Strategi Pengembangan Kawasan Wisata Bahari yang Berkelanjutan

60

4.9 Strategi Pengembangan Kawasan Wisata Bahari yang Berkelanjutan

Pengembangan kawasan ekowisata bahari di perairan Kecamatan Semau yang berkelanjutan memerlukan arahan dan dukungan yang dijabarkan ke dalam bentuk kebijakan. Penentuan kebijakan pengembangan ini dilakukan dengan menggunakan analisis SWOT Strength, Weakness, Opportunity, Threat. Analisis SWOT secara prinsip akan memberikan arahan, dukungan, dan kebijakan yang baik melalui hubungan yang sinergi antara faktor internal dan eksternal bagi institusi yang berwewenang mengelola atau pemerintah Holden 2000. Masyarakat yang menjadi responden analisis SWOT adalah masyarakat Kecamatan Semau dan sekitarnya. Jumlah responden sebanyak 50 orang yang terdiri dari 11 orang perempuan dan 39 orang laki-laki. Secara keseluruhan, responden sebagaian besar berasal dari berbagai kalangan maupun profesi. Analisis SWOT perlu dilakukan sebelum pengembangan sumberdaya ekosistem terumbu karang untuk ekowisata bahari di perairan Kecamatan Semau agar tidak menimbulkan dampak yang negatif bagi pihak yang terlibat. Hal tersebut merupakan rumusan hasil diskusi dengan pejabat dan staf dari Dinas Kelautan dan Perikanan; Dinas Pariwisata dan Seni Budaya, Badan Perencana Pembangunan Daerah, Dinas Perhubungan, Badan Pusat Statistik, Badan Lingkungan Hidup Daerah, Kantor Camat Semau, aparatur desa, tokoh masyarakat, dan masyarakat setempat. Menurut Fandeli 1995 dalam usaha ekowisata di suatu tempat perlu dilakukan analisis SWOT terlebih dahulu. Masing-masing faktor internal dan ekstern dilakukan pembobotan seperti pada Lampiran 16 dan 17. Hasil analisis dimaksud disajikan pada Tabel 32 dan 33. Berdasarkan Tabel 32 dan 33 disimpulkan bahwa faktor internal dan eksternal berada pada kondisi yang kuat karena total skor masing-masing faktor diatas 2,5. Analisis ini dilanjutkan dengan penyusunan matriks SWOT untuk memadukan antara faktor internal dan eksternal guna mendapatkan strategi Lampiran 18. Kemudian strategi-strategi tersebut diurutkan menurut rangking berdasarkan jumlah skor unsur penyusunnya Tabel 34. Penyusunan rangking strategi-strategi Analsis SWOT tersebut menghasilkan strategi prioritas seperti yang tersaji pada Tabel 35. 61 Tabel 32 Matriks internal factor evaluation IFE. Kode Uraian internal Bobot Rating Skor S Kekuatan Strength S1 1. Potensi ekosistem terumbu karang yang cukup baik 0.10 4 0.39 S2 2. Sumberdaya terumbu karang sesuai untuk kegiatan ekowisata bahari 0.11 4 0.46 S3 3. Nilai visual ekosistem terumbu karang cukup tinggi 0.09 4 0.36 S4 4. Dukungan masyarakat dan pemerintah cukup tinggi 0.16 4 0.62 W Kelemahan Weakness W1 1. Pemanfaatan potensi wisata bahari yang tidak optimal 0.09 1 0.09 W2 2. Belum adanya zonasi pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut yang tepat 0.18 1 0.18 W3 3. Penegakan hukum di bidang lingkungan yang tidak adil 0.16 1 0.16 W4 4. Sarana dan prasarana pengawasan yang kurang memadai 0.11 1 0.11 Total 1.00 2.38 Tabel 33 Matriks eksternal factor evaluation EFE. Kode Uraian eksternal Bobot Rating Skor O Peluang Oppurtunity O1 1. Pemulihan ekosistem terumbu karang 0.14 4 0.56 O2 2. Adanya kepedulian pemerintah dan LSM terhadap upaya pelestarian sumberdaya terumbu karang 0.15 4 0.60 O3 3. Peningkatan laju pertumbuhan ekonomi masyarakat dan pemerintah setempat 0.14 4 0.56 O4 4. Matapencaharian alternatif bagi masyarakat di bidang pariwisata 0.15 4 0.60 T Ancaman Treaths T1 1. Destructive fishing 0.22 1 0.22 T2 2. Pencemaran 