Pengembangan Ekowisata Bahari TINJAUAN PUSTAKA

10 terumbu karang yang ada secara berkelanjutan tanpa menimbulkan dampak yang merugikan. Hal ini penting karena kegiatan wisata bahari memadukan 2 sistem yaitu: kegiatan manusia dan ekosistem laut. Adanya kegiatan wisata bahari sangat tergantung pada sumberdaya alam, diantaranya terumbu karang dan apabila terjadi kerusakan akan menurunkan mutu daya tarik pariwisata Yulianda 2007. Menurut Damanik 2006 persyaratan yang harus dipenuhi untuk keberlanjutan pariwisata yaitu: 1. Wisatawan mempunyai kesadaran untuk mengkonsumsi produk dan jasa wisata secara selektif dalam arti bahwa produk tersebut tidak diperoleh dengan mengeksploitasi sumberdaya secara berlebihan, 2. Produk wisata didorong ke produk berbasis lingkungan dan peka terhadap budaya lokal, 3. Masyarakat harus dilibatkan dalam perencanaan, implementasi dan monitoring pengembangan wisata, 4. Masyarakat harus memperoleh keuntungan secara adil dari kegiatan wisata, 5. Posisi tawar masyarakat lokal dalam pengelolaan sumberdaya pariwisata semakin meningkat.

