Perubahan Sosial dan Kebudayaan

4.Faktor-faktor yang mempengaruhi Jalannya proses perubahan Di dalam masyarakat dimana terjadi suatu proses perubahan, terdapat faktor-faktor yang mendorong jalannya perubahan yang terjadi. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah: a. Kontak dengan kebudayaan lain. Salah satu proses yang menyangkut hal ini adalah diffusion. Difusi adalah proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari individu ke individu lain, dan dari satu masyarakat ke masyarakat lain. Dengan proses tersebut masyarakat mampu menghimpun penemuan-penemuan baru yang dihasilkan. b. Sistem pendidikan formal yang maju. Pendidikan mengajarkan kepada individu aneka macam kemampuan. Pendidikan memberikan nilai-nilai tertentu bagi manusia, terutama dalam membuka pikirannya serta menerima hal-hal baru dan juga bagimana cara berpikir secara ilmiah. c. Sikap menghargai hasil karya seseorang dan keinginan-keinginan untuk maju. Apabila sikap tersebut melembaga dalam suatu masyarakat, maka masyarakat akan merupakan pendorong bagi usaha-usaha penemuan baru. d. Sistem terbuka lapisan masyarakat. Sistem terbuka memungkinkan adanya gerak sosial vertical yang luas atau berarti atau memberi kesempatan kepada para individu untuk maju atas dasar kemampuan diri sendiri. Dengan keadaan demikian, seseorang mungkin akan mengadakan identifikasi dengan warga-warga yang mempunyai status lebih tinggi. Identifikasi merupakan tingkah laku yang sedemikian rupa, sehingga seseorang meras berkedudukan sama dengan orang atu golongan lain yang dianggap lebih tinggi dengan harapan agar diberlakukan sama dengan golongan tersebut. e. Penduduk yang heterogen. Masyarakat terdiri dari kelompok-kelompok sosial yang mempunyai latar-belakang kebudayaan yang berbeda, ras yang berbeda, ideologi yang berbeda dan seterusnya, mempermudah terjadinya pertentangan-pertentangan yang mengundang kekgoncangan-kegoncangan. Keadaan-keadaan tersebut mempermudah terjadinya perubahan-perubahan dalam masyarakat. f. Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupsn tertentu. Ketidakpuasan yang berlangsung terlalu lama dalam masyarakat berkemungkinan besar akan mendatangkan revolusi. g. Orientasi ke masa depan h. Nilai bahwa manusia harus senantiasa berikhtiar terjadinya perubahan 5. Faktor-faktor Yang Menghalangi terjadinya Proses Perubahan a. Kurangnya hubungan dengan masyarakat lain. Kehidupan asing menyebabkan sebuah masyarakat tidak mengetahui perkembangan-perkembangan apa yang terjadi pada mamsyarakat lain yang mungkin akan memperkaya kebudayaannya sendiri. Hal itu juga menyebabkan bahwa para warga masyarakat terkukung pola-pola pemikirannya oleh tradisi. b. Perkembangan ilmu pengetahuan yang terlambat. Hal ini mungkin disebabkan hidup masyarakat tersebut terasing dan tertutup atau mungkin karena lama dijajah oleh masyarakat lain. c. Sikap masyarakat yang sangat tradisionil. Suatu sikap yang mengagung-agungkan tradisi dan masa lampau serta anggapan bahwa trasdisi secara mutlak tidak dapat diubah, menghambat jalannya proses perubahan. d. Adanya kepentingan-kepentingan yang telah tertanam dengan kuat. Dalam organisasi sosial yang mengenal sistem sosial pasti akan ada sekelompok orang yang menikmati kedudukan perubahan-perubahan. Misalnya dalam mamsyarakat feodal atau masyarakat yang sedang mengalami transisi. e. Rasa takut akan terjadinya kegoyahan pada integritas kebudayaan. Memang harus diakui kalo tidak mungkin integrasi semua unsur-unsur kebudayaan bersifat sempurna. Beberapa perkelompokkan unsur-unsur tertentu mempunyai drajat integritas tinggi. Maksudnya unsur-unsur luar dikhawatirkan akan menggoyahkan integrasi dan menyebabkan perubahan-perubahan pada aspek-aspek tertentu masyarakat. f. Prasangka terhadap hal-hal baru atau asing atau sikap yang tertutup. Sikap-sikap demikian banyak dijumpai pada masyarakat-masyarakat yang pernah dijajah bangsa- bangsa barat. g. Hambatan-hambatan yang bersifat ideologis. Setiap usaha pada unsur-unsur kebudayaan rohaniah. Biasanya diartikan sebagai usaha yang berlawanan dengan ideologi masyarakat yang sudah menjadi dasr integritas masyarakat tersebut. h. Adat atu kebiasaan. Adat atau kebiasaan merupakan pola-pola perilaku bagi anggota masyarakat di dalam memenuhi semua kebutuhan pokoknya. Apabila kemudian pola-pola perilaku tersebut efektif di dalam memenuhi kebutuhan pokok, krisis akan muncul. Mungkin adat atau kebiasaan yang mencakup bidang kepercayaan, sistem mata pencaharian, cara berpakaian tertentu, begitu kokoh sehingga sukar untuk diubah.