0.20 2 0.40 Total 1.00 2.94 62 Tabel 34 Penyusunan rangking strategi untuk analisis SWOT. Unsur Kekuatan S Kelemahan W Peluang O Strategi SO Strategi WO 1. S1, S2, S3, S4, P1, P2, P3, P4 W1, W3, W2, W4, P1, P2, P3, P4 2. S1, S2, S4, P1, P2, P3, P4 Ancaman T Strategi ST Strategi WT S1, S2, S3, S4, T1, T2 1. W1, W2, W3, W4, TI 2. W1, W2, W3, W4, T1, T2 3. W2, W3, W4, T1, T2 Tabel 35 Strategi-strategi prioritas dalam upaya pengembangan ekowisata bahari di perairan Kecamatan Semau. Strategi Unsur SWOT Keterkaitan Skor Rangking Strategi 1 Pelaksanaan kegiatan ekowisata bahari khususnya wisata selam dan snorkeling secara lestari dan peningkatan ekonomi masyarakat melalui mata pencaharian alternatif. S1, S2, S3, S4, P1, P2, P3, P4 4.24 1 Strategi 2 Pelatihan secara khusus bagi masyarakat yang terlibat dalam kegiatan ekowisata bahari khususnya wisata selam dan snorkeling. S1, S2, S4, P1, P2, P3, P4 3.88 2 Strategi 3 Legalitas tata ruang pesisir dan laut yang bisa memudahkan penetapan zonasi khususnya bagi kegiatan ekowisata bahari khususnya wisata selam dan snorkeling. W1, W3, W2, W4, P1, P2, P3, P4 2.94 3 Strategi 4 Penyadaran masyarakat tentang dampak dari destructive fishing dan pencemaran terhadap sumberdaya terumbu karang. S1, S2, S3, S4, T1, T2 2.44 4 Strategi 5 Penegakan hukum yang adil, pengakuan atas kearifan lokal dan peningkatan kinerja POKMASWAS. W1, W2, W3, W4, T1, T2 1.14 5 Strategi 6 Pelaksanaan monitoring dan evaluasi secara rutin. W2, W3, W4, T1, T2 1.05 6 Strategi 7 Peningkatan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana pengawasan yang mampu mengontrol destructive fishing. W1, W2, W3, W4, TI 0.74 7 Hasil perangkingan pada Tabel 35 menunjukan bahwa terdapat 7 strategi prioritas yang p erlu dilaku kan untu k pengembangan ekowisata bahari khususnya wisata selam dan snorkeling di perairan Kecamatan Semau. Rangking tersebut menjadi urutan prioritas dalam pelaksanaan strategi. Perangkingan strategi-strategi tersebut diharapkan merupakan suatu keputusan yang didesain dan sepakati bersama antara masyarakat dan pemerintah. Keputusan tersebut 63 perlu diterjemahkan ke dalam keputusan teknis yang legal guna merealisasikan strategi tersebut dalam jangka menengah dan panjang. Pengembangan strategi ekowisata bahari untuk selam dan snorkeling diarahkan berdasarkan potensi biofisik kawasan berupa kondisi ekosistem terumbu karang, keindahan panorama bawah laut, adanya terumbu karang serta biota laut lainnya. Potensi pariwisata bahari di Perairan Kecamatan Semau ini harus dikelola secara seimbang, antara tujuan ekonomis dan ekologis yang menjamin keberlanjutan kegiatan ekowisata sehingga mampu meningkatkan pendapatan masyarakat sekitarnya yang masih sangat rendah karena sebagian besar mata pencahariannya sebagai petani. Peningkatan pendapatan masyarakat dimaksud menjadi mata pencaharian alternatif karena bisa memasarkan hasil pekerjaan mereka ke wisatawan. Masyarakat dapat menyewa rumah mereka sebagai tempat tinggal, menjual hasil ketrampilan atau seni, dan sebagai guide. Menurut Grünewald 2002 kegiatan tourisme sangat mendukung keberlangsungan ekonomi masyarakat setempat karena bisa menjadi mata pencaharian alternatif. Peningkatan laju perekonomian masyarakat dan pemerintah setempat melalui aktifitas pariwisata berdampak positif terhadap upaya pengembangan ekowisata bahari di perairan Kecamatan Semau. Kegiatan ekowisata dimaksud bisa melibatkan masyarakat sebagai pemandu, dive guide, penyediaan tempat penginapan, penjualan produk lokal, dan pekerjaan lainnya. Hal