29
sehingga  arah  putaran  bidang  polarisasi  sedikit  berubah.  Perlakuan  terbaik yang  menghasilkan  nilai  putaran  optik  tertinggi  adalah  minyak  dengan
penambahan asam sitrat.
4.2.3.6. Kromatografi Gas GC-MS
Analisis  kromatografi  gas  dilakukan  untuk  mengetahui  pengarh pemurnian  terhadap  komponen  kimia  minyak  kayu  putih  dengan
menggunakan  instrumen  Kromatografi  Gas  Spektrofotometri  Massa  Gas Chromatography  Mass  Spectrometry.  Prinsip  kerja  alat  ini  yaitu
menguapkan cairan menggunakan panas yang kemudian uap akan mengalir melewati  kolom  dan  diterjemahkan  menjadi  pola  fragmentasi  puncak,  lalu
akan  diidentifikasi  berdasarkan  pendugaan  menggunakan  referensi database.  Komponen  dalam  minyak  kayu  putih  dapat  diketahui  dengan
membandingkan  waktu  retensi  standar  dengan  waktu  retensi  sampel  dan pola  kromatogram.  Bila  waktu  retensi  sampel  sama  dengan  waktu  retensi
standar, maka sampel mengandung komponen senyawa yang bersangkutan. Perbedaan  waktu  retensi  dapat  terjadi  karena  adanya  perbedaan  waktu
penyuntikan atau perbedaan penggunaan kolom sehingga terjadi pergeseran pucak-puncak
kromatogram.  Waktu  retensi  adalah waktu
yang menunjukkan  berapa  lama  suatu  senyawa  tertahan  di  dalam  kolom  yang
diukur mulai saat penyuntikan hingga saat elusi terjadi Gritter et al. 1991. Fase gerak dalam GC
– MS berbentuk gas. Persyaratan gas yang digunakan adalah  inert,  murni,  dan  mudah  diperoleh.  Gas  pembawa  yang  dipakai
adalah  helium,  Argon,  Nitrogen,  Hidrogen,  dan  Karbondioksida  Agusta 2000.
Pada  penelitian  ini,  database  yang  digunakan  adalah  Wiley  7. Kromatografi  gas  memisahkan  komponen-komponen  dalam  suatu
campuran  sedangkan  spektrofotometri  massa  mengidentifikasi  komponen penyusun  kimia  minyak kayu putih dengan bantuan  database atau library.
Dasar  pemilihan  minyak  kayu  yang  dianalisa  menggunakan  Kromatografi Gas  Spektrofotometri  Massa  yaitu  dari  analisis  mutu  berupa  bobot  jenis,
indeks  bias,  putaran  optik,  dan  kelarutan  dalam  etanol  70  yang  berada pada  rentang  persyaratan  yang  ditetapkan  SNI  06-3954-2006.  Pemurnian
ini  diharapkan  tidak  menyebabkan  perubahan  terhadap  komponen  kimia minyak.  Perubahan  komponen  kimia  minyak  kayu  putih  tersebut  akan
berpengaruh juga terhadap mutu minyak tersebut. Analisis kromatografi gas hanya  dilakukan  terhadap  minyak  kayu  putih  sebelum  pemucatan  dan
minyak  kayu  putih  yang  menghasilkan  tingkat  kejernihan  paling  tinggi. Hasil  kromatogram  kedua  jenis  minyak  tersebut  dapat  dilihat  pada
Lampiran 8. Analisa  komponen  dengan  menggunakan  GC-MS  bersifat  semi
kuantitatif.  Sejumlah  100  area  dibagi  menjadi  sejumlah  peak  yang muncul  sehingga  diperoleh  luas  area    dari  masing-masing  komponen
yang  terdeteksi.  Analisa  komponen  mengacu  pada  waktu  retensi  standar dalam  database  Wiley  7.  Hasil  kromatogram  dari  GC
–  MS  akan membandingkan  dengan  kromatogram  dalam  database  tersebut  dan  akan
30
diperlihatkan  kemungkinan  komponen  yang  serupa  disertai  dengan  angka kualitasnya.  Angka  kualitas  menunjukkan  besarnya  keyakinan  komponen
yang  dimaksud  terdeteksi  oleh  GC –  MS.  Angka  kualitas  lebih  besar
daripada  90  menunjukkan  bahwa  komponen  yang  terdeteksi  adalah komponen  yang  benar-benar  ada  di  dalam  sampel  dan  sesuai  dengan
database  yang  ada.  Tabel  dibawah  ini  merupakan  penyajian  hasil  analisa komponen  kimia  utama  yang  terkandung  dalam  minyak  kayu  putih  dari
data detail pada Lampiran 9. Tabel 6. Komponen Kimia dalam Minyak Kayu Putih
No Waktu
Retensi Area
Komponen Kualitas
A B
A
1
1 8,90
2,94 2,72
α-Pinene 96
2 9,52
1,80 1,52
β-Myrcene 91
3 9,63
1,92 1,77
β-Pinene 94
4 10,45
7,41 7,07
l-Limonene 98
5 10,61