I. Masyarakat dan Unsur-Unsur Persamaan Kebudayaan

Sejak lama para sarjana tertarik akan adanya bentuk-bentuk yang sama dari unsur- unsur kebudayaan diberbagai tempat yang sering kali jauh letaknya satu sama lain. Ketika cara berpikir mengenai evolusi kebudayaan berkuasa, para sarjana menguraikan gejala persamaan itu dengan keterangan bahwa persamaan-persamaan itu disebabkan karena tingkat-tingkat yang sama dalam proses evolusi kebudayaan di berbagai tempat di muka bumi. Sebaliknya ada juga uraian-uraian lain yang mulai tampak di kalangan ilmu antropologi, terutama waktu cara berfikir mengenai evolusi kebudayaan mulai kehilangan pengaruh, yaitu kira-kira pada akhir abad ke-19. Menurut uraian ini, gejala persamaan unsur-unsur kebudayaan di berbagai tempat di dunia disebabkan karena persebaran atau difusi dari unsur-unsur itu ke tempat–tempat tadi. Selanjutnya diterangkan bahwa menurut Garebner yang disebutnya satu Kulturkreise. 19 Maksud istilah itu adalah lingkaran kebudayaan di muka bumi yang mempunyai unsur-unsur kebudayaan yang sama. Metode klasifikasi unsur-unsur kebudayaan dari berbagai tempat di muka bumi ke dalam berbagai kulturkreis itu diterangkan dalam bukunya yang menjadi sangat terkenal, yaitu Methode der Etnologie 1911 dalam Koentjaraningrat. Prosedur klasifikasi itu berjalan sebagai berikut: 1. Seseorang peneliti mula-mula harus melihat di tempat-tempat mana di muka bumi terdapat unsur-unsur kebudayaan yang sama. Misalnya di tiga kebudayaan di tempat- tempat yang kita sebut A, B, dan C yang letaknya saling berjauhan, terdapat unnsur- unnsur kebudayaan a yang sama, maka unsur itu yang di A kita sebutkan a,di B kita namakan a, di C adalah a. Persamaan akan kesadaran tadi dicapai dengan alasan pembandingan berupa ciri-ciri, atau kualitas, dari ketiga unsur tadi, dan disebut Qualitats Kriterium. 2. Si peneliti kemudian harus melihat apakah di A ada unsur-unsur lain yang sama dengan unsur-unsur di B dan C; dan misalkan ada unsur b,c, d, dan e di A yang sama dengan unsur-unsur b, c, d, dan e di C, maka alasan pembandingan berupa suatu jumlah banyak kuantitas dari berbagai unsur kebudayaan tadi di sebut Quantitats Kriterium. Tiap kelompok unsur-unsur yang sama tadi, yaitu a b c d e, a’ b’ c’ d’ e’ dan a” b” c” d” e”, masing-masing disebut Kulturkomplex. 19 Koentjaraningrat,Sejarah Teori Antropologi, Jakarta: Universitas Indonesia, 1987, h. 112-113. 3. Akhirnya peneliti menggolongkan ketiga tempat itu, yaitu A, B dan C, dimana terdapat ketiga Kultu rkomplex tadi, menjadi satu, seolah-olah memasukkan ketiga tempat di atas peta bumi bumi itu ke dalam satu lingkaran. Ketiga tempat tadi itu menjadi Kulturkreis. Dengan melanjutkan prosedur tersebut, maka di atas peta bumi akan tergambar berbagai Kulturkreis, yang saling berpadu dan bersimpangisiur. Dengan demikian akan tampak gambaran atau difusi dari unsur-unsur kebudayaan di masa yang lampau. Berhubungan dengan perhatian terhadap masalah persebaran kebudayaan tersebut di atas, ada seorang sarjana ilmu hayat yang merangkap ilmu bumi bernama F. Ratzel 1844-1904 yang pernah mempelajari berbagai bentuk senjata busur di berbagai tempat di Afrika. Ia banyak menemukan persamaan bentuk pada busur-busur di berbagai tempat di Afrika itu, dan kemudian juga pada unsur-unsur kebudayaan lain, seperti bentuk rumah, topeng,pakaian dan lain-lain. Anggapan dasar para sarjana tadi dapat diringkaskan sebagai berikut: Kebudayaan manusia itu pangkalnya adalah satu, dan di suatu tempat yang tertentu, yaitu