Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

Masalah lingkungan global merupakan refleksi masyarakat internasional atas adanya pembangunan yang mengakibatkan kerusakan dan pencemaran lingkungan. Meadows memberikan laporan berbagai masalah yang menimpa banyak Negara di dunia dalam sebuah laporannya yang berjudul The Limits to Growth, suatu laporan kepada The Club of Rome Project on the Predicament of Mankind . Publikasi tersebut yang merupakan laporan pertama kepada The Club of Rome 1972 mengemukakan tentang adanya 5 lima faktor pokok yang menentukan, dan pada akhirnya membatasi pertumbuhan di planet bumi, yaitu “… pollution, agriculture production, natural resources, industrial production, and pollution ”. 3 Dewasa ini, masalah lingkungan yang terjadi di suatu Negara atau kawasan tertentu tidak hanya berdampak kepada negara itu sendiri, ttetapi juga berpengaruh pula pada negara atau kawasan lain. Kebanyakan masalah lingkungan yang bersifat lintas Negara ini adalah masalah pencemaran lingkungan. Salah satu contoh nyata dari masalah diatas adalah masalah kebakakaran hutan di Indonesia, dimana Kebakaran hutan yang terjadi di Sumatera dan Kalimantan, 3 Donella H. Meadows et al, 1974, The Limits to Growth, A Signet Book, Potomac Associates Book 2 nd ed, New York, hlm. xi. tidak hanya berdampak kepada Indonesia sebagai negara sumber kebakaran hutan, tetapi dampaknya juga dapat dirasakan oleh Malaysia dan Singapura. 4 Menyadari bahwa masalah ini bukan hanya masalah satu negara sendiri, namun juga menjadi masalah bagi negara tetangga, maka negara yang terdapat di kawasan atau regional tertentu perlu melakukan suatu perjanjian atau kerja sama sebagai upaya untuk menemukan solusi dan mengatasi masalah lingkungan tersebut. Dalam menyikapi hal ini, ASEAN sebagai salah satu organisasi kawasan yang telah dirintis kurang lebih 30 tahun telah menyepakati beberapa kerja sama di berbagai bidang kegiatan, di antaranya kerja sama politik, ekonomi dan budaya, termasuk bidang kerja sama di bidang lingkungan hidup. Salah satu bentuk komitmen ASEAN terhadap isu lingkungan hidup, maka pada tanggal 30 April 1 Mei 1981 di Manila diadakan pertemuan pertama para Menteri Lingkungan Hidup yang berhasil merumuskan kerangka kerja sama ASEAN dalam bidang lingkungan yang dituangkan dalam Manila Declaration on the ASEAN Environment yang bertujuan untuk: 5 4 Supriadi, 2010, Hukum Lingkungan di Indonesia, Cetakan ketiga, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 42. 5 Siti Sundari Rangkuti, 2000, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional , Airlangga University Press, Edisi Ketiga, Surabaya, hlm. 47. “To ensure the protection of the ASEAN environment and the sustainability of its natural resources so that it can sustain continued development with the aim of eradicating poverty and attaining the highest possible quality of life of the people of the ASEAN countries.” Lebih lanjut lagi pada Tahun 2002, dalam upaya ASEAN untuk mencegah polusi asap melalui kerangka kerja sama telah disepakati sebuah perjanjian regional ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution. Pembuatan AATHP ini adalah bentuk komitmen ASEAN untuk menyudahi permasalah kabut asap yang setiap tahunnya terjadi di wilayah Asia Tenggara. Berdasarkan pada pertemuan menteri lingkungan hidup ASEAN dalam masalah polusi kabut asap lintas batas pada 13 Oktober 2006, Malaysia dan Singapura meminta kepada Indonesia untuk dapat segera menyelesaikan masalah Kebakaran hutan di negaranya. Protes Malaysia dan Singapura ini didasarkan pada alasan bahwa Kebakaran hutan tersebut telah mengakibatkan adanya polusi asap yang menimbulkan kerugian bagi kedua Negara tersebut. Sektor ekonomi, pariwisata dan kesehatan merupakan sektor yang paling terkena dampak oleh polusi kabut asap dari Indonesia, bahkan Malaysia mengecam Indonesia karena tidak mampu mengatasi masalah asap dan Indonesia harus membayar kompensasi akibat asap. 6 Kerugian sosial ekonomi dan ekologis yang timbul oleh kebakaran hutan cukup besar, bahkan dalam beberapa hal sulit untuk diukur dengan nilai Rupiah. Kerugian yang harus ditanggung oleh Indonesia akibat kebakaran hutan tahun 1997 dulu diperkirakan mencapai 5,96 trilyun Rupiah atau 70,1 dari nilai PDB sektor kehutanan pada tahun 1997. Malaysia yang juga terkena mengalami kerugian 300 juta Dolar Amerika di sektor industri dan pariwisata, sedangkan Singapura mengalami kerugian sekitar US 60 juta di sector pariwisata. 