tersebut perlu diperhatikan pelaksanaannya karena tingkat pendidikan masyarakat yang ada di Kecamatan Semau masih rendah. Oleh karena itu, masyarakat yang aktif dalam kegiatan ekowisata bahari perlu dilatih sehingga mampu memberikan pelayanan yang optimal bagi wisatawan. Menurut Ross dan Wall 1999, dalam pengelolaan ekowisata perlu adanya keseimbangan antara konservasi, pembangunan, ilmu pengetahuan, dan promosi karena mempunyai hubungan yang sinergi antara areal alami, masyarakat lokal, sumberdaya manusia yang mengelola, dan wisatawan. Hubungan dimaksud dapat membantu keberlangsungan kegiatan ekowisata di suatu wilayah karena dapat mengawasi wisatawan dari tindakan yang dapat merusak sumberdaya alam yang ada. Penzonasian kawasan yang sesuai untuk aktivitas wisata selam dan snorkeling perlu dilakukan untuk penataan kawasan yang lebih baik. Hal 64 tersebut perlu dilakukan di perairan Kecamatan Semau untuk menghindari konflik kepentingan dan melindungi sumberdaya pesisir dan laut dari kegiatan yang tidak ramah lingkungan dan over eksploitasi atau berlebihan. Wilayah perairan Kecamatan Semau sebagiannya merupakan lokasi budidaya rumput laut dan mutiara, penangkapan ikan dan jalur pelayaran. Menurut Christine 2008, kegiatan ekotourisme hutan mangrove di Pulau Martinique-Karibia ternyata mengakibatkan kerusakan mencapai 62 karena terjadinya tumpang tindih penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan peruntukannya. Sebagian besar wilayah pantai yakni 85 digunakan untuk pembangunan hotel sehingga terjadi erosi dan kematian mangrove akibat sampah dari kegiatan ekowisata tersebut. Penyadaran masyarakat tentang dampak kegiatan di bidang perikanan pun perlu dilakukan agar sumberdaya alam yang ada tetap lestari sehingga menjamin keberlangsungan kegiatan dimaksud. Hal tersebut perlu dilakukan di wilayah Kecamatan Semau bagi masyarakat yang hidup di sekitar wilayah pesisir karena pemahaman masyarakat tentang manfaat ekosistem terumbu karang dan dampak dari kegiatan perikanan yang tidak ramah lingkungan sangat rendah. Penyadaran dimaksud, dilakukan untuk menginformasikan tentang dampak tindakan destructive fishing dan pencemaran yang sangat mempengaruhi keberadaan ekosistem terumbu karang yang menjadi obyek kegiatan ekosistem bahari. Upaya penyadaran tersebut dapat dilakukan melalui penyuluhan dan media masa yang memerlukan kerja sama antar pemerintah, tokoh agama dan tokoh masyarakat sehingga tingkat pemahaman masyarakat tersebut lebih efektif. Menurut Gurung dan Seeland 2008, sesuai hasil penelitiannya di Bhutan tentang manfaat kegiatan ekotourisme terhadap kehidupan masyarakat masyarakat lokal ternyata sangat berhubungan dengan pemahaman masyarakat terhadap manfaat sumberdaya alam dan dampak dari kegiatan manusia yang ada di sekitarnya. Masyarakat yang telah memahami hal dimaksud bahkan membantu dalam hal promosi dan pengawasan. Pemberdayaan masyarakat setempat dengan melibatan mereka dalam pengelolaan, pengawasan dan pemanfaatan sumberdaya terumbu karang yang ada perlu dilakukan. Hal tersebut dimaksudkan agar masyarakat merasakan adanya tanggung jawab bersama dalam melestarikan sumber daya yang ada di sekitar lingkungan mereka. Peningkatan peran POKMASWAS merupakan bentuk 65 partisipasi aktif masyarakat dan pengakuan atas kearifan lokal yang ada. Pengawasan tersebut telah didukung oleh pemerintah dengan kehadiran Direktorat Kepolisian Perairan Polair dari Kepolisian Daerah NTT sejak tahun 2000. Pengawasan Polair dilengkapi dengan 3 buah kapal pengawasan dan