40
Adanya penambahan substrat bekatul+onggok akan mengakibatkan peningkatan kadar protein pada tongkol jagung menjadi sebesar 2,18 yang dapat dilihat pada Lampiran
7. Selain dikarenakan adanya penambahan substrat bekatul+onggok, kenaikan kadar protein ini juga disebabkan karena adanya peningkatan biomassa kapang. Biomassa kapang
mengandung nitrogen sebesar 7 - 10 Stanbury dan Whitaker, 1984 dan protein sebesar 14 - 44 bobot kering Griffin, 1981.
Kenaikan kadar protein di dalam tongkol jagung dengan kultivasi menggunakan inokulum kapang Rhizopus oryzae lebih tinggi bila dibandingkan dengan menggunakan
inokulum kapang Trichoderma viride. Hal ini dikarenakan menurut Gandjar 2006, setiap kapang memiliki kemampuan untuk menghasilkan enzim protease yang dapat menghidrolisis
protein menjadi asam amino yang dibutuhkan oleh kapang untuk pertumbuhan. Kapang yang memiliki kemampuan untuk menghasilkan enzim protease yang cukup baik adalah kapang
Rhizopus oryzae
. Menurut Sumanti 2005, adanya proses perombakan protein pada substrat menjadi asam-asam amino akan meningkatkan komposisi nitrogen terlarut di dalam bahan.
Hal inilah yang mengakibatkan kapang Rhizopus oryzae menghasilkan protein yang lebih baik bila dibandingkan dengan kapang Trichoderma viride.
Adanya peningkatan kadar protein pada tongkol jagung akan mendukung kegunaan tongkol jagung sebagai pakan ternak. Menurut Prihatman 2000, kandungan protein yang
dapat memenuhi kebutuhan ternak ruminansia adalah sebesar 8 . Jika dilihat dari kenaikan kadar protein di dalam tongkol jagung yang telah dikultivasi, maka diketahui bahwa tongkol
jagung tersebut masih belum layak digunakan sebagai pakan ternak tunggal. Penggunaan tongkol jagung yang telah dikultivasi sebagai pakan ternak perlu ditambahkan dengan
sumber protein tambahan, sehingga dapat mencukupi kebutuhan protein pada ternak.
d. Kadar Lemak
Berdasarkan analisis ragam kadar lemak Lampiran 5.D dan Tabel 7 menunjukkan bahwa lama penyimpanan inokulum kapang tidak berpengaruh nyata terhadap kadar lemak
tongkol jagung pada setiap jenis kapang. Hal ini menandakan adanya penurunan jumlah spora kapang tidak mempengaruhi kadar lemak tongkol jagung yang dihasilkan.
Berdasarkan Lampiran 7 diketahui bahwa kadar lemak tongkol jagung pada awal sebelum dikultivasi adalah sebesar 3,97. Adanya penambahan spora kapang
mengakibatkan terjadinya penurunan kadar lemak pada tongkol jagung. Penurunan yang terjadi adalah sebesar 0,01 pada inokulum Rhizopus oryzae yang disimpan selama 4
minggu dan sebesar 0,27 pada inokulum Rhizopus oryzae yang disimpan selama 8 minggu. Penurunan juga terjadi pada inkulum inokulum Trichoderma viride yaitu sebesar 1,59
pada inokulum yang disimpan selama 4 minggu dan sebesar 1,75 pada inokulum yang disimpan selama 8 minggu.
Penurunan kadar lemak pada tongkol jagung terjadi dikarenakan kapang dapat menghasilkan lipase, sehingga dapat mendegradasi lemak untuk menjadi sumber karbon
Gandjar, 2006. Menurut Rapp dan Backhaus 1992, kapang melakukan degradasi lemak dengan cara mensekresikan enzim lipase ke bahan untuk mengubah lemak tersebut sebelum
dimasukkan ke dalam sel. Proses degradasi lemak tersebut dilakukan dengan cara pemutusan ikatan gliserol pada triasilgliserol menjadi diasilgliserol, monogliserol serta asam lemak dan
gliserol Ratledge dan Tan, 1990. Hal inilah yang mengakibatkan kapang dapat mendegradasi lapisan lemak yang ada di dalam bahan untuk sumber energi meskipun tidak
terlalu besar.
e. Kadar Serat Kasar
Berdasarkan analisis ragam kadar serat kasar Lampiran 5.E dan Tabel 7 menunjukkan bahwa lama penyimpanan inokulum kapang tidak berpengaruh nyata terhadap
kadar serat kasar tongkol jagung pada setiap jenis kapang. Hal ini menandakan adanya
41
penurunan jumlah spora kapang tidak mempengaruhi kadar serat kasar tongkol jagung yang dihasilkan.
