Bau dan Warna Sifat Fisikokimia berdasarkan SNI 2006

23 melalui penyaringan. Analisis keragaman dengan menggunakan SAS tidak dilakukan, karena analisis ion logam hanya dilakukan terhadap minyak kayu putih sebelum dipucatkan dan minyak kayu putih hasil pemurnian yang memiliki tingkat kejernihan transmitan paling tinggi. Minyak yang memiliki tingkat kejernihan paling tinggi yaitu minyak hasil pemurnian dengan menggunakan 1 asam sitrat. Minyak tersebut memiliki kandungan logam Cu, Fe, dan Mg masing-masing sebesar 0,015 mgl, 7,50 mgl, dan 0,220 mgl. Sedangkan minyak kayu putih yang belum dimurnikan mengandung kadar logam Cu 18,16 mgl, Fe 8,76 mgl, dan Mg 0,300 mgl. Logam-logam tersebut merupakan pengotor yang terdapat dalam minyak kayu putih. Menurut Djatmiko dan Ketaren dalam Herwanda 2011, logam Fe, Mg, dan Cu merupakan salah satu jenis kelompok komponen pengotor yang tidak larut dalam minyak atau lemak fat insoluble dan terdispersi dalam minyak. Logam dalam minyak nabati merupakan kontaminan dan jarang ditemukan. Logam-logam tersebut dapat berasal dari tanah atau peralatan pengolahan. Kontaminan yang berasal dari tanah adalah Fe dan Cu Hasibuan dan Nuryanto 2011. Terlihat bahwa terjadi penurunan kadar logam jika dibandingkan dengan minyak kayu putih sebelum dimurnikan, sehingga proses pemurnian ini efektif dilakukan. Penurunan logam Cu, Mg, dan Fe masing-masing sebesar 100, 36,37, dan 16,8 dibandingkan dengan kandungan logam pada minyak sebelum pemrunian. Hal ini dikarenakan adanya proses pengikatan logam oleh asam sitrat. Hal ini sesuai dengan Abrahamson et al. 1994 yang melaporkan bahwa asam sitrat terbukti merupakan senyawa pengkelat yang efektif terhadap logam Fe. Dispersi partikel asam sitrat akan lebih baik dan juga akan memperbaiki interaksi antara minyak dan asam sitrat sehingga jumlah Fe yang terkelat akan semakin besar. Marshall et al. 1999 menyatakan bahwa asam sitrat mampu melakukan penyerapan terhadap logam Cu dalam suatu cairan dan air limbah. Chen et al. 2003 menemukan bahwa dengan meningkatnya konsentrasi asam sitrat sebagai senyawa pengkelat, maka kompleks logam Pb dan Cd dengan asam sitrat yang terbentuk semakin banyak.

4.2.4. Sifat Fisikokimia berdasarkan SNI 2006

4.2.3.1. Bau dan Warna

Bau minyak setelah pemurnian tidak mengalami perubahan. Bau minyak kayu putih sebelum dan sesudah pemurnian telah sesuai persyaratan SNI 2006 yang telah ditetapkan. Hal ini karena bau kamfor mirip sineol dengan falvor yang agak menyengat burning flavor sehingga bau minyak akan tetap bertahan tanpa mengalami penghilangan bau. Di samping itu, penggunaan asam sitrat dan bentonit tidak berpengaruh nyata terhadap bau dari minyak kayu putih sebelum dan setelah pemurnian. Hal ini dikarenakan karena komposisi kimia penyebab bau pada minyak kayu putih tidak mengalami perubahan pada proses pemurnian dengan menggunakan asam sitrat dan bentonit. Bau minyak atsiri satu dengan yang lainnya berbeda-beda dan sangat tergantung dari macam dan intensitas bau dari masing-masing komponen penyusunnya Gunawan dan Mulyani 2004. Menurut Guenther 2006, hilangnya bau khas minyak atsiri mengindikasikan adanya perubahan-perubahan pada komposisi minyak atsiri asalnya yang sebanding dengan destruksi senyawa nitrogen akibat 24 penguapan. Kandungan senyawa kimia utama pada minyak kayu putih adalah kandungan sineol. Warna telah dijadikan sebagai indeks kualitas minyak selama bertahun-tahun Febriansyah R. Minyak kayu putih sebelum dipucatkan berwarna hijau bening. Warna ini disebabkan oleh adanya ikatan antara kandungan klorofil pada daun dan logam tembaga dari ketel penyulingan yang digunakan. Menurut Guenther 1990 warna hijau pada minyak kayu putih disebabkan oleh kandungan klorofil pada daun kayu putih dan ketel penyulingan yang terbuat dari tembaga Cu. Menurut Yagan 2007 adanya kandungan logam Fe, Cu, dan Ni dalam jumlah yang sedikit akan mempengaruhi kualitas minyak yakni bau, rasa, dan warna. Warna ini masih belum memenuhi Standar Nasional Indonesia SNI 06-3954-2006. Warna minyak kayu putih menurut SNI 2006 tersebut berwarna bening hingga kuning kehijauan. Berdasarkan hasil pengamatan Lampiran 4, warna minyak kayu putih setelah pemurnian mengalami perubahan. Penggunaan asam sitrat menghasilkan warna kuning kehijauan bening, sedangkan warna minyak setelah pemurnian berubah menjadi kuning keemasan setelah ditambahkan bentonit. Perubahan warna ini berkaitan dengan penyerapan warna, pengikatan logam, dan tingkat kejernihan. Berdasarkan niali kejernihan yang didapatkan, nilai kejernihan paling tertinggi dihasilkan pada penggunaan asam sitrat 1. Hal ini mengindikasikan bahwa penggunaan asam sitrat menghasilkan warna yang lebih jernih sehingga cahaya yang dilewati pada pengukuran transmisi dapat diteruskan dengan baik sehingga nilai transmitannnya meningkat. Asam sitrat tsangat efektif dalam mengikat dan menyerap logam dalam suatu cairan. Menurut Maria 2001, semakin tinggi konsentrasi adsorben yang digunakan, semakin banyak kotoran ion logam yang teradsorpsi sehingga cenderung menurunkan kadar Fe dalam minyak jarak pucat. Asam sitrat mengikat logam yang ada pada minyak sehingga minyak akan terlihat lebih jernih. Asam sitrat sangat efektif dalam, pengikatan logam pada suatu cairan. Hal ini menunjukkan bahwa daya adsorbsi bentonit sangat tinggi dalam penyerapan warna setelah diaktifkan terlebih dahulu.

4.2.3.2. Bobot Jenis