pada waktu mahluk manusia baru muncul di dunia ini. Kemudian kebudayaan induk itu berkembang, menyebar, dan pecahah ke dalam banyak kebudayaan baru karena pengaruh keadaan lingkungan dan waktu. Oleh Karena itu dari penjelasan teori kulturkreise di atas dapat dihubungkan dengan realitas kebudayaan secara univesal yakni gejala-gejala persebaran atau difusi kebudayaan yang ada di indonesia terdapat kesamaan unsur-unsur di dalamnya. Secara umum terdapat bebrapa deminsi yang menjelaskan kekhasan suatu bangsa. Unsur-unsur identitas itu secara normatif berbentuk sebagai nilai, bahasa, adat istiadat, dan letak geografis. 20 Selanjutnya keterkaitan antara teori tersebut akan dijelaskan pada hasil kajian ilmiah ini apakah ada hubungan serta interpretasi dari hasil kajian tersebut. Masyarakat dan kebudayaan adalah dwi tunggal yang tidak bisa dipisahkan. Ada yang memamandang masyarakat dari sudut pandang kebudayaan dengan alasan bahwa unsur kebudayaan merupakan unsur terpenting dari masyarakat, ada yang memandang masyarakat dari aspek organisasi dan kerja sama karena unsur inilah yang terpentingdalam kehidupan bermasyarakat. Dan ada pula yang memandang sebagai kelompok-kelompok karena kelompok adalah unsur yang menentukan kehidupan masyarakat. Berikut ini adalah sejumlah pengertian dari beberapa ahli mengenai masyarakat. Kehidupan masyarakat harus dipandang sebagai suatu sistem atau sistem sosial, yaitu suatu keseluruhan bagian-bagian atau unsur- unsur yang saling berhubungan dalam suatu kesatuan. Menurut Koentjaraningrat masyarakat 20 A. Ubaedillah, Abdul Rozak, Demokrasi Hak Asasi Manusia, Dan Masyarakat Madani, Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,2000, h. 97. adalah “kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat tertentu yang bersifat kontinyu dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama”. 21 Sementara menurut Horton dan Hunt dalam M. Bambang Pranowo mengatakan;masyarakat adalah “suatu organisasi manusia yang saling berhubungan satu sama lain, sedangkan kebudayaan adalah sistem norma dan nilai yang terorganisasi yang menjadi pegangan masyarakat tersebut”. 22 Kemudian selanjutnya menurut Selo Soemardjan dalam Jacobus Ranjabar mengatakan; masyarakat adalah “orang-orang yang hidup bersama, yang menghasilkan kebudayaan”. 23 Dari beberapa definisi di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa masyarakat adalah suatu kelompok manusia yang saling berhubungan:pengaruh- mempengaruhi; mempunyai norma-norma; memiliki identitas yang sama; dan memiliki teritorial kewilayahan tertentu. Untuk memberikan penjelasan yang cukup detail mengenai unsur-unsur masyarakat untuk membedakannya dengan istilah lain seperti komunitas, perkumpulan dan lain sebagainya adalah: 1. Adanya kelompok manusia yang berinteraksi Syarat pertama yang harus ada dalam kehidupan masyarakat adanya interaksi diantara anggota kelompok masyarakat tersebut, berlansung lama, saling pengaruh mempengaruhi dan memiliki prasarana untuk berinteraksi. 2. Adanya Norama-norma dan adat istiadat Kehidupan masyarakat akan berlangsung tertib manakalah terdapat norma-norma yang diterapkan secara kontinyu dan teratur, sehingga menjadi adat istiadat yang khas untuk masyarakat tersebut yang menjadi pembeda dengan masyarakat lainnya. 3. Adanya identitas yang sama Unsur lain yang membentuk adanya masyarakat adalah adanya identitas yang sama yang dimiliki oleh warga masyarakatnya, bahwa mereka memamang merupakan suatu kesatuan khusus yang berbeda dengan kesatuan-kesatuan lainnya. 