Teori Kerjasama Internasional Landasan Teori

Menurut pendapat James E. Dougherty dan Robert L. Pfaltzgraff kerjasama atau cooperation dapat muncul dari kesepakatan masing-masing individu terhadap kesejahteraan bersama atau sebagai akibat persepsi kepentingan sendiri. 16 Kunci dari perilaku yang mengarah pada kerjasama terletak pada kepercayaan masing-masing pihak masing-masing negara bahwa pihak lain juga akan melakukan kerjasama, dimana masalah utama yang muncul dari perilaku ini adalah kepentingan nasional masing- masing negara. Bila mengarah pada persamaan kepentingan nasional maka kerjasama yang diinginkan akan tercapai. Hal ini didukung dengan adanya asumsi yang bersumber pada pelaksanaan politik luar negeri yang mengatakan bahwa baik persoalan maupun sasaran tertentu tidak mungkin dicapai hanya dengan mengandalkan kekuatan sendiri. Kerja sama akan diusahakan apabila manfaat yang diperoleh diperkirakan akan lebih besar daripada konsekuensi-konsekuensi yang harus ditanggungnya. Oleh sebab itu keberhasilan kerjasama 16 Dougherty E, Jamesdan Pfaltzgraff, Jr LRobert, Contending Theories of International Relatins: A Chomprehensive Survey 4th.Ed. Addison Wesley Longman,New York, 1997, hlm. 418- 419 dapat diukur dari perbandingan besarnya manfaat yang dicapai terhadap konsekuensi yang ditanggung 17 . Dalam kajian hubungan internasional setidaknya ada empat bentuk kerjasama yang diketahui, yaitu: 18 1.6.1.1. Kerjasama Global Adanya hasrat yang kuat dari berbagai bangsa di dunia untuk bersatu dalam satu wadah yang mampu mempersatukan cita-cita bersama merupakan dasar utama bagi kerjasama global. Sejarah kerja sama global dapat ditelusuri kembali mulai dari terbentuknya kerja sama multilateral seperti yang diperlihatkan oleh perjanjian Westphalia 1648 dan merupakan akar dari kerjasama global. 1.6.1.2. Kerjasama Regional Kerjasama Regional merupakan kerjasama antar negara-negara yang secara geografis letaknya berdekatan. Kerjasama tersebut bisa dalam bidang pertahanan tetapi bisa juga dibidang lain 17 Drs. R. Soeprapto, Hubungan Internasional ”Sistem,Interaksi dan Perilaku”, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997, hlm. 181 18 Op cit, hlm. 181-186 seperti pertanian, hukum, kebudayaan dan lain sebaginya. Menurut Dr. Budiono, kerjasama regional baik yang berbentuk organisasi atau bukan, pada waktu sekarang ini mendapatkan masalah yang cukup rumit dan kompleks. Adapun yang menentukan terwujudnya kerjasama regional selain kedekatan geografis, kesamaan pandangan dibidang politik dan kebudayaan juga perbedaan struktur produktivitas ekonomi. Kerjasama regional merupakan salah satu alternatif yang dapat dipergunakan dalam mengatasi kemiskinan dan kebodohan. 1.6.1.3. Kerjasama Fungsional Kerjasama fungsional, permasalahan atau pun metode kerjasamanya menjadi semakin kompleks disebabkan oleh semakin banyaknya organisasi kerjasama yang ada.Walaupun terdapat kompleksitas dan banyak permasalahan yang dihadapi dalam masalah kerjasama fungsional baik dibidang ekonomi maupun sosial, untuk pemecahannya diperlukan kesepakatan dan keputusan politik. Kerjasama fungsional berangkat dari pragmatisme pemikiran yang mensyaratkan adanya kemampuan tertentu pada masing-masing mitra dalam kerjasama. Dengan demikian kerjasama fungsional tidak mungkin terselenggara apabila diantara negara mitra kerjasama ada yang tidak mampu untuk mendukung suatu fungsi yang spesifik yang diharapkan darinya oleh yang lain. Adapun kendala yang dihadapi dalam kerjasama fungsional terletak pada ideologi politik dan isu- isu wilayah. 1.6.1.4. Kerjasama Ideologis Pengertian ideologi menurut Vilfredo Pareto, adalah alat dari suatu kelompok kepentingan untuk membenarkan tujuan dan perjuangan kekuasaan.Dalam hal perjuangan atau kerjasama ideologi batas-batas teritorial tidaklah relevan. Berbagai kelompok kepentingan berusaha mencapai tujuannya dengan memanfaatkan berbagai kemungkinan yang terbuka dalam forum yang global. Lebih jauh lagi, dalam kerjasama Internasional, hal tersebut dapat didasari suatu perjanjian, namun apabila belum ada perjanjian, kerjasama dapat dilakukan atas dasar hubungan baik berdasarkan prinsip timbal balik reciprocity principle. Dalam penulisan thesis ini, penulis mengaitkan teori ini dengan kerjasama yang dilakukan antara Negara Indonesia dan Negara tetangga dibawah bendera ASEAN dalam upaya penanganan pencemaran asap lintas batas di Asia Tenggara pasca ratifikasi AATHP oleh Indonesia.

1.6.2. Teori Pertanggungjawaban Negara

Latar belakang timbulnya tanggung jawab negara dalam hukum internasional adalah tidak ada satu negara pun yang dapat menikmati hakhaknya tanpa menghormati hak-hak negara lain. Setiap pelanggaran terhadap hak negara lain menyebabkan negara tersebut wajib untuk memperbaiki pelanggaran hak itu. Apabila kewajiban internasional ini dilanggar sehingga merugikan pihak lain, maka lahirlah tanggung jawab negara. Itulah sebabnya mengapa hukum internasional melembagakan kewajiban tersebut sebagai prinsip yang fundamental 19 . Menurut Karl Zemanek, pertanggungjawaban negara memiliki pengertian sebagai suatu tindakan salah secara internasional, yang dilakukan suatu negara terhadap negara lain, yang menimbulkan akibat tertentu bagi negara pelakunya dalam bentuk kewajiban-kewajiban baru terhadap korban. 20 Lebih lanjut lagi, pertanggungjawaban oleh negara biasanya diakibatkan oleh pelanggaran atas hukum internasional. Negara dikatakan bertanggungjawab dalam hal negara tersebut melakukan pelanggaran atas perjanjian internasional, melanggar kedaulatan wilayah negara lain, menyerang negara lain, menciderai perwakilan diplomatik 19 Lihat Pasal 2 Draft Articles on State Responsibility yang menyatakan bahwa “every state is subject to the possibility of being held to have commited an internationally wrongful act entailing its national responsibility ”, dikutip dari Marina Spinedi et.al ed, United Nations Codification of State Responsibility, Oceana Publications, Inc., New York, 1987, hlm. 32 20 Karl Zemanek, Responsibility of States: General Principles, dalam Rudolf L. Bindshdler, et. al., Encyclopedia of Public International Law, 10, State Responsibility of States, International Law and Municipal Law, Jilid ke-10, Amsterdam: Elsevier Science Publisher B.V., 1987, hlm. 363.