Berdasarkan Lampiran 7 diketahui bahwa kadar serat kasar tongkol jagung pada awal sebelum dikultivasi adalah sebesar 77,11. Adanya penambahan spora kapang
mengakibatkan terjadinya penurunan kadar serat kasar pada tongkol jagung. Penurunan yang terjadi adalah sebesar 31,35 pada inokulum Rhizopus oryzae yang disimpan selama 4
minggu dan sebesar 30,05 pada inokulum Rhizopus oryzae yang disimpan selama 8 minggu. Penurunan juga terjadi pada inkulum inokulum Trichoderma viride yaitu sebesar
30,03 pada inokulum yang disimpan selama 4 minggu dan sebesar 29,63 pada inokulum yang disimpan selama 8 minggu.
Serat kasar terdiri atas lignin, selulosa dan hemiselulosa yang saling berikatan yang disebut sebagai lignoselulosa. Ikatan yang sangat kompleks ini mengakibatkan kapang
selulolitik tidak dapat melakukan hidrolisis terhadap selulosa dan hemiselulosa di dalam bahan dengan sempurna Orth et al., 1993. Adanya penurunan kadar serat tongkol jagung
yang kurang maksimal dikarenakan ada beberapa bagian dalam tongkol jagung yang berikatan dengan lignin sehingga menjadi ikatan lignoselulosa.
Kapang selulolitik dapat menghidrolisis serat di dalam bahan, serat yang dapat dihidrolisis adalah selulosa dan hemiselulosa. Menurut Perez et al. 2002, selulosa
merupakan polimer glukosa dengan ikatan β-1,4 glukosida dalam rantai lurus. Selulosa dapat
dihidrolisis dengan menggunakan enzim selulase. Selulase merupakan enzim yang termasuk dalam kelompok enzim yang terdiri atas endoglukanase, eksoglukanase dan
β-glukosidase Maheshwari, 2005. Endoglukanase merupakan enzim yang dapat menghidrolisis daerah
amorf selulosa secara acak. Enzim ini dapat membentuk oligosakarida dengan panjang rantai yang berbeda-beda dan membentuk ujung rantai non-pereduksi Sinegani dan Emtiazi, 2006.
Eksoglukanase merupakan komponen enzim yang produk hidrolisis utamanya adalah selobiosa. Enzim ini memecah selulosa dengan cara menghilangkan ujung akhir gugus
selobiosa pada rantai selulosa Raja dan Shafiq-Ur-Rehman, 2008.
β-glukosidase merupakan enzim yang dapat memutuskan unit glukosa secara spesifik dari ujung nonpereduksi dari
selo-oligosakarida Sinegani dan Emtiazi, 2006. Hal inilah yang mengakibatkan selulosa dapat dihidrolisis oleh kapang selulolitik menjadi glukosa dan gula-gula sederhana.
Hemiselulosa tersusun atas ikatan β 1-4 pentosa yang berikatan dengan ikatan
hidrogen terhadap selulosa dan ikatan kovalen terhadap lignin Maheshwari, 2005. Hemiselulosa merupakan polisakarida yang mempunyai tingkat degradasi lebih baik bila
dibandingkan selulosa dan lignin Suparjo, 2008. Menurut Tjokroadikoesoemo 1986, Hemiselulosa merupakan polimer dari sejumlah sakarida yang berbeda-beda, yaitu: D-xilosa,
L-arabinosa, D-galaktosa, D-glukosa, dan D-glukoronat. Berbeda dengan selulosa, hemiselulosa berbentuk amorf. Hal ini mengakibatkan hemiselulosa di dalam bahan lebih
mudah dihidrolisis oleh kapang selulolitik. Adanya serat yang dihidrolisis mengakibatkan glukosa dan gula-gula sederhana di dalam bahan bertambah.
Penurunan serat kasar pada tongkol jagung yang dikultivasi dengan kapang Trichoderma viride
serta tongkol jagung yang dikultivasi dengan kapang Rhizopus oryzae tidak terlalu berbeda dikarenakan kedua jenis kapang tersebut hanya dapat menghidrolisis
sebagian dari serat tongkol jagung akibat adanya ikatan lignoselulosa. Hidrolisis yang tidak sempurna ini mengakibatkan terjadinya kesulitan dalam membedakan kemampuan kedua
jenis kapang selulotik dalam menghidrolisis serat kasar di dalam tongkol jagung.
f. Total Gula