40,73  43,82 1,8-Cineole
98 6
10,95 1,21
0,37 ϒ- Terpinene
96 7
14,07 14,08  14,15
α-Terpineol 91
8 18,70
0,39 0,39
Ylangene 99
9 19,11
1,21 1,20
β-Elemene 99
10 20,09
7,96 6,87
Trans kariofilen 99
11 20,94
3,91 3,35
α-Humulene 98
12 21,31
0,61 0,59
β-Selinene 96
13 21,40
1,76 1,62
α-Muurolene 97
14 24,36
0,57 0,58
Veridiflorol 99
Kromatogram  minyak  kayu  putih  sebelum  dan  sesudah  proses pemurnian  terdiri  dari  23  puncak.  Berdasarkan  presentase  area  komponen
utama penyusun sampel minya ayu putih ya
ni 1,8 sineol,  α-terpineol, trans-kariofilen,  dan  veridiflorol.  Hal  ini  sesuai  dengan  Guenther  1990,
yang  menyatakan  bahwa  minyak  kayu  putih  terdiri  dari  senyawa  utama berupa  1,8  sineol,  α-terpineol,  l-limonene,  l-α-Pinen,  ester,  veraldehid,
benzaldehid,  azulen,  dan  seskuiterpen  alkohol.  Di  sisi  lain,  Doran  dalam
Sukmawati 2012 menyatakan bahwa minyak kayu putih mengandung 1,8 sineol,  viridiflorol,  limonen,  trans-kaliofilen,
α-humulene,  α-terpineol,  α- selinen,
β-selinen, dan  kariofilen oksida. Di samping itu, terdapat senyawa baru yang tidak ada sebelumnya
pada minyak kayu putih sebelum pemurnian kontrol yakni benzene dan α-
terpinenyl  acetate.  Munculnya  senyawa  baru  ini  dikarenakan  terbentuknya senyawa-senyawa baru akibat hidrolisa minyak yang membentuk asam dan
alkohol.  Di  samping  itu,  munculnya  senyawa  baru  ini  disebabkan  oleh adanya  reaksi  oksidasi  pada  proses  pengkelatan.  Proses  oksidasi  pada
proses  pengkelatan  disebabkan  oleh  ion  logam  yang  belum  terisolasi sehinggan  membentuk  senyawa  baru.  Selain  itu,  hal  ini  juga  disebabkan
oleh  adanya  proses  destruksi  nitrogen  akibat  proses  hidrolisa  ester  yang disebabkan  oleh  adanya  pengikatan  air  dan  logam  oleh  pengkelatan.
31
Terlepasnya  air  dari  alkohol  dan  dari  hidrolisa  ester  akan  menghasilkan senyawa  nitrogen  hidrokarbon  dan  asam-asam  yang  baru.  Menurut
Guenther  2006,  destruksi  nitrogen  pada  minyak  atsiri  mengindikasikan adanya perubahan-perubahan pada komposisi minyak atsiri asalnya.
Dari hasil analisiMinyak kayu putih sebelum dipucatkan memiliki kadar sineol 40,73, sedangkan minyak kayu putih hasil pemurnian dengan
asam sitrat 1 persen kadar sineolnya  sebesar 43,82. Setelah pemurnian terlihat adanya sedikit peningkatan kadar sineol. Makin tinggi kadar sineol
minyak kayu putih, maka mutu minyak kayu putih akan semakin baik pula. Dalam  hal  ini,  pemurnian  minyak  relatif  tidak  menyebabkan  perubahan
terhadap  komponen  kimia  minyak  kayu  putih  khususnya  kadar  sineol, sehingga proses pemucatan ini efektif dilakukan untuk meningkatkan mutu
minyak  kayu  putih.  Walaupun  terjadi  peningkatan  kadar  sineol,  tetapi kandungan sineol pada minyak kayu putih sebelum dan setelah pemurnian
masih  belum  memenuhi  SNI  yang  telah  ditetapkan.  Hal  ini  dikarenakan proses pengolahan pra penyulingan tidak dilakukan dengan baik.  Menurut
Guenther 1990, komposisi kimia minyak atsiri akan menurun. Berikut  ini  adalah  tabel  perbandingan  mutu  minyak  kayu  putih
sebelum  dan  setelah  pemurnian  dengan  berdasarkan  pada  SNI  06-3954- 2006 Minyak Kayu Putih :
Tabel 7. Perbandingan Karakteristik Minyak Kayu Putih dengan SNI 06-3954-2006
NO Karakteristik Minyak Kayu
Putih Nilai
Sebelum dimurnikan
Setelah dimurnikan SNI 06-3954-
2006 1
Kadar Logam mgL a. Tembaga Cu
18,16 0,015
- b. Besi Fe
8,76 7,50
- c. Magnesium Mg
0,300 0,220
- 2
Kejernihan  transmisi 81,30
96,88 -
3 Bau
Khas MKP Khas MKP
Khas MKP 4
Warna Hijau
Kuning kehijauan bening
Bening hingga kuning kehijauan
5 Bobot Jenis
0,9235 0,9200
0,900-0,930 6
Indeks Bias 1,468
1,467 1,450-1,470
7 Putaran Optik
- 0,8° - 0,0°
-4° sd 0° 8
Kelarutan etanol 70 1 : 6 jernih
1 : 7 jernih 1:1 sd 1:10
jernih 9
Kadar Sineol 40,73
43,82 50-65
32
4.3. Analisa Finansial