Kondisi Lingkungan Perairan Rencana Zonasi Pengembangan Kawasan Wisata Selam dan Snorkeling

35 diwakili 10 orang dari tiap Kelompok Masyarakat Pengawas POKMASWAS berkumpul di pinggir pantai Hansisi. Kemudian dilakukan sumpah yang dipimpin oleh pendeta dan imam sehingga setiap orang yang melakukan tindak pidana di laut akan mendapatkan kutukan atau hukuman langsung dari TUHAN. 5. Kegiatan pemancingan sering dilaksanakan di perairan Pulau Kambing. 6. Telah terbentuk POKMASWAS di 8 desa yaitu: Bokonusan, Otan, Uitao, Huilelot, Uiasa, Hansisi, Batuinan, dan Letbaun sejak tahun 2000. 7. Lokasi penangkapan cumi terdapat di Perairan Bokonusan dan Otan yang dilakukan dari bulan April–Agustus. Biasanya pada bulan purnama terjadi peningkatan jumlah penangkapan secara drastis selama ± 4 hari. 8. Telah terbentuk 5 kelompok penangkap cumi di Desa Batuinan. 9. Adanya bantuan dari FAO Food and Agricuture Organization bagi nelayan di Desa Huilelot, Otan, Batuinan, dan Letbaun untuk pembibitan, pelatihan budidaya, dan penyediaan rak para-para untuk penjemuran rumput laut. Berdasarkan informasi tersebut disimpulkan bahwa sebagian masyarakat di Kecamatan Semau melaksanakan kegiatannya di wilayah pesisir dan laut dengan tingkat kesadaran yang cukup tinggi untuk melakukan kegiatan perikanan yang ramah lingkungan. Pendapat sebagian besar tokoh masyarakat dan tokoh agama yang telah diwawancarai menyatakan bahwa pada umumnya nelayan yang sering melakukan kegiatan penangkapan dan biota laut lainnya dengan menggunakan bom dan potassium destructive fishing adalah nelayan yang berasal dari luar Kecamatan Semau.

4.2 Kondisi Lingkungan Perairan

Parameter kondisi perairan di 6 lokasi penelitian yang mencakup perairan Pulau Kambing A1, Hansisi A2, Tanjung Uikaluit A3, Uiasa A4 dan A5, dan Otan A6 pada bulan Mei tahun 2010, umumnya merata dan tidak ada perbedaan mencolok karena semua stasiun pengamatan masih dalam satu kawasan Tabel 17. 36 Tabel 17 Parameter kualitas air di lokasi penelitian. No. Parameter kualitas air Stasiun A1 A2 A3 A4 A5 A6 1. Suhu C 28 28 29 28 29 29 2. Salinitas ‰ 32.5 32.5 32.3 32.5 32.3 32.3 3. Kecepatan arus cmdetik 16 14 25 27 29 47 4. Kecerahan 100 80 100 100 100 100 5. Kedalaman perairan m 8 7 7 5 5 5 Berdasarkan nilai dari setiap parameter yang diukur selama penelitian menunjukkan bahwa kondisi perairan di lokasi penelitian masih tergolong normal untuk kehidupan biota laut khususnya karang dan ternyata sangat mendukung bagi wisatawan yang ingin melakukan aktifitas ekowisata bahari khususnya wisata selam dan snorkeling. Menurut Nybakken 1992 kisaran suhu untuk pertumbuhan karang antara 20-30 C. Organisme karang dan organisme laut lainnya hidup dengan baik pada salinitas 32-35 00 Thamrin 2006 dan Wolff 2009. Perlu adanya kecepatan arus yang relatif tenang agar karang mampu hidup dengan baik karena semakin kuat kecepatan arus, maka akan mengganggu penempelan planula sebagai juvenil koral dan ketersediaan nutrient Birkeland 1997. Menurut Nybakken 1997 pertumbuhan terumbu karang tidak baik pada kecerahan di bawah 20. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 51 2004 menetapkan bahwa baku mutu air laut khususnya kecerahan adalah 3 m untuk perikanan, 5 m untuk koral, dan 6 m untuk pariwisata. Menurut Wolff 2009 pertumbuhan terumbu karang baik berada pada kedalaman perairan antara 3-10 m.