personilnya dilengkapi dengan senjata namun belum berfungsi secara optimal karena kurangnya biaya operasional. Pernyataan tersebut sesuai dengan Moore 2004 yang menyatakan bahwa kegiatan ekowisata berlangsung secara berkelanjutan jika kegiatan pengawasannya dilaksanakan secara rutin yang dilengkapi oleh sarana dan prasarana serta dana yang memadai. Pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut khususnya terumbu karang oleh masyarakat jarang memperhatikan aspek kelestarian lingkungan sekitarnya. Hal tersebut diduga akibat terbatasnya pengetahuan masyarakat tentang fungsi dan manfaat terumbu karang serta kurangnya kesadaran masyarakat terhadap hukum yang berlaku akibat penegakan hukum yang tidak adil. Akibat dari pola pemanfaatannya yang kurang bijaksana ini akan membawa dampak negatif terhadap terumbu karang dan biota-biota penghuninya baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara umum masyarakat Kecamatan Semau mengharapkan agar pelaku tindak pidana di bidang perikanan perlu ditindak secara tegas sesuai aturan yang berlaku sehingga menimbulkan efek jera. Perlu diperhatikan bahwa dalam mengelola suatu sumberdaya dibutuhkan monitoring dan evaluasi secara rutin dan berkala sehingga pemanfatannya tidak melebihi kapasitas dan menimbulkan dampak yang merugikan salah satu pihak. Upaya pengembangan ekowisata bahari di perairan Kecamatan Semau kedepan sangat memerlukan monitoring dan evaluasi secara rutin dan berkala yang dilakukan antara pihak pemerintah, pengelola pariwisata bahari, dan masyarakat setempat. Pernyataan tersebut sesuai dengan Moberg dan Folke 1999 serta de Vantier dan Turak 2004 yang menyatakan kerusakan yang terjadi dalam ekosistem terumbu karang lebih banyak diakibatkan oleh aktifitas manusia yang bekerja secara rutin di sekitar ekosistem tersebut sehingga perlu dilakukan monitoring dan evaluasi secara berkala dan rutin. 66 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa: 1. Sumberdaya terumbu karang di Perairan Kecamatan Semau layak dikembangkan untuk 2 jenis ekowisata bahari yaitu: - Wisata selam di perairan Pulau Kambing dan Tanjung Uikalui dengan kategori sesuai. - Wisata snorkeling di perairan Uiasa dan Otan dengan kategori sesuai. 2. Nilai visual pemandangan dan biota-biota dari sumberdaya terumbu karang di perairan Kecamatan Semau cukup tinggi sehingga dapat dijadikan sebagai obyek yang dukung pengembangan ekowisata bahari. 3. Sebagian besar masyarakat dan pemerintah setempat sangat mendukung agar sumberdaya terumbu karang yang ada perairan Kecamatan Semau dikembangkan sebagai lokasi ekowisata bahari. 4. Strategi yang menjadi prioritas dalam upaya pengembangan ekowisata bahari yang berkelanjutan di perairan Kecamatan Semau adalah: - Pelaksanaan kegiatan ekowisata bahari khususnya wisata selam dan snorkeling secara lestari dan peningkatan ekonomi masyarakat melalui mata pencaharian alternatif. - Pelatihan secara khusus bagi masyarakat yang terlibat dalam kegiatan ekowisata bahari khususnya wisata selam dan snorkeling - Penyadaran masyarat tentang dampak dari destructive fishing dan pencemaran terhadap sumberdaya terumbu karang - Penegakan hukum yang adil, pengakuan atas kearifan lokal dan peningkatan kinerja Kelompok Masyarakat Pengawas POKMASWAS.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, disarankan agar perlu adanya kajian lebih lanjut tentang daya dukung lingkungan terhadap pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut yang ada di perairan Kecamatan Semau khususnya untuk kegiatan ekowisata bahari.