6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut
Menurut UU No. 26 tahun 2007, ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu
kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. Tata ruang didefinisikan sebagai wujud
struktur ruang dan pola ruang. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai
pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu
wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya. Untuk memberikan manfaat yang luas dan
berkelanjutan terhadap suatu ruang atau wilayah diperlukan perencanaan terhadap penataan ruang, yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara.
Perencanaan tata ruang sendiri lebih terfokus pada pemanfaatan ruang daratan itu sendiri, karena di wilayah inilah tempat manusia dan makhluk hidup lainnya
berinteraksi menjaga keseimbangan ekosistem. Artinya perencanaan tata ruang tidak dapat dipisahkan dari usaha-usaha menjaga kelestarian lingkungan,
keseimbangan ekosistem dan bermuara pada tercapainya kenyamanan hidup bagi segenap penghuninya BKTRN 2004.
Ruang laut memungkinkan adanya lebih dari satu pemanfaatan dalam ruang yang sama. Permukaan laut dapat dimanfaatkan sebagai jalur pelayaran,
sedangkan ruang kolom air dapat dimanfaatkan sebagai lokasi penangkapan ikan, lokasi selam wisata bahari atau wilayah konservasi dan ruang dipermukaan dasar
laut dapat dipergunakan untuk meletakkan kabel ataupun pipa bawah laut. Disamping itu, tanah di bawah dasar laut dapat dimanfaatkan sebagai lokasi
pertambangan Rais et al. 2004. Adanya berbagai kepentingan dalam pemanfaatan ruang laut sering
menimbulkan konflik pemanfaatan ruang di laut. Hal ini terjadi karena laut belum ditata secara baik sebagaimana tercermin pada kebijakan terkait dengan
7 pengelolaan laut yang berkembang selama ini. Pengelolaan laut secara sektoral
masih belum serasi, karena didasarkan pada kepentingan masing-masing Rais et al. 2004.
Konflik tata ruang pada umumnya merupakan konflik antara kepentingan konservasi dan pembangunan ekonomi di beberapa kawasan pesisir, terutama
yang padat penduduk dan tinggi intensitas pembangunannya. Konflik-konflik ini banyak terjadi antara lain di Pantai Timur Aceh, Sumatera Utara Sumut, Riau,
Pantai Utara Pantura Jawa, Bali, Bontang, Ujung Pandang, dan Muara Sungai Aijkwa pesisir sebelah selatan Irian. Eksploitasi sumberdaya pesisir di daerah
tersebut sudah mencapai tingkat yang dapat mengancam kapasitas keberlanjutan sustainable capacity dari ekosistem pesisir untuk mendukung pembangunan
ekonomi selanjutnya Maskun 1996. Pada sisi lain, luasnya sumberdaya pesisir dan lautan menimbulkan
permasalahan, berupa ketidakterpaduan pemanfaatan ruang di wilayah pesisir. Pada skala tertentu hal ini dapat menyebabkan atau memicu konflik antar
kepentingan sektor, swasta dan masyarakat. Kegiatan yang tidak terpadu itu selain kurang bersinergi juga sering saling mengganggu dan merugikan antar
kepentingan, seperti kegiatan industri yang polutif dengan kegiatan budidaya perikanan yang berdampingan Rais et al. 2004.
Keputusan terhadap konflik kepentingan dalam kegiatan pemanfaatan ruang yang terjadi antara para pelaku pembangunan dapat diselesaikan melalui
pendekatan musyawarah dan media partisipatif lainnya Maskun 1996.
2.2. Batasan Wilayah Pesisir