4.3 Kondisi dan Potensi Sumberdaya Alam

Suatu daerah yang direncanakan pengembangannya untuk menjadi kawasan ekowisata perlu didukung oleh potensi sumberdaya alam sebagai daya tarik bagi wisatawan. Perairan Kecamatan Semau ternyata memiliki daya tarik tersendiri antara lain memiliki pemandangan alam pantai yang masih alami, keberagaman ekosistem terumbu karang, ikan dan biota lainnya yang terdapat di sekeliling perairannya. Kondisi inilah yang menjadi unsur supply dalam pengembangan ekowisata di perairan Kecamatan Semau. 37

4.3.1 Kondisi Terumbu Karang

Terumbu karang merupakan ekosistem yang sangat kompleks dan produktif dengan keanekaragaman jenis biota yang sangat tinggi. Berdasarkan pengamatan terhadap kondisi ekosistem terumbu karang di perairan Kecamatan Semau dengan metode transect kuadrat, tipe terumbu pada kawasan ini merupakan tipe terumbu tepi fringing reef yang berada dekat dan sejajar dengan garis pantai. Berdasarkan Tabel 18 diketahui bahwa karang di lokasi penelitian tersebar di sepanjang pantai Kecamatan Semau bagian timur, barat, selatan dan utara. Lebar hamparan karang berdasarkan lokasi pengamatan disajikan pada Tabel 18. Tabel 18 Lebar hamparan karang di lokasi penelitian. Nama stasiun Lebar hamparan meter A1 133.70 A2 134.78 A3 118.63 A4 232.02 A5 252.16 A6 158.46 Secara umum persentase kondisi terumbu karang di bagian timur dari perairan Kecamatan Semau tergolong baik jika dibandingkan dengan bagian barat, selatan dan utara. Persentase penutupan lifeform di tiap stasiun pengamatan disajikan pada Gambar 4. Gambar 4 Persentase penutupan lifeform di perairan Kecamatan Semau. 26 8 29 29 43 25 34 14 13 16 16 19 12 37 18 28 13 10 3 2 8 1 3 3 25 40 33 25 24 43 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 A1 A2 A3 A4 A5 A6 T u tu p an k ar an g d an b io ta la in n y a Stasiun Abiotic Alga Biota lain Dead coral Hard coral 38 Berdasarkan penilaian kategori penutupan karang menurut Gomes dan Yap 1988 maka kondisi karang di stasiun A1, A3, A4, A5 dan A6 termasuk kategori sedang, sedangkan stasiun A2 termasuk kategori buruk. Hal tersebut disebabkan karena posisi perairan Kecamatan Semau khususnya bagian utara dan timur terbuka sehingga pada saat musim timur terjadi gelombang yang sangat besar yang mempengaruhi ekosistem terumbu karang. Selain itu, hal tersebut diakibatkan karena rendahnya kesadaran masyarakat dalam melakukan penangkapan ikan dengan menggunakan potassium dan bom destructive fishing sehingga sebagian besar lokasi penelitian ditemukan persentase patahan karang atau rubble akibat bom yang cukup tinggi. Stasiun A2 yang memiliki persentase tutupan karang hidup rendah 8 diduga karena lokasi tersebut sering dijadikan sebagai tempat berlabuh sementara kapal barang yang menunggu giliran bongkar muat barang di Pelabuhan Tenau, jalur transportasi laut yang cukup ramai, tempat mencari ikan oleh masyarakat sekitarnya pada saat surut atau dikenal dengan istilah makan meting dalam bahasa Kupang, dan tempat berlindung bagi kapal pada saat badai. Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Ninef et al. 2002 bahwa persentase kondisi terumbu karang di sebagian besar kawasan Teluk Kupang, termasuk di Perairan Semau sangat memprihatinkan karena 71 kondisinya dalam keadaan rusak berat. Kerusakan ini terutama disebabkan oleh pemboman ikan, sedimentasi, jangkar perahu, penambangan karang, dan penangkapan ikan dengan alat-alat tangkap yang destruktif sehingga secara ekologis sumberdaya laut dan pesisir mendapat tekanan sebagai akibat dari pemanfaatannya yang kurang memperhatikan kelestarian lingkungan. Hasil penelitian Risamasu 2006 menemukan bahwa telah terjadi kerusakan yang sangat parah pada terumbu karang di perairan Pulau Semau di kedalaman 5-10 m. Kerusakan tersebut ditandai dengan banyaknya terumbu karang yang hancur terutama Acropora branching, Acropora massive, dan Acropora tabulate. Karang keras yang ditemukan di lokasi penelitian terdiri dari acropora dan non-acropora . Karang jenis non-acropora memiliki rerata tutupan tertinggi dibandingkan dengan acropora Tabel 19. Komposisi hard coral pada masing- masing stasiun pengamatan disajikan pada Lampiran 6. 39 Tabel 19 Jenis lifeform hard coral pada masing-masing lokasi penelitian. No. Stasiun A1 A2 A3 A4 A5 A6 1. ACB CB ACB ACB ACB ACB 2. ACE CF ACE ACE ACS ACS 3. ACS CM ACD ACS ACT ACD 4. ACD CS ACT ACT CB ACT 5. CB CMR CB CB CE CB 6. CE - CE CE CM CE 7. CF - CF CF CS CF 8. CM - CM CM CMR CM 9. CMR - CS CS - CS 10. - - CMR CMR - CMR 11. - - - CME - CHL Jumlah 9 5 10 11 8 11 Berdasarkan Tabel 19 menunjukkan bahwa ekosistem terumbu karang yang ada di perairan Kecamatan Semau layak dijadikan sebagai lokasi ekowisata bahari. Beragamnya jumlah lifeform karang di lokasi penelitian menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk menikmati sumberdaya terumbu karang yang ada di perairan Kecamatan Semau. Menurut Griffiths dan Southey 1994 kegiatan wisata bahari sangat tergantung pada kondisi lingkungan pesisir, kenyamanan, keindahan dan keunikan lingkungan pantai serta keberagaman biota yang ada di dalamnya.

