27
perubahan pada struktur dan komposisi senyawa organik pada minyak atsiri tersebut. Hal ini sesuai dengan Purnawati 2000 yang menyatakan bahwa
adanya perlakuan Chelating agent menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap indeks bias minyak nilam kasar.
4.2.3.4. Kelarutan dalam Etanol 70
Nilai kelarutan minyak kayu putih dalam etanol 70 merupakan uji dari kemampuan minyak kayu putih melarut dalam etanol. Analisis ini
bertujuan untuk mengetahui jumlah alkohol yang dibutuhkan untuk melarutkan secara sempurna sejumlah minyak atsiri. Kelarutan minyak
atsiri dalam etanol dalam etanol dipengaruhi oleh komponen kiia penyusun minyak. Beberpa fraksi dalam minyak atsiri dapat membentuk resin yang
sukar larut dalam alcohol. Minyak yang mengandung senyawa hidrokarbon-O, lebih mudah larut dalam etanol daripada minyak yang
mengandung senawa hidrokarbon. Suatu minyak akan semakin polar dengan semakin banyaknya senyawa hidrokarbon-O dalam minyak tersebut.
Menurut Ardiana 2006, senyawa terpen
–o mempunyai polaritas yang hampir sama dengan alcohol. Kelarutan minyak di dalam etanol disebabkan
adanya gugus fungsi. Gugus fungsi ini akan meningkatkan polaritas dari suatu bahan, jika polaritas relatif sama mendekati dengan etanol maka
akan mempertinggi nilai kelarutan.
Tabel 4. Data Kelarutan Minyak Kayu Putih dalam Etanol 70 Perlakuan
A0 A1
A2 A3
B0 1:6
1:7 1:8
1:7 B1
1:7 1:9
1:8 1:7
B2 1: 7
1:9 1:8
1:8 A3
1:8 1:9
1:9 1:9
Dari data pada tabel tersebut, terlihat adanya peningkatan kelarutan minyak dalam etanol 70. Minyak sebelum pemurnian larut pada
pada bagian 6 ml etanol 70. Sedangkan minyak setelah pemurnian dengan menggunakan asam sitrat dan bentonit rata-rata larut pada bagian 7-9 ml
etanol 70.
Menurut Ketaren 1985, pencampuran minyak atsiri dengan bahan-bahan lain dapat mempengaruhi kelarutan dalam etanol. Nilai
kelarutan minyak akan berkurang karena pengaruh umur minyak. Hal ini disebabkan terjadinya polimerisasi minyak selama penyimpanan. Senyawa
polimer yang terbentuk akan menurunkan daya larutnya dalam etanol. Meskipun terjadi penurunan daya larut, tetapi data tersebut telah sesuai
dengan SNI 2006.
4.2.3.5. Putaran Optik
rotasi spesifik zat aktif optis ditetapkan dengan sebuah polarimeter. Jika cahaya terpolarisasi dilewatkan salah satu isomer, bidang polarisasi
akan berputar ke kiri atau ke kanan. Pemutaran bidang terpolarisasi ke kanan yaitu searah dengan putaran jarum jam yang disebut dengan putaran
28
dekstro +. Sebaliknya, pemutaran bidang cahaya terpolarisasi ke kiri disebut putaran levo -. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui
kemampuan minyak atsiri memutar bidang polarisasinya ke arah kanan dekstro rotatory atau ke arah kiri.
Senyawa yang memutar bidang cahaya terpolarisasi ke kanan disebut dekstrorotatori memutar ke kanan, sedangkan senyawa yang
memutar bidang cahaya terpolarisasi ke kiri disebut levorotatori memutar ke kiri Sumardjo 2009. Minyak kayu putih memiliki senyawa optis
inaktif yang bersifat levorotatori yang terbentuk dalam bentuk bebas atau terikat dalam bentuk ester-ester asam asetat, propionat dan valerat Ketaren
1980. Tabel 5. Data Putaran Optik Minyak Kayu Putih
Perlakuan A0
A1 A2
A3 Ket
B0 - 0,8
0,0 - 0,8
0,0 A0 = tanpa asam sitrat
A1 = asam sitrat 1 A2 = asam sitrat 2
A3 = asam sitrat 3 B0 = tanpa bentonit
B1 = bentonit 1 B2 = bentonit 2
B3 = bentonit 3 - 0,8
0,0 - 0,8
0,0 B1
0,0 - 0,8
0,0 - 0,8
0,0 - 0,8
0,0 - 0,8
B2 - 0,8
0,0 0,0
0,0 - 0,8
0,0 0,0
0,0 B3
- 0,8 0,0
0,0 0,0
- 0,8 0,0
0,0 0,0
Dari hasil yang didapatkan, terlihat nilai putaran berkisar antara - 0,8 sampai dengan 0,0. Nilai putaran optik tidak terlalu mengalami
perubahan signifikan. Terlihat adanya kisaran nilai putaran optik dari negatif -0,8 sampai dengan positif 0,0. Hal ini mengindikasikan adanya
senyawa yang bersifat optis aktif dan optis inaktif yang tidak dapat saling bersetangkup atau diimpitkan yang disebut enantiomer. Kedua pasangan ini
memiliki sifat fisika dan kimia yang sama tetapi arah putaran optisnya berbeda. Menurut Sumardjo 2009, pasangan enantiomer mempunyai
rotasi spesifik yang sama kecuali tandanya dan memutar bidang cahaya terpolarisasi dengan arah berlawanan. Hal ini juga menandakan bahwa
senyawa α-terpineol pada minyak kayu putih memutar bidang cahaya terpolarisasi ke kiri, sedangkan enantiomernya memutar bidang cahaya
terpolarisasi ke arah kanan. Terjadi reaksi oksidasi pada proses pengkelatan yang disuga disebabkan oleh ion logam yang belum terisolasi sehingga
membentuk senyawa baru. Senyawa baru yang terbentuk diduga memiliki sifat optik aktif dekstrorotatori, sehingga perbandingan senyawa optik aktif
levorotatori terhadap senyawa optik aktif dekstrorotatori dalam minyak semakin menurun. Hal ini menyebabkan dimana terjadi perubahan nilai
putaran optik dari negatif -0,8 menjadi positif 0,0. Dari hasil uji statsistik yang dilakukan, penggunaan asam sitrat
dan bentonit berpengaruh nyata terhadap nilai putaran optik Lampiran 7. Peningkatan jumlah bentonit yang ditambahkan relatif menyebabkan
penurunan nilai putaran optik minyak. Hal ini disebabkan karena bentonit berkurang kemampuannya dalam menyerap komponen minyak kayu putih
29
sehingga arah putaran bidang polarisasi sedikit berubah. Perlakuan terbaik yang menghasilkan nilai putaran optik tertinggi adalah minyak dengan
penambahan asam sitrat.
4.2.3.6. Kromatografi Gas GC-MS