18
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN
4.1.1. Bahan Baku
Minyak kayu putih yang digunakan sebagai bahan baku dalam penelitian ini berwarna hijau bening dengan karakteristik seperti terlihat pada tabel berikut :
Tabel 3. Sifat Fisikokimia Minyak Kayu Putih Karakteristik
Hasil Pengamatan SNI 2006
Warna Hijau bening
Jernih sampai kuning kehijauan Bau
Khas MKP Khas MKP
Bobot Jenis 0,924
0,900-0,930 Indeks Bias
1,468 1,450-1,470
Putaran Optik -1
-4° sd 0° Kelarutan Etanol 70
1: 6jernih 1:1 sd 1:10 jernih
Kejernihan 81,30
- Pada dasarnya karakteristik minyak kayu putih tersebut telah memenuhi
syarat mutu yang ditetapkan SNI 2006, kecuali pada warna. Oleh karena itu, mutu minyak kayu putih perlu ditingkatkan sehingga sesuai dengan standar tersebut.
Warna minyak kayu putih yang berwarna hijau ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor peralatan dan kandungan tanaman itu sendiri. Warna hijau pada minyak kayu
putih tersebut disebabkan oleh penggunaan alat penyulingan yang terbuat dari logam tembaga dan kandungan klorofil pada daun yang terbawa pada saat penyulingan.
Mutu minyak kayu putih dipengaruhi oleh jenis tanaman, tempat tumbuh, cara penanganan bahan baku dan penanganan pasca penyulingan.
Untuk mengetahui jenis logam pengotor yang terdapat dalam minyak, dilakukan analisis ion logam dengan menggunakan Spektrofotometri Serapan Atom
AAS. Dari hasil analisis, dapat diketahui bahwa minyak kayu putih kasar mengandung logam Cu, Fe, dan Mg masing-masing sebesar 18,16 mgl, 8,76 mgl,
dan 0,300 mgl.
4.1.2. Bahan Pemurnian
Bahan pemurnian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tiga jenis bahan adsorben bentonit, arang aktif, dan zeolit dan tiga jenis bahan pengkelat
asam sitrat, asam tartarat, dan EDTA. Keenam bahan pemurnian tersebut merupakan jenis bahan pemurnian yang mudah didapatkan dan banyak digunakan
untuk pemurnian minyak atsiri. Menurut Hernani dan Marwati 2006, adsorpsi menggunakan adsorben tertentu seperti zeolit, arang aktif, dan bentonit, sedangkan
untuk larutan senyawa pembentuk kompleks yang dipakai adalah asam sitrat dan asam tartarat Sait dan Satyaputra 1995. Konsentrasi yang digunakan untuk tiap-
tiap bahan pemurnian adalah sebanyak 2. Menurut Kusdiana dalam Rohayati
19
1997, minyak atsiri dapat dipucatkan dengan menggunakan 2 bubuk asam tartarat. Penggunaan konsentrasi tersebut untuk menentukan jenis dan konsentrasi
bahan pemucat yang akan digunakan pada penelitian utama dengan melihat nilai persen transmisi tertinggi. Minyak kayu putih hasil pemurnian diuji dengan
menggunakan alat Spektrofotometer pada panjang gelombang 540 nm. Semakin jernih minyak, maka nilai persen transmisi makin tinggi, karena cahaya yang dapat
melewati minyak tersebut semakin banyak. Minyak hasil pemurnian pada penelitian pendahuluan memiliki nilai persen
transmisi yang beragam. Pada proses adsorbsi, nilai kejernihan yang didapatkan yaitu bentonit 99,40, zeolit 98,35, dan arang aktif 97,50. Nilai kejernihan
berdasarkan penggunaan masing-masing bahan pemurnian pada proses pengkelatan adalah sebagai berikut asam sitrat 99,95, asam tartarat 98,85, dan EDTA
98,7. Jika dibandingkan dengan minyak kayu putih sebelum pemurnian yakni 81,30, terlihat adanya peningkatan nilai kejernihan. Dari hasil tersebut, terlihat
bahwa bentonit dan asam sitrat memiliki nilai paling tertinggi yang mewakili jenis bahan pemurnian pada proses adsorbsi atau proses pengkelatan.
Peningkatan kejernihan tersebut disebabkan adanya pengikatan logam, penyerapan air dan warna yang menyebabkan kekeruhan pada minyak dapat terserap.
Menurut Patterson 1992 bentonit memiliki sifat mudah menyerap air yang menyebabkan kekeruhan pada minyak dan menghasilkan minyak yang jernih. Selain
itu, bentonit dan asam sitrat juga dapat menyerap logam yang terdapat dalam minyak. Dengan berkurangnya logam dalam minyak, maka minyak menjadi lebih
jernih Rossi et al. 2003. Peningkatan kejernihan pada pengkelatan tersebut disebabkan karena asam sitrat mengikat logam yang terdapat dalam minyak,
membentuk kompleks logam-asam sitrat Muller et al., 1997. Nilai persen transmisi minyak hasil pemucatan dapat dilihat pada grafik di
bawah ini Gambar 3. Untuk memperoleh minyak yang lebih jernih, dilakukan pemucatan dengan kombinasi jenis dan jumlah bahan pemucat. Untuk penelitian
utama, digunakan konsentrasi 0 tanpa asam sitrat atau bentonit, 1, 2, dan 3 untuk masing-masing bahan pemurnian. Pemilihan konsentrasi ini didasarkan pada
hasil-hasil penelitian pemurnian minyak atsiri terdahulu yang telah dilakukan . Pemurnian minyak menggunakan bentonit 3 akan menghasilkan minyak dengan
kejernihan dan warna yang lebih baik Mulyono dan Marwati 2005. Di samping itu, pemurnian terhadap minyak akar wangi yang bermutu rendah berwarna kehitaman
dengan menggunakan bentonit 2 akan meningkatkan mutu minyak Rohayati 1997.
20
Gambar 3. Histogram Nilai Kejernihan masing-masing Bahan Pemurnian
4.2. Penelitian Utama