4.3.2 Ikan Karang

Sale 1980 menyatakan bahwa struktur fisik dari karang batu Scleractinia dapat berfungsi sebagai habitat dan tempat berlindung bagi biota karang lainnya. Ikan dan biota laut lainnya yang selalu berasosiasi dengan terumbu karang menjadikannya sebagai tempat berlindung, berkembang biak, dan mencari makan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa stasiun yang memiliki terumbu karang dengan kondisi yang baik cenderung terdapat ikan karang dengan jumlah dan jenis yang banyak dan beragam. Hal ini terlihat dengan jelas di stasiun A1, A3, A4, A5, dan A6. Jenis ikan karang yang dominan terlihat adalah ikan hias berwarna-warni dengan berbagai ukuran dan bentuk yang beranekaragam serta selalu bergerombol membentuk schooling fish. Jenis-jenis ikan karang yang ditemukan pada tiap stasiun penelitian dapat dilihat pada Lampiran 7. 40 Jenis ikan yang ditemukan adalah 187 spesies dari 53 suku dan 25 famili. Spesies ikan yang paling banyak di stasiun A2 yaitu 83 spesies sedangkan yang paling sedikit di stasiun A2 yaitu 40 spesies. Hal ini sangat mendukung adanya kegiatan wisata bahari karena wisatawan sangat menyukai wilayah perairan yang memiliki jenis ikan yang banyak . Menurut hasil penelitian Buckley 2004 menunjukan bahwa sebagian besar wisatawan yang melakukan kegiatan ekowisata bahari di National Park Australia menyukai ekosistem terumbu karang yang memiliki jenis ikan yang beragam dan bentuk tubuhnya yang unik. Kelimpahan individu ikan di masing-masing stasiun penelitian berdasarkan kelompok utama disajikan pada Lampiran 7. Individu ikan yang ditemukan sebanyak 1.363 individu dengan rerata kelimpahan 1.514 individuha. Kehadiran ikan mayor merupakan kelompok ikan dengan kelimpahan individu tertinggi disusul dengan kelompok ikan target dan ikan indikator. Ketiga kelompok ikan tersebut masing-masing memiliki nilai perbandingan 12:4:1 artinya dari jumlah 17 individu ikan, kemungkinan ikan mayor ditemukan sebanyak 12 ekor, ikan target sebanyak 4 ekor, dan 1 ekor ikan indikator. Kelimpahan individu ikan berdasarkan kelompok utama dari masing-masing stasiun dapat dilihat pada Gambar 5. Berdasarkan Gambar 5 menunjukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kelimpahan individu ikan dengan kondisi tutupan karang. Stasiun yang memiliki kondisi karang yang baik, kelimpahan individu ikannya tinggi atau sebaliknya. Pendapat tersebut sesuai dengan Carpenter et al. 1982 yang menyatakan bahwa tutupan karang hidup mempunyai pengaruh positif terhadap kelimpahan inidividu ikan karang. Gambar 5 Kelimpahan individu ikan di lokasi penelitian. 