Dalam teknik pengumpulan menggunakan wawancara. Peneliti memilih melakukan wawancara mendalam, ini bertujuan
untuk mengumpulkan informasi yang kompleks, yang sebagian besar berisi pendapat, sikap, dan pengalaman pribadi.
49
Adapun informan yang diwawancarai oleh penulis adalah Prof. Dr. Sigit
Riyanto, S.H., LL.M yang merupakan Guru Besar dan Pakar Hukum Perjanjian Internasional, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta dan
Prof. Hikmahanto Juwana, Guru Besar dan Pakar Hukum Internasional, Universitas Indonesia, Jakarta.
Untuk menghindari kehilangan informasi, maka peneliti meminta ijin kepada informan untuk menggunakan alat perekam.
Sebelum dilangsungkan wawancara mendalam, peneliti menjelaskan atau memberikan sekilas gambaran dan latar belakang secara ringkas
dan jelas mengenai topik penelitian.
3.4 Analisis Data
Metode analisa data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif
digunakan karena penelitian ini mencoba untuk membangun atau
49
Sulistyo-Basuki. 2006. Metode Penelitian. Wedatama Widya Sastra dan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, Jakarta, hlm. 173.
menghasilkan sebuah teori dari bawah induktif.
50
Peneliti mengumpulkan datainformasi, kemudian mengklasifikasikan data
berdasarkan kategori dalam upaya menemukan pola atas realitagejala yang terjadi. Selanjutnya, penelitian yang dihasilkan
berbentuk deskriptif analitis. Dengan dilakukannya pengolahan dan analisis dari data yang telah penulis kumpulkan, maka penulis akan
menggunakan unsur-unsur dari data tersebut terhadap objek penelitian yang ada, untuk kemudian ditarik suatu kesimpulan.
50
John W. Creswell, 1994, Research Design: Qualitative and Quantitative Approach, Sage Publication Inc, Sage, hlm. 5.
47
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
4.1 Pencemaran Asap Lintas Batas dan ASEAN Agreement on
Transboundary Haze Pollution 4.1.1.
Sejarah Pencemaran Asap Lintas Batas di Asia Tenggara
Kebakaran hutan di Indonesia telah banyak tercatat sejak abad kesembilan belas
51
. Kebakaran hutan yang kemudian menyebabkan pencemaran asap haze pollution
merupakan salah satu isu yang selalu hangat untuk dibicarakan, baik dalam lingkup nasional, regional, maupun
internasional. Hal ini dikarenakan kebakaran hutan telah terjadi sejak lama dan frekuensi kebakaran hutan terus
meningkat di Indonesia setiap tahunnya. Hal ini diperparah apabila sudah memasuki musim kemarau.
Kebakaran hutan mulai marak terjadi di Indonesia pada tahun 1980an dimana pada saat itu khusus bagi
Indonesia izin-izin pembukaan hutan untuk perkebunan di
51
Helena Varkkey, “Patronage Politics, Plantation Fires and Transboundary Haze”, Environmental Hazards
January; 2013, hlm. 201
Indonesia mulai dilegalkan oleh pemerintah demi pemanfaatan sumber daya alam secara optimal. Namun,
seiring dengan maraknya izin-izin perkebunan yang dilegalkan membuat pendayagunaan hutan semakin tidak
terkontrol. Sehingga keseimbangan ekosistem hutan menjadi kurang di perhatikan oleh pemerintah.
Secara kronologis kebakaran hutan di Indonesia terjadi dalam beberapa periode, yaitu dari tahun 1982-1983,
1997-1998, 2005 hingga tahun 2010 serta periode 2011- 2012 dan yang terbaru adalah Kebakaran hutan pada tahun
2013 dan 2015 yang memberikan dampak yang besar terhadap isu lingkungan terutama pencemaran asap lintas
batas. Namun, salah satu kebakaran hutan yang cukup parah terjadi pada tahun 1997 yang menyebabkan
pencemaran asap ke beberapa Negara tetangga di sekitar Asia Tenggara, seperti Malaysia dan Singapura Gambar 1.