2.4 Pengembangan Ekowisata Bahari

Jenis wisata yang memanfaatkan wilayah pesisir dan laut ada yang secara langsung maupun tidak langsung. Kegiatan langsung diantaranya berperahu, berenang, snorkeling, selam, dan memancing. Kegiatan tidak langsung seperti kegiatan olah raga pantai dan piknik menikmati atmosfer laut Nurisyah 2001. Konsep pariwisata bahari didasarkan pada view, keunikan alam, karakteristik ekosistem, kekhasan seni budaya dan karakteristik masyarakat sebagai kekuatan dasar yang dimiliki masing-masing daerah. Arifin 2008 mengemukakan syarat-syarat yang diperlukan untuk kegiatan pariwisata bahari khususnya selam antara lain: 1 persen penutupan karang, 2 kecerahan perairan, 3 jenis life form, 4 jenis ikan karang, 5 kecepatan arus, dan 6 kedalaman terumbu karang dengan rinciannya sebagai berikut: a. Kecerahan; perairan yang cerah merupakan syarat utama yang harus dipenuhi dalam kegiatan wisata selam. Semakin cerah suatu perairan, keindahan taman laut yang dinikmati wisatawan semakin tinggi. Kawasan terumbu karang 11 dengan nilai kecerahan 80-100 adalah lokasi yang sesuai untuk wisata selam dan snorkeling. Kawasan terumbu karang dengan kecerahan 20-50 masih layak untuk wisata selam dan snorkeling. Kawasan terumbu karang dengan nilai kecerahan kurang dari 20 dianggap tidak sesuai. b. Persentase penutupan komunitas karang, jenis lifeform, dan jenis ikan karang; potensi karang yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan wisata selam dan snorkeling terdiri dari karang keras, karang lunak, dan biota yang berasosiasi dengan terumbu karang. Komunitas-komunitas ini mempunyai daya tarik bagi wisatawan karena memiliki variasi morfologi dan warna yang menarik. Parameter karang yang digunakan untuk kesesuaian wisata selam dan snorkeling adalah persentase penutupan karang dan jenis lifeform. Tingginya persentase penutupan karang, jenis lifeform, dan ikan karang, merupakan faktor penentu suatu kawasan terumbu karang sebagai lokasi wisata selam dan snorkeling. c. Kecepatan arus; berkaitan dengan keamanan dan kenyamanan wisatawan dalam menyelam dan melakukan snorkeling. Kecepatan arus yang relatif lemah merupakan syarat ideal untuk wisata selam. Arus yang kuat dapat membahayakan keselamatan penyelam, kecepatan arus terbaik untuk keperluan wisata selam adalah 0-17 cmdetik Arifin et al. 2002. d. Kedalaman terumbu karang; kedalaman perairan menentukan pertumbuhan dan keberadaan karang. Nybakken 1992 menyatakan bahwa pengaruh kedalaman berhubungan dengan faktor lingkungan seperti cahaya, pergerakan air, suhu dan salinitas. Secara umum kedalaman yang masih layak untuk pertumbuhan karang berkisar 1 0 -1 5 m. Kawasan memiliki tingkat kesesuaian yang berbeda yaitu antara sangat sesuai dan sesuai dalam pemanfaatannya untuk menerima wisatawan. Sesuai dengan rekomendasi dari Davis dan Tisdell 1996; Scheleyer dan Tomalin 2000; Zakai dan Chadwick 2002; de Vantier dan Turak 2004 salah satu upaya dalam pengelolaan untuk mengurangi tekanan dari aktifitas yang dapat merusak karang yaitu mengurangi atau membatasi waktu untuk wisata selam dan snorkeling. Pemanfaatan kawasan wisata agar tidak terjadi tumpang tindih maka dapat dihindari dengan membagi wilayah berdasarkan kedalaman. Lokasi 12 dengan kedalaman 3-6 m hanya untuk wisata snorkeling sedangkan kedalaman di atas 6 m untuk wisata selam. Pelaksanaan pariwisata bahari akan berhasil apabila memenuhi komponen: kelestarian lingkungan alami, kesejahteraan penduduk yang mendiami wilayah tersebut, kepuasan pengunjung yang menikmatinya, dan keterpaduan komunitas dengan area pengembangannya Nurisyah 2001. Pengembangan pariwisata tanpa perencanaan dan pengelolaan yang baik akan mengakibatkan penurunan mutu kawasan yang tidak diharapkan, sebagai akibatnya adalah hilangnya kawasan yang menarik bagi wisatawan. Fasilitas dan lokasi adalah faktor utama yang menyebabkan hilangnya dan penurunan mutu sumberdaya pesisir. Pemilihan lokasi yang tidak sesuai menyebabkan kesulitan dalam pelaksanaan pemilihan pengembangan, baik sekarang maupun yang akan datang. Banyaknya dampak negatif yang terjadi akibat kesalahan dalam melakukan pendugaan terhadap karakteristik proses alami kawasan pesisir kerusakan akibat badai atau ombak adalah sebagai penyebab kegagalan perencanaan tata guna lahan, yang mengakibatkan rapuhnya ekosistem dan infrastruktur Arifin 2008. Pengembangan pariwisata bahari yang berwawasan lingkungan akan memberikan jaminan terhadap kelestarian dan keindahan lingkungan, terutama yang berkaitan dengan jenis-jenis biota dan ekosistem utamanya. Pembangunan pariwisata bahari yang optimal dan berkelanjutan menurut Gunn 1994, dapat dicapai apabila kegiatan tersebut dapat mencapai empat aspek sebagai berikut: 1. Mempertahankan kelestarian dan keindahan lingkungan alam. 2. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan tersebut. 3. Menjamin kepuasan pengunjung. 4. Meningkatkan keterpaduan dan unity pembangunan masyarakat di sekitar kawasan dan zona pengembangannya. Tujuan pembanguan yang berkelanjutan adalah memadukan pembangunan dengan lingkungan sejak awal proses penyusunan kebijakan dan pengambilan keputusan yang strategis sampai kepada penerapan di lapangan. Konsep pengembangan kawasan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan adalah tidak merusak kondisi sumberdaya alam pesisir yang telah ada sehingga dapat dimanfaatkan secara terus menerus Kusumastanto 2006. 13 Wisata bahari merupakan salah satu bentuk wisata potensial yang termasuk di dalam kegiatan ”clean industry”. Pelaksanaan wisata bahari dianggap berhasil apabila memenuhi berbagai komponen yakni berkaitan dengan kelestarian lingkungan alami, kesejahteraan penduduk yang mendiami wilayah tersebut, kepuasan pengunjung yang menikmatinya, dan keterpaduan komunitas dengan area pengembangannya. Wisata bahari akan memberikan kontribusi nyata bagi perekonomian masyarakat apabila memperhatikan komponen-komponen tersebut Holden 2000.

2.5 Analisis SWOT