1.34 0.58 0.69 0.86 0.97 1.01 0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1.60 A1 A2 A3 A4 A5 A6 K eli m p ah an in d iv id u i n d iv .m 2 Stasiun 41 Berdasarkan analisa kelimpahan spesies, ikan mayor mempunyai nilai yang tertinggi dibandingkan yang lainnya Gambar 6. Hal tersebut menunjukan bahwa spesies yang ada di perairan ini cukup beragam yang menunjukan bahwa tingkat kesuburan ekosistem perairan di perairan Kecamatan Semau cukup mendukung untuk kelangsungan hidup terumbu karang dan biota lainnya. Kegiatan ekowisata bahari di kawasan ini membantu mencegah kerusakan terumbu karang akibat kegiatan manusia. Menurut Amar et al. 1995 spesies ikan yang banyak atau beragam dalam suatu perairan dapat menjadi indikator bahwa perairan tersebut cukup baik sebagai habitat bagi organisme yang ada di dalamnya. Pengelolaan lingkungan dengan sistem konservasi dapat mencegah kerusakan lingkungan akibat eksploitasi manusia yang tidak ramah lingkungan Murray et al. 1999. Gambar 6 Kelimpahan spesies ikan berdasarkan kelompok utama di lokasi penelitian. Berdasarkan hasil analisis indeks keragaman H ikan karang pada seluruh stasiun pengamatan nilainya berada pada kisaran 3.26-4.03. Hasil selengkapnya disajikan pada Tabel 20. Tabel 20 Indeks keragaman ikan karang di lokasi penelitian. Uraian Stasiun A1 A2 A3 A4 A5 A6 Jumlah individu 335 146 172 215 242 253 Jumlah famili 25 13 12 18 18 18 jumlah suku 53 28 32 33 36 36 Jumlah jenis 83 40 49 43 58 70 Kelimpahan individu 1.340 0.584 0.688 0.860 0.968 1.012 Indeks H 3.82 3.26 3.52 3.36 3.73 4.03 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 A1 A2 A3 A4 A5 A6 0.10 0.03 0.06 0.06 0.04 0.09 0.04 0.01 0.01 0.01 0.02 0.02 0.20 0.12 0.13 0.10 0.17 0.16 K el im p a h a n s p es ie s ik an m 2 Stasiun Ikan target Ikan indikator Ikan mayor 42 Berdasarkan Tabel 20 menunjukan bahwa ikan karang di seluruh stasiun penelitian memiliki indeks keanekaragaman Shannon-Wiener H yang hampir sama. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi terumbu karang di lokasi penelitian layak sebagai habitat bagi ikan dan biota lain yang ada di dalamnya. Kesimpulan tersebut sesuai dengan Chabanet et al. 1997 yang menyatakan bahwa jika kondisi terumbu karang baik maka keragaman spesies ikan pun banyak.

4.4 Kesesuaian Kawasan untuk Lokasi Ekowisata Bahari

Berdasarkan pengamatan secara visual, kondisi perairan Kecamatan Semau sesuai untuk dilakukannya berbagai aktifitas wisata. Kegiatan ekowisata bahari sangat dipengaruhi oleh lingkungan, kondisi biofisik kawasan, dan jenis wisata apa yang akan dilakukan Xiao 2009. Setiap kegiatan wisata mempunyai persyaratan sumberdaya dan lingkungan yang berbeda-beda. Parameter-parameter tertentu menjadi pembatas, tetapi ada pula yang memberikan nilai tambah added value dalam penentuan kawasan yang sesuai. Penelitian ini menggunakan analisis kesesuaian untuk ekowisata bahari dalam dua kategori yaitu selam dan snorkeling. Wisata bahari merupakan wisata yang dilakukan di perairan laut dengan obyek dan daya tariknya bersumber dari potensi sumberdaya yang terdapat pada bentang laut sea space antara lain: selam, snorkeling, berselancar surfing, memancing, berperahu boating dan berlayar sailing. Harriott 1995 berdasarkan hasil penelitiannya melaporkan bahwa ekowisata bahari yang dilakukan di Great Barrier Reef Marine Park Australia antara lain: selam diving, snorkeling, berperahu boating, dan berlayar sailing.

