41
penurunan jumlah spora kapang tidak mempengaruhi kadar serat kasar tongkol jagung yang dihasilkan.
Berdasarkan Lampiran 7 diketahui bahwa kadar serat kasar tongkol jagung pada awal sebelum dikultivasi adalah sebesar 77,11. Adanya penambahan spora kapang
mengakibatkan terjadinya penurunan kadar serat kasar pada tongkol jagung. Penurunan yang terjadi adalah sebesar 31,35 pada inokulum Rhizopus oryzae yang disimpan selama 4
minggu dan sebesar 30,05 pada inokulum Rhizopus oryzae yang disimpan selama 8 minggu. Penurunan juga terjadi pada inkulum inokulum Trichoderma viride yaitu sebesar
30,03 pada inokulum yang disimpan selama 4 minggu dan sebesar 29,63 pada inokulum yang disimpan selama 8 minggu.
Serat kasar terdiri atas lignin, selulosa dan hemiselulosa yang saling berikatan yang disebut sebagai lignoselulosa. Ikatan yang sangat kompleks ini mengakibatkan kapang
selulolitik tidak dapat melakukan hidrolisis terhadap selulosa dan hemiselulosa di dalam bahan dengan sempurna Orth et al., 1993. Adanya penurunan kadar serat tongkol jagung
yang kurang maksimal dikarenakan ada beberapa bagian dalam tongkol jagung yang berikatan dengan lignin sehingga menjadi ikatan lignoselulosa.
Kapang selulolitik dapat menghidrolisis serat di dalam bahan, serat yang dapat dihidrolisis adalah selulosa dan hemiselulosa. Menurut Perez et al. 2002, selulosa
merupakan polimer glukosa dengan ikatan β-1,4 glukosida dalam rantai lurus. Selulosa dapat
dihidrolisis dengan menggunakan enzim selulase. Selulase merupakan enzim yang termasuk dalam kelompok enzim yang terdiri atas endoglukanase, eksoglukanase dan
β-glukosidase Maheshwari, 2005. Endoglukanase merupakan enzim yang dapat menghidrolisis daerah
amorf selulosa secara acak. Enzim ini dapat membentuk oligosakarida dengan panjang rantai yang berbeda-beda dan membentuk ujung rantai non-pereduksi Sinegani dan Emtiazi, 2006.
Eksoglukanase merupakan komponen enzim yang produk hidrolisis utamanya adalah selobiosa. Enzim ini memecah selulosa dengan cara menghilangkan ujung akhir gugus
selobiosa pada rantai selulosa Raja dan Shafiq-Ur-Rehman, 2008.
β-glukosidase merupakan enzim yang dapat memutuskan unit glukosa secara spesifik dari ujung nonpereduksi dari
selo-oligosakarida Sinegani dan Emtiazi, 2006. Hal inilah yang mengakibatkan selulosa dapat dihidrolisis oleh kapang selulolitik menjadi glukosa dan gula-gula sederhana.
Hemiselulosa tersusun atas ikatan β 1-4 pentosa yang berikatan dengan ikatan
hidrogen terhadap selulosa dan ikatan kovalen terhadap lignin Maheshwari, 2005. Hemiselulosa merupakan polisakarida yang mempunyai tingkat degradasi lebih baik bila
dibandingkan selulosa dan lignin Suparjo, 2008. Menurut Tjokroadikoesoemo 1986, Hemiselulosa merupakan polimer dari sejumlah sakarida yang berbeda-beda, yaitu: D-xilosa,
L-arabinosa, D-galaktosa, D-glukosa, dan D-glukoronat. Berbeda dengan selulosa, hemiselulosa berbentuk amorf. Hal ini mengakibatkan hemiselulosa di dalam bahan lebih
mudah dihidrolisis oleh kapang selulolitik. Adanya serat yang dihidrolisis mengakibatkan glukosa dan gula-gula sederhana di dalam bahan bertambah.
Penurunan serat kasar pada tongkol jagung yang dikultivasi dengan kapang Trichoderma viride
serta tongkol jagung yang dikultivasi dengan kapang Rhizopus oryzae tidak terlalu berbeda dikarenakan kedua jenis kapang tersebut hanya dapat menghidrolisis
sebagian dari serat tongkol jagung akibat adanya ikatan lignoselulosa. Hidrolisis yang tidak sempurna ini mengakibatkan terjadinya kesulitan dalam membedakan kemampuan kedua
jenis kapang selulotik dalam menghidrolisis serat kasar di dalam tongkol jagung.
f. Total Gula
Berdasarkan analisis ragam total gula Lampiran 5.F dan Tabel 7 menunjukkan bahwa lama penyimpanan inokulum kapang tidak berpengaruh nyata terhadap total gula
tongkol jagung pada setiap jenis kapang. Hal ini menandakan adanya penurunan jumlah spora kapang tidak mempengaruhi total gula tongkol jagung yang dihasilkan.
Total gula di dalam tongkol jagung yang dikultivasi dengan menggunakan inokulum kapang Rhizopus oryzae yang disimpan selama 4 minggu dan 8 minggu mengalami
penurunan sebesar 53,6 ppm dan 44,73 ppm, sedangkan kultivasi dengan menggunakan inokulum kapang Trichoderma viride yang disimpan selama 4 minggu dan 8 minggu
42
mengalami penurunan sebesar 34,48 ppm dan 30,31 ppm. Hal ini dikarenakan kapang mengkonsumsi gula yang ada di dalam substrat, sehingga berkurangnya jumlah spora kapang
mengakibatkan penurunan total gula dalam tongkol jagung menjadi makin rendah. Hal ini diperkuat oleh Gandjar 2006 yang mengatakan bahwa kapang membutuhkan nutrisi-nutrisi
untuk pertumbuhannya, seperti gula, lemak, protein dan zat-zat kimia lainnya yang diambil dari substrat.
Total gula pada tongkol jagung yang dikultivasi dengan kapang Trichoderma viride lebih besar bila dibandingkan dengan kapang Rhizopus oryzae. Hal ini dikarenakan dalam
pengukuran total gula semua gula sederhana, oligosakarida dan turunannya dapat bereaksi dengan fenol dalam asam sulfat pekat, sehingga hemiselulosa, selulosa dan turunannya ikut
bereaksi dengan fenol, sehingga menghasilkan total gula yang lebih tinggi. Hal ini dapat dilihat dari lebih besarnya kandungan serat kasar tongkol jagung yang dihidrolisis kapang
Trichoderma viride
dibandingkan dengan tongkol jagung yang dihidrolisis kapang Rhizopus oryzae
.
g. Gula Pereduksi
Berdasarkan analisis ragam gula pereduksi Lampiran 5.G dan Tabel 7 menunjukkan bahwa lama penyimpanan inokulum kapang tidak berpengaruh nyata terhadap
kadar gula pereduksi tongkol jagung pada setiap jenis kapang. Hal ini menandakan adanya penurunan jumlah spora kapang tidak mempengaruhi kadar gula pereduksi tongkol jagung
yang dihasilkan.
Kenaikan gula pereduksi pada tongkol jagung yang dikultivasi dengan kapang Rhizopus oryzae
adalah sebesar 34,04 ppm pada inokulum yang disimpan selama empat minggu dan sebesar 24,77 ppm pada inokulum yang disimpan selama delapan minggu.
Kenaikan gula pereduksi juga terjadi pada tongkol jagung yang dikultivasi dengan kapang Trichoderma viride
yaitu sebesar 43,04 ppm pada inokulum yang disimpan selama empat minggu dan sebesar 43,5 ppm pada inokulum yang disimpan selama delapan minggu.
Kenaikan kadar gula pereduksi di dalam tongkol jagung yang telah dikultivasi dikarenakan adanya hidrolisis terhadap karbohidrat kompleks yang terdapat di dalam bahan
menjadi glukosa dan gula-gula sederhana lainnya. Gula pereduksi terdiri atas gula-gula sederhana seperti monosakarida glukosa, fuktosa, galaktosa dan disakarida laktosa dan
maltosa. Hal inilah yang mengakibatkan terjadinya kenaikan kadar gula pereduksi di dalam tongkol jagung yang telah dikultivasi. Kenaikan gula pereduksi di dalam tongkol jagung
yang telah dikultivasi, juga dapat dilihat dari turunnya kadar serat kasar pada tongkol jagung tersebut. Hal ini dikarenakan serat kasar terdiri atas karbohidrat kompleks, sehingga
karbohidrat tersebut terhidrolisis menjadi gula-gula sederhana.
Kenaikan gula pereduksi pada tongkol jagung yang dihidrolisis dengan kapang Trichoderma viride
lebih tinggi dibandingkan dengan kapang Rhizopus oryzae. Hal ini dikarenakan kapang Trichoderma viride memiliki kemampuan yang lebih besar dalam
menghidrolisis kandungan polisakarida di dalam substrat menjadi gula sederhana. Hal ini diperkuat oleh Mandels 1982 yang mengatakan bahwa Trichoderma viride dapat
menghasilkan enzim kompleks selulase yang kemampuan untuk memecah selulosa menjadi glukosa sehingga mudah dicerna oleh ternak.
h. Derajat Polimerisasi