21 M. Bambang Pranowo, Sosiologi Sebuah Pengantar, h. 128. 22 Rahardjo, Pengantar Sosiologi Pedesaan Dan Pertanian, Yogyakarta: Gadjah Madah University Press, 1999, h. 62. 23 Jacobus Ranjabar, Sistem Sosial Budaya Indonesia Suatu Pengantar, Bogor: Ghalia Indonesia, 2006, h. 10. 4. Adanya batas wilayah Suatu masyarakat umumnya mempunyai batas-batas wilayah yang jelas. Batas-batas itu sering menjadi petunjuk bagi pengamat untuk memgetahui jenis suku bangsa yang menghuni wilayah tersebut. Oleh karena itu masyarakat tidak dapat dipisahkan dari manusia karena hanya manusia saja yang hidup bermasyarakat. Sebaliknya manusia pun tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat. Dengan adanya kebudayaan di dalam masyarakat itu adalah sebagai bantuan yang sangat besar sekali pada individu-individu, baik dari sejak permulaan adanya masyarakat sampai kini. Setiap kebudayaan adalah sebagai jalan atau arah di dalam bertindak dan berpikir, sehubungan dengan pengalaman-pengalaman fundamental, oleh sebab itulah kebudayaan tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat. J. Kerangka Berpikir Pola interaksi masyarakat pendatang terhadap masyarakat lokal di Sumbawa barat studi di kecamatan Maluk Kabupaten Sumbawa Barat menggambarkan suatu bentuk- bentuk umum dalam suatu sudut pandang interaksi sosial pada suatu komunitas masyarakat. Telah dijelaskan secara teoritis bahwa bentuk umum proses-proses sosial adalah interaksi sosial yang juga dapat dinamakan proses sosial. Oleh karena intreaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Bentuk-bentuk lain dari proses-proses sosial hanya merupakan bentuk-bentuk khusus dari interaksi sosial. Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis, yang menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan, antara kelompok- kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia. Jelaslah dapat diterangkan bahwa dengan keeradaan masyarakat suatu interaksi sosial itu dapat dilakukan. Oleh karena itu dengan berinteraksi mengarahkan kehadiran masyarakat itu sendiri kearah perubahan, baik cara berpikir, gaya hidup, tingkah laku dan peran seseorang dalam suatu sistem masyarakat. Namun dalam konteks interaksi faktor budaya menjadi latar belakang yang sangat penting, karena melihat budaya menjadi tolak ukur dan acuan oleh seseorang untuk bergaul antar sesama sehingga menghasilkan kerja sama dan mencapai tujuan yang sama. Seseorang akan bergaul sesuai dengan apa yang diharapkan yakni mengarah pada bentuk-bentuk perilaku yang positif terhadapnya tentu dipengarui oleh latar belakang dan norma-norma yang sesuai dengan paham mereka yang dianut dalam ajaran kebudayaannya. yang menjadi permasalahan pokok dan asumsi dasar dalam hal ini adalah pola berinteraksi masyarakat pendatang terhadap masyarakat lokal sehingga membentuk suatu masyarakat yang dinamakan masyarakat yang ideal baik dilihat dari sudut pandang agama, budaya,sosial dan ekonomi. Pembahasan dalam kerangka berfikir ini, yang mencakup ruang lingkup yang luas, merupakan serangkaian muatan-muatan ilmu pengetahuan mengenai interaksi sosial yang akan dilakukan pada tingkat penelietian akan dilakukan. Maka pembahasan akan dibatasi pada bentuk-bentuk interaksi sosial yaitu bentuk-bentuk yang tampak apabila orang perorangan ataupun kelompok-kelompok manusia itu mengadakan hubungan suatu sama lain. BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kecamatan Maluk, Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan September 2013.