4.4.1 Selam

Kawasan yang memiliki potensi sebagai lokasi wisata bahari jenis selam yang dianalisis memiliki kedalaman lebih dari 5 m. Secara umum tujuan wisata selam adalah wisatawan dapat melihat keindahan bawah laut dari dalam perairan dengam peralatan SCUBA Jameson et al. 1999. Hasil analisis menunjukan bahwa dari 6 stasiun penelitian, ternyata berdasarkan kedalaman areal terumbu karang hanya ada 3 stasiun yang berada pada kedalaman lebih dari 6 meter yang cocok untuk wisata selam yakni stasiun A1, A2, dan A3. Pernyataan ini sesuai dengan pendapat Barker dan Roberts 43 2003 serta Davis dan Tisdell 1995 sebaiknya aktifitas penyelaman diving yang dilakukan di ekosistem terumbu karang dilakukan pada kedalaman lebih dari 5 m supaya menghindari kontak secara langsung antara penyelam dengan karang. Secara umum setiap penyelam yang melakukan penyelaman sering menggunakan kamera atau video untuk mengambil gambar karang dan biota laut yang menarik sehingga dapat merusak karang jika pengambilan gambar tersebut tidak dilakukan dengan cara yang benar atau ramah lingkungan. Tabel 21 Nilai IKW untuk wisata selam pada lokasi penelitian. Lokasi Stasiun Jumlah N Jumlah N max IKW Kelas kesesuaian Pulau Kambing A1 35 54 64.81 Sesuai S2 Hansisi A2 25 54 46.30 Tidak sesuai N Tanjung Uikalui A3 36 54 66.67 Sesuai S2 Hasil perhitungan menunjukan bahwa berdasarkan Indeks Kesesuaian Wisata IKW maka lokasi penelitian termasuk dalam kelas sesuai S2 karena memiliki nilai kesesuaian berkisar antara 64.81 - 66.67 yakni pada stasiun A1 dan A3 Tabel 21. Hasil perhitungan matriks kesesuaian wisata bahari kategori wisata selam dengan ditampilkan pada Tabel 22. Tabel 22 Hasil perhitungan matriks IKW kategori wisata selam untuk lokasi penelitian. Parameter Stasiun A1 A2 A3 Kecerahan Perairan 100 80 100 Tutupan komunitas karang 27 8 29 Jumlah jenis lifeform karang 9 5 10 Jenis ikan karang 83 40 48 Kecepatan arus cmdetik 16 14 25 Kedalaman terumbu karang m 8 7 7

4.4.2 Snorkeling

Berdasarkan hasil analisis kesesuaian ada 3 stasiun yang memiliki IKW pada kelas sesuai S2 untuk jenis wisata snorkeling yaitu stasiun A4, A5, dan A6 dengan nilainya berkisar antara 64.91-70.18 Tabel 23. IKW dimaksud sangat dipengaruhi oleh lebarnya hamparan datar ekosistem karang. Pernyataan dimaksud sesuai dengan pendapat Salm 1986 dan Che 2004 bahwa wisata 44 snorkeling lebih mempertimbangkan luas hamparan datar ekosistem karang karena wisata ini dilakukan oleh penyelam untuk menikmati keindahan karang dari atas permukaan air dan mempunyai kecerahan yang tinggi. Hasil perhitungan matriks kesesuaian wisata bahari kategori wisata snorkeling berdasarkan parameter yang telah ditentukan dapat disajikan pada Tabel 24. Tabel 23 Nilai IKW untuk wisata snorkeling pada lokasi penelitian. Lokasi Stasiun Jumlah N Jumlah N max IKW Kelas kesesuaian Uiasa 2 A4 37 57 64.91 Sesuai S2 Uiasa 1 A5 40 57 70.18 Sesuai S2 Otan A6 39 57 68.42 Sesuai S2 Tabel 24 Hasil perhitungan matriks IKW kategori wisata snorkeling untuk lokasi penelitian. No Parameter Stasiun A4 A5 A6 1 Kecerahan Perairan 100 100 100 2 Tutupan komunitas karang 29 43 25 3 Jumlah jenis lifeform karang 11 8 11 4 Jenis ikan karang 43 58 70 5 Kecepatan arus cmdetik 27 29 47 6 Kedalaman terumbu karang m 5 5 5 7 Lebar hamparan datar karang m 232.02 252.16 158.46

4.5 Rencana Zonasi Pengembangan Kawasan Wisata Selam dan Snorkeling

Penyusunan rencana zonasi pengembangan kawasan dilakukan setelah analisis kesesuaian kawasan untuk ekowisata bahari kategori selam dan snorkeling . Penzonasian dimaksud dilakukan dengan pendekatan analisis keruangan Sistem Informasi Geografis SIG dan software ArGis 9.3. Menurut Edinger dan Risk 2000 dalam pengelolaan sumberdaya terumbu karang perlu adanya zonasi yang bisa mengatur secara tepat kawasan yang akan dijadikan sebagai zona pemanfaatan sehingga pengelolaan tetap mempertahankan kelestarian sumberdaya yang ada didalamnya dengan prinsip konservasi atau kelestarian. SIG sangat membantu pekerjaan yang erat kaitannya dalam bidang spasial dan geo-informasi karena menjadi alat bantu dalam perencanaan tata ruang wilayah termasuk tata ruang pesisir Yousman 2004. SIG digunakan untuk membuat zonasi lokasi pemanfaatan kawasan ekosistem terumbu karang untuk ekowisata bahari kategori wisata selam dan snorkeling berdasarkan hasil analisis 45 kesesuaian kawasan. Penzonasian ini diharapkan menjadi arahan atau rekomendasi dalam penetapan kebijakan pemanfaatan ruang pesisir dan laut di perairan Kecamatan Semau. Penetapan zonasi dimaksud juga mempertimbangkan aturan yang berlaku dan tata ruang yang telah ditetapkan oleh pemerintah setempat. Peraturan dan tata ruang yang berlaku di wilayah ini antara lain: - Keputusan Menteri Kehutanan nomor 18Kpts-II1993 tanggal 28 Januari 1993 tentang Penetapan Teluk Kupang sebagai Taman Wisata Laut TWL Peta TWL di sajikan pada Lampiran 8. - Rencana Tata Ruang Kabupaten Kupang 2003-2013 yang menetapkan kawasan perairan Pulau Semau bagian Timur Desa Uiasa sebagai wilayah pantai wisata. Sedangkan kawasan lain merupakan kawasan pemanfaatan terbatas untuk keperluan budidaya mutiara dan rumput laut BAPPEDA Kabupaten Kupang 2008 Lampiran 9. - Perairan Kecamatan Semau khususnya Perairan Uiasa dan Hansisi ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Kupang sebagai Daerah Perlindungan Laut Berbasis Masyarakat DPL-BM pada tahun 2006. Hasil analisa dalam bentuk titik atau plot kawasan berupa koordinat untuk luas dan lebar hamparan karang selanjutnya dianalisis dengan SIG dan software ArcGis 9.3 untuk menetapkan zonasi. Berdasarkan hasil analisis disusunlah zonasi untuk pengembangan ekowisata bahari. Kawasan pengembangan ekowisata bahari di perairan Kecamatan Semau untuk wisata selam terdapat di Pulau Kambing A1 dan Tanjung Uikalui A3. Selanjutnya wisata snorkeling terdapat di Uiasa 2 A4, Uiasa 1 A5, dan Otan A6 sedangkan kawasan Hansisi A2 tidak sesuai untuk ke 2 jenis ekowisata bahari dimaksud. Bagian selatan dari perairan Kecamatan Semau, hamparan karangnya lebih didominasi oleh rubble patahan karang dan pasir sehingga tidak cocok untuk wisata selam dan snorkeling. Lokasi dimaksud juga merupakan jalur pelayaran kapal penumpang dan barang, lokasi budidaya rumput laut dan mutiara. Berdasarkan pertimbangan ekologis, nilai indeks kesesuaian wisata, kepentingan masyarakat, dan aturan yang berlaku dilakukan pengkajian penetapan zonasi terumbu karang. Zonasi dimaksud seperti ditampilkan pada Gambar 7. 46 Gambar 7 Peta zonasi kesesuaian ekowisata bahari kategori wisata selam dan snorkeling di perairan Kecamatan Semau.

4.6 Estimasi Nilai Visual Ekosistem Terumbu Karang