7 Seperti yang diketahui, polusi asap akibat kebakaran hutan bertentangan dengan prinsip “Sic utere tuo ut alienum non laedes”, yang menentukan bahwa suatu negara dilarang melakukan atau mengijinkan dilakukannya kegiatan yang dapat merugikan Negara lain. 8 Disisi lain, pencemaran asap ini juga telah bertentangan dengan prinsip good neighbourliness 9 , yang menyatakan bahwa kedaulatan wilayah suatu negara tidak boleh diganggu oleh negara lain. 6 Kuala Lumpur Suara Karya Online, http:www.suarakaryaonline.comnews.html?id=118116, diakses pada tanggal 17 Maret 2015, jam 14.12 WIB. 7 Portal Penelitian Universitas Andalas, “Dampak Kebakaran Hutan di Wilayah Sumatera Barat dan Riau Terhadap Perubahan Iklim Cl imate Change”, http:lp.unand.ac.id?pModule=newspSub=newspAct=detaildetail=210, diakses pada tanggal 18 Maret 2015, jam 13.36 WIB. 8 J.G, Starke, 1992, Pengantar Hukum Internasional, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 546 9 Sucipto, 1985, Sistem Tanggung Jawab dalam Pencemaran Udara, Malang, hlm. 82. Pencemaran kabut asap lintas batas di Asia Tenggara sebenarnya sudah terjadi sejak tahun 1997, namun hingga kini masalah haze pollution ini tetap menjadi agenda penting di ASEAN. Kebakaran hutan di pulau Sumatera dan Kalimantan merupakan daerah yang paling berkontribusi dalam pencemaran asap Malaysia dan Singapura. Pencemaran kabut asap mengakibatkan berbagai macam masalah. Tidak hanya masalah lingkungan seperti deforestisasi, tetapi juga menganggu sektor transportasi darat laut dan udara di Indonesia dan juga Negara tetangga. 10 Dalam rangka menyelesaikan permasalahan kabut asap tersebut, maka pada tahun 1995 ASEAN melakukan perundingan kerjasama dalam bentuk ASEAN Cooperation Plan on Transboundary Pollution . 11 Kemudian diikuti dengan Regional Haze Action Plan di tahun 1997. Lalu kemudian pada tahun 2002 ASEAN mengesahkan The ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution AATHP yang bertujuan untuk mencegah dan memantau pencemaran asap lintas batas Negara yang berasal dari kebakaran 10 Metro TV, http:metrotvnews0706, diakses pada tanggal 16 Maret 2015, jam 08.23 WIB. 11 Why Indonesia must ratify the ASEAN haze pollution treaty, http:www.thejakartapost.comnews20130714why-indonesia-must-ratify-asean-haze- pollution-treaty.html, diakses pada tanggal 17 Maret 2015, jam 15.47 WIB. hutan dan lahan. Tujuan ini secara ekplisit termaktub di dalam Pasal 2 AATHP: “The objective of this Agreement is to prevent and monitor transboundary haze pollution as a result of land andor forest fires which should be mitigated, through concerted national efforts and intensified regional and international co-operation. This should be pursued in the overall context of sustainable development and in accordance with the provisions of this Agreement.” Sebelum tahun 2014, Indonesia merupakan satu-satunya Negara yang belum ratifikasi AATHP. Sehingga setiap pertemuan dalam membahas Transboundary haze pollution ASEAN, Indonesia selalu dihadapkan dengan pertanyaan terkait ratifikasi AATHP oleh Indonesia. Akibatnya setiap pertemuan, Indonesia hanya hadir sebagai pengamat yang tidak memiliki hak suara. Hal ini pada akhirnya akan menyulitkan Indonesia dan ASEAN dalam rangka menyelesaikan masalah kabut asap di Asia Tenggara. Melalui Sidang Paripurna DPR 16 September 2014 akhirnya ratifikasi AATHP. 12 Hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan manfaat yang diperoleh Indonesia melalui ratifikasi AATHP, maka pada akhir periode DPR RI 2009-2014, RUU tentang Pengesahan AATHP disetujui oleh Indonesia. 12 Indonesia Ratifikasi soal Asap Lintas Batas, http:sains.kompas.com2020read2014091720032011Indonesia.2020Ratifika si.soal.Asap.Lintas.Batas, diakses pada tanggal 16 Maret 2015, jam 14.56 WIB. Terlepas dari alasan yang menyebabkan Indonesia menjadi negara peratifikasi terakhir AATHP, pengesahan UU tentang Pengesahan AATHP merupakan langkah maju bagi Indonesia untuk menunjukkan keseriusan dalam penanggulangan kebakaran hutan dan lahan. Permasalahan asap yang selama ini memojokkan Indonesia sebagai negara pencemar source state sebagian tanggung jawabnya akan menjadi tanggung jawab bersama negara-negara ASEAN. 13