B. Metode Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif Pada dasarnya sebuah penelitian sosial dilakukan untuk memahami berbagai hal berkaitan dengan dinamika kehidupan sosial masyarakat. Walaupun demikian, berbagai pengalaman melakukan serangkaian prosedur penelitian menunjukkan bahwa ternyata metode penelitian kuantitatif tidak dapat sepenuhnya mengungkap kehidupan sosial secara rinci dan mendalam. Metode penelitian kuantitatif ternyata tidak dapat digunakan untuk mengungkap dinamika kehidupan sosial secara utuh. Penelitian kuantitatif menjadi tidak tepat atau dirasa kurang tepat digunakan apabila ingin meneliti kehidpan sosial secara rinci karena dengan alasan-alasan seperti: 1 kehidupan sosial yang diteliti sangat kompleks; dan 2 hasil penelitian tidak memuaskan karena banyak hal yang belum dapat dijelaskan oleh hasil penelitian tersebut. Menurut Taylor dan Bogdan dalam Bagong Suyanto dan Sutinah Pengertian penelitian kualitatif dapat diartikan sebagai “penelitian yang menghasilkan data deskriptif mengenai kata-kata lisan maupun tertulis, dan tingkah laku yang dapat diamati dari orang-orang yang diteliti”. 24 Penelitian kualitatif yang berakar dari paradigma interpretatif, pada awalnya muncul dari ketidakpuasan atau reaksi terhadap paradigma positivist, yang menjadi akar penelitian kuantitatif. Untuk mengadakan pengkajian selanjutnya terhadap istilah penelitian kualitatif perlu kiranya dikemukakan beberapa definisi. Pertama, Bogdan dan Taylor 1975: 5 dalam Lexi J. Moleong mendefinisikan “metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif yang berupa data-data tertulis atau lisan dari orang-orang yang 24 Bagong Suyanto, Sutinah, Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan, Jakarta: Kencana, 2007, h. 166. diamati”. 25 Menurut mereka, pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik utuh. Jadi, dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan. Sejalan dengan definisi tersebut, Kirk dan Miller 1986:9 dalam Lexi J.Moleong mendefinisikan penelitian kualitatif adalah “tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya”. 26 Kemudian menurut Sugiyono 2007:32 dalam Andi Prastowo asumsi tentang gejala dalam jenis penelitian kuantitatif dan kualitatif berbeda. Asumsi tentang gejala dalam penelitian kuntitatif adalah “bahwa gejala dari suatu obyek penelitian bersifat tunggal dan parsial”. 27 Asumsi tentang gejala dalam jenis penelitian kualitatif adalah bahwa gejala dari suatu objek itu sifatnya tunggal dan parsial. Dengan demikian, berdasarkan gejala tersebut peneliti kuantitatif dapat menetukan variabel-variabel yang dapat diteliti. Sedangkan menurut pandangan penelitian kualitatif, gejala itu bersifat holistik menyeluruh sehingga penelitian kualitatif tidak akan menerapkan penelitiannya hanya berdasarkan variabel penelitian, keseluruhan situasisosial yang diteliti yang meliputi aspek tempat place, pelaku actor, dan aktivitas aktivity yang berinteraksi secara sinergis. Metode penelitian kualitatif dibedakan dengan metode penelitian kuantitatif dalam arti metode penelitian kualitatif tidak mengandalkan bukti berdasarkan logika matematis, prinsip angka, atau metode statistik. Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran atau suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan metode dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambar-gambar atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Menurut Whitney 1960 dalam Moh. Nazir bahwa;“metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat”. 28 Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan, kegiatan- kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandanganserta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena. Dalam metode deskriptif peneliti bisa saja membandingkan fenomena-fenomena tertentu sehingga merupakan suatu studi komperatif. 25 Lexi J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2006,Cet. VII, h. 3. 26 Ibid.h. 3. 27 Andi Prastowo, MemahamiMetode-metodePenelitian, Yoyakarta: AR-ruzMedia, 2011, h. 48. 28 Moh.Nazir,MetodePenelitian, Darussalam: Ghalia Indonesia, 1983, h. 63. Tujuan utama dalam menggunakan metode ini adalah untuk menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara berjalan pada saat penelitian dilakukan, dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu Travers, 1978 dalam Consuelo G. Sevilla dan kawan-kawan. 29 Ada beberapa teori pendekatan yang digunakan untuk penelitian kualitatif yaitu, perspektif ke dalam fenomenologis, interaksi simbolis,dan etnometodologi. Hakikat dari metode kualitatif adalah totalitas atau gestalt, yaitu ketetapan interpretasi bergantung kepada ketajaman analisis, objektivitas, sistematik dan sistemik, bukan pada statistika dengan menghitung beberapa besar probalitasnya bahwa peneliti benar dalam interpretasinya.

