Mata Pencaharian Kondisi Sosial, Ekonomi, dan Budaya Masyarakat .1 Umur

55 Gambar 12 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan responden tergolong cukup baik, dimana jumlah responden terbanyak adalah masyarakat yang berpendidikan SLTA. Hal ini menunjukan bahwa secara umum tingkat pendidikan masyarakat di Kecamatan Semau masih tergolong rendah. Kelompok tingkat pendidikan tersebut yang banyak berinteraksi langsung dengan lingkungan. Faktor ekonomi dan biaya pendidikan yang tinggi menjadi kendala bagi masyarakat untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Partisipasi masyarakat dalam mengembangkan ekowisata melalui sumberdaya terumbu karang sangat ditentukan oleh tingkat pendidikan. Rendahnya tingkat pendidikan menyebabkan pola berpikir dan tindakan masyarakat dalam pemanfaatan sumberdaya yang ada menjadi terbatas. Hal tersebut dapat menjadi kendala dalam pengembangan ekowisata yang berkelanjutan. Oleh karena itu diharapkan perlu adanya pendidikan atau pelatihan bagi masyarakat secara intensif sebelum kegiatan ekowisata tersebut dilaksanakan. Pendidikan atau pelatihan dimaksud diharapkan dapat membantu pemanfaatan sumberdaya terumbu karang yang di perairan Kecamatan Semau lebih efektif karena didukung oleh sumberdaya manusia yang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai dan lebih terlatih. Menurut Boyd dan Butler 1996, dalam kegiatan ekowisata sangat membutuhkan sumberdaya manusia yang memahami tentang kelestarian alam sehingga setiap aktivitasnya dapat membantu mengawasi dan melindungi alam dari kerusakan yang diakibatkan oleh wisatawan.

4.7.3 Mata Pencaharian

Secara umum mata pencaharian suatu wilayah sangat tergantung pada sumberdaya yang ada. Masyarakat di Kecamatan Semau sebagian besar bermata pencaharian sebagai pertanian dan nelayan Tabel 16. Selain padi dan tanaman palawija, sektor pertanian yang paling banyak diusahakan adalah berkebun untuk penanaman sayur mayur dan buah-buahan. Nelayan yang bekerja di sektor perikanan hanya merupakan pekerjaan sampingan karena pada saat kegiatan di sektor pertanian berkurang maka masyarakat tersebut mengalihkan mata pencariannya ke sektor perikanan. 56 Kegiatan perikanan yang lebih diminati adalah budidaya rumput laut karena berdasarkan hasil wawancara ternyata hasil produksinya mendatangkan keuntungan yang besar mencapai lebih dari Rp. 2.000.000,- per bulan. Mata pencaharian penduduk Desa Letbaun semuanya adalah sebagai pembudidaya rumput laut. Produksi hasil perikanan juga diperoleh dari hasil tangkapan ikan seperti tuna, cumi dan ikan karang sebagai komoditi unggulan. Umumnya alat tangkap yang digunakan nelayan masih sangat sederhana, dimana jukung dan perahu kecil terlihat mendominasi Lampiran 5. Gambar 13 Persentase mata pencaharian responden. Gambar 13 menunjukkan bahwa mata pencaharian responden dalam penelitian ini cukup bervariasi tapi lebih banyak berorientasi di wilayah pesisir. Mata pencaharian tersebut sangat menentukan tingkat partisipasi masyarakat di dalam pengelolaan sumberdaya yang ada. Masyarakat nelayan pada umumnya mau terlibat secara aktif dalam melestarikan ekosistem terumbu karang jika mereka punya interaksi langsung dengan sumberdaya tersebut, demikian pula dalam kegiatan kepariwisataan seperti pengembangan ekowisata bahari. Masyarakat yang bergerak di sektor lain dan wilayah kegiatannya tidak berada di sekitar wilayah pesisir akan sulit terlibat karena tidak punya kepentingan secara langsung. Pemerintah daerah setempat dan LSM sedang berupaya memberikan bantuan investasi dalam rangka percepatan pembangunan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut dilakukan dengan konsep pembangunan 50 28 14 8 - 20 40 60 Petani Nelayan PNS Swastajasa Responden M at a p en ca h ar ia n 57 ekonomi kerakyatan dengan memberikan modal usaha dan dana simpan pinjam. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kupang sejak tahun 2007 memberikan modal usaha bagi setiap kelompok masyarakat melalui kegiatan dana Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir PEMP secara bergulir sebesar Rp. 15.000.000,- per kelompok. Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Kabupaten Kupang sejak tahun 2006 memberikan bantuan melalui dana simpan pinjam sebesar Rp. 25.000.000,- per desa. Kegiatan perguliran bantuan modal dan simpan pinjam tersebut masih berjalan baik walaupun ada beberapa kelompok yang tidak melakukan pengembalian pinjaman sesuai aturan yang berlaku. Hal tersebut diakibatkan karena kurangnya pemahaman masyarakat setempat tentang manajemen pengelolaan keuangan yang baik dan adanya kesulitan dalam pemasaran hasil panen. Selain di sektor pertanian, lapangan usaha yang cukup dominan adalah jasa transportasi angkutan laut perahu antar pulau dan ojek.

4.7.4 Pendapatan