1.2 Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka sekiranya sangat penting sekali mengkaji dan menelaah bagaimana pertanggungjawaban Indonesia terhadap asap lintas batas Negara pasca ratifikasi AATHP? Dan bagaimana mekanisme penyelesaian hukum terhadap pencemaran asap lintas batas Negara dalam lingkup ASEAN setelah ratifikasi AATHP? Selanjutnya adalah, bagaimana konsep pertanggungjawaban dan mekanisme di masa datang dalam transboundary haze pollution? 13 Teddy Prasetiawan, 2014, Implikasi Ratifikasi AATHP Terhadap Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Indonesia, Info Singkat, Vol. VI, No. 19IP3DIOktober2014 , Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi P3DI, Sekretariat Jenderal DPR RI, Jakarta, hlm. 11.

1.3 Tujuan Penelitian

Suatu penelitian yang dilakukan tentu harus mempunyai tujuan dan manfaat yang ingin diperoleh dari hasil penelitian. Dalam merumuskan tujuan penelitian, penulis berpegang pada masalah yang telah dirumuskan. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pertanggungjawaban Indonesia terhadap asap lintas batas negara pasca ratifikasi AATHP. Di sisi lain, penelitian ini juga bertujuan untuk mengkaji mekanisme penyelesaian hukum terhadap pencemaran asap lintas batas Negara dalam lingkup ASEAN. Selanjutnya, penelitian ini juga bertujuan untuk membuat konsep pertanggungjawaban dan mekanisme di masa datang dalam transboundary haze pollution

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat Akademis Manfaat akademis yang diharapkan adalah bahwa hasil penelitian dapat dijadikan rujukan bagi upaya pengembangan Ilmu Hukum, dan berguna juga untuk menjadi referensi bagi mahasiswa, peneliti, dan ilmuwan yang melakukan kajian atau penelitian terhadap tanggung