu bahan yang akan mempengaruhi tingkat penerimaan dari konsumen. Sifat tersebut dapat berasal dari
9
faktor alami intrinsik ataupun dari proses pengolahan ekstrinsik Wijandi 1981. Mutu suatu produk sebagai keluaran dari proses pengolahan atau industri sangat
dipengaruhi oleh mutu bahan baku sebagai masukan dan teknologi proses pengolahannya. Dalam perdagangan dan perindustrian skala besar telah digunakan
standarisasi yang lebih baku. Badan Standarisasi Nasional Indonesia telah menetapkan SNI 06-3954-2006 sebagai standar minyak kayu putih. Berikut ini adalh
syarat mutu minyak kayu putih berdasarkan SNI 06-3954-2006. Tabel 2. Syarat Mutu Minyak Kayu Putih SNI 06-3954-2006
No Jenis Uji Satuan
Persyaratan 1
Keadaan -
1.1. Warna -
Jernih sampai kuning kehijauan 1.2. Bau
- Khas kayu putih
2 Bobot Jenis 20°C20°C
- 0,900-0,930
3 Indeks Bias nD
20
- 1,450-1,470
4 Kelarutan dalam etanol 70
- 1:1 sampai 1:10 jernih
5 Putaran Optik
- -4° sd 0°
6 Kandungan Sineol
50-65 Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu minyak kayu putih antara lain
adalah perlakuan terhadap bahan baku penghasil minyak atsiri, jenis alat penyulingan, perlakuan minyak atsiri setelah ekstraksi, pengemasan dan
penyimpanan bahan ataupun produk berpengaruh terhadap kualitas minyak atsiri Guenther 1987.
2.4. Pemurnian Minyak Kayu Putih