C. Teori dan Pendekatan Yang Menjadi Dasar

Penggunaan metode kualitatif pertama-tama dikenal dalam studi-studi dari Chicago school di tahun 1910-1940. Selama periode ini peneliti-peniliti Universitas Chicago menghasilkan penelitian-penelitian dengan pengamatan terlibat partisicipant observation dan berdasarkan pada catatan pribadi personal document. Berbagai penelitian yang dilakukan tersebut berakar dari sebuah paradigma yang disebut ‘paradigma interpretatif’. Pada perkembangan selanjutnya penelitian kualitatif banyak digunakan dalam studi-studi antropologi, sosiologi dan studi psikologi sosial. Setidaknya ada tiga pendekatan yang termasuk dalam paradigma interpretatif, yaitu pendekatan fenomenologis, interaksi simbolis dan etnometodelogi. Perspektif fenomenologis phenomenologhy lihat Deutcher, 1973 yang memiliki sejarah panjang dalam filosofi dan sosiologi mempelajari bagaimana kehidupan sosial ini berlangsung dan melihat tingkah laku manusia yang meliputi apa yang dikatakan dan diperbuat sebagai hasil dari bagaimana manusia mendefinisikan dunianya. Berdasarkan pemikiran ini maka untuk mengerti sepenuhnya bagaimana kehidupan sosial tersebut berlangsung maka harus memahaminya dari sudut pandang pelakunya sendiri. Selanjutnya, dari sudut pandang teori dan pendekatan interaksionis simbolis, semua perilaku manusia pada dasarnya memiliki socia lmeanings makna-makna sosial. Makna- makna sosial dari perilaku manusia yang melekat pada dunia sekitarnya penting dipahami. Blumer lihat Taylor dan Bogdan, 1984: 9-10 mengembangkan tiga premis sehubungan dengan hal tersebut, yaitu: 1 manusia bertindak terhadap sesuatu orang berdasarkan bagaimana mereka memberi arti terhadap satu orang tersebut; 2 ‘meanings’ atau makna 29 Consuelo G. Sevilla et.al, PengantarMetodePenelitian, Jakarta: Universitas Indonesia Press, h. 71. merupakan produk sosial yang muncul dari interaksi sosial; dan 3 ‘social actor’ memberi makna dari proses interpretasi. Sedangkan pendekatan etnometodologi lebih merajuk pada bidang yang diteliti, yaitu tentang bagaimana individu menciptakan dan memahami kehidupannya sehari-hari. Dalam hal ini yang ingin dipahami adalah bagaimana orang-orang melihat, menerangkan dan menguraikan keteraturan dunia tempat hidupnya. Fokus penelitiannya adalah realitas dari kehidupan sosial sehari-hari. Jadi yang dipentingkan adalah hal-hal yang nyata dan apa adanya menurut yang dilihat dan diketahui. Bendasarkan pemikiran pada pendekatan- pendekatan tersebut maka peneliti harus dapat “menangkap” proses interpretasi dan melihat segala sesuatu dari sudut pandang orang yang diteliti. Pendekatan ini berasumsi bahwa peneliti tidak memenuhi segala sesuatu dari orang-orang yang diteliti. Menggunakan pendekatan-pendekatan ini peneliti berusaha mendalami aspek ‘subjektif’ dari perilaku manusia dari cara ‘masuk’ ke dalam dunia-dunia konseptual orang yang diteliti. Dengan cara tersebut diharap peneliti dapat mengerti bagaimana makna sosial dan wacana-wacana dikembangkan dalam kehidupan sehari-harinya. Pemahaman mengenai dasar teori dan pendekatan dari penelitian kualitatif sangatlah penting dipahami mengapa penelitian kualitatif berbeda dengan metode penelitian kuantitatif. Dari hal tersebut dapat dipahami mengapa penelitian kualitatif mengajukan research questions yang berbeda. Selain itu, penelitian kualitatif juga mencari kehidupan yang berbeda dari kehidupan sosial yang diteliti.karena itu penelitian kualitatif memerlukan prosedur penelitian yang berbeda. a. Variasi Penggunaan Teori dalam Penelitian Kualitatif Para peneliti kualitatif menggunakan teori dalam penelitian untuk tujuan-tujuan yang berbeda Pertama, dalam penelitian kualitatif, teori sering kali digunakan sebagai penjelasan atas perilaku dansikap-sikap tertentu.Teori ini bisa jadi sempurna dengan adanya variable-variabel, konstruk-konstruk, dan hipotesis-hipotesis penelitian. Misalnya, para ahli etnografi memanfaatkan tema-tema kultural atau “aspek-aspek kebudayaan” walcott, 1999:113 untuk dikaji dalam proyek penelitian mereka, seperti kontrol sosial, bahasa, stabilitas dan perubahan, atau organisasi sosial, seperti kekerabatan atau keluarga. Kedua, para penelitian kualitatif sering kali menggunakