40
b. Daya Pembeda
Daya pembeda digunakan untuk mengetahui kelayakan butir soal, dengan melihat berapa banyak siswa yang menjawab benar pada soal tersebut.
Daya pembeda dapat dihitung dengan rumus:
Keterangan : D : daya pembeda butir
B
A
: banyaknya kelompok atas yang menjawab betul J
A
: banyaknya subyek kelompok atas B
B
: banyaknya subyek kelompok bawah yang menjawab betul J
B
: banyaknya subyek kelompok bawah P
A
: Proporsi peserta kelompok atas menjawab benar P
B
: Proporsi peserta kelompok bawah menjawab benar Suharsimi Arikunto, 2006: 214
Hasil perhitungan akan dicocokkan dengan kriteria daya pembeda pada Tabel 5.
Tabel 5. Kriteria Daya Pembeda Nilai D
Kategori Keterangan
D ≥ 0,70 Sangat Baik
Diterima 0,4
0 ≤ D ≤ 0,69 Baik
Perlu peningkatan 0,2
0 ≤ D ≤ 0,39 Cukup
Perlu perbaikan D ≤ 0,19
Tidak Baik Dibuang
Setelah soal dianalisis dengan rumus daya beda, terdapat 12 soal yang gugur. Soal tersebut adalah soal nomor 1,3,7,9,10,16,21,22,25,26,28,29.
Sehingga soal yang digunakan untuk post-test berubah menjadi 18 soal.
2. Validitas
Instrumen yang valid adalah instrumen yang dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur Sugiyono, 2013: 173. Untuk menguji
validitas suatu instrumen, terdapat beberapa bagian yaitu validitas isi dan validitas konstruk. Kedua validitas ini akan digunakan untuk menguji instrumen
41 tes dan
check list. Analisis yang digunakan untuk menguji validitas instrumen ini adalah
pendapat ahli expert judgement. Pendapat ahli merupakan metode analisis
yang meminta pendapat para ahli tentang instrumen yang telah disusun. Mungkin para ahli akan memberikan keputusan bahwa instrumen dapat
digunakan tanpa perbaikan, ada perbaikan, dan mungkin dirombak total Sugiyono, 2013: 177. Para ahli yang dimaksud dalam analisis ini adalah dosen
dari jurusan pendidikan teknik elektro universitas negeri yogyakarta. Berdasarkan uji validitas, instrumen tes yang digunakan untuk penelitian
ini dinyatakan valid untuk digunakan. Instrumen pengukuran aspek afektif dan psikomotorik siswa berupa lembar obervasi juga dinyatakan valid untuk
pengembilan data penelitian.
3. Reliabilitas
Reliabilitas instrumen artinya instrumen tersebut akan memberikan hasil yang sama walaupun di tes berulang
–ulang dengan waktu berbeda. Untuk menguji instrumen yang digunakan, dilakukan dengan cara
internal consistency. Internal consistency dilakukan dengan cara mencobakan instrumen sekali saja,
kemudian data yang diperoleh dianalisis dengan teknik tertentu Sugiyono, 2013: 185.
Pengujian ini menggunakan dua rumus, rumus yang pertama untuk menguji instrumen tes. Instrumen tes berbentuk instrumen skor diskrit, yang
hanya memiliki dua jawaban, yaitu satu 1 atau nol 0. Jawaban benar diberi skor satu 1 dan jawaban salah diberi nilai nol 0 Widoyoko, 2014: 160.
Rumus yang digunakan yaitu K –R 20. Sedangkan untuk pengujian reliabilitas
42 instrumen observasi digunakan rumus
Alpha Cronbach. Instrumen observasi merupakan instrumen skor non diskrit, yang nilainya bukan 1 dan 0, tetapi
bersifat gradual, mulai dari skor tertinggi hingga terendah Widoyoko, 2014: 163. Rumusnya adalah sebagai berikut.
Rumus KR - 20 :
r
11
= Reliabilitas instrumen p
= Proporsi subjek yang menjawab item dengan benar q
= Proporsi subjek yang menjawab item dengan salah n
= Banyaknya item S
2
= Varians total Suharsimi Arikunto, 2006:100
Harga varians total S
2
diperoleh dengan rumus :
Suharsimi Arikunto, 2006:97 Keterangan :
∑X = Jumlah skor total N
= Jumlah responden Perhitungan reliabilitas KR
– 20 dengan bantuan software Microsoft Excel 2010. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Tes KR
– 20 KR
– 20 N
0,564 18
Nilai rtabel untuk N = 18 dengan taraf signifikansi 5 adalah 0,468. Nilai r hitung lebih besar, sehingga instrumen dinyatakan reliabel.
Instrumen observasi merupakan instrumen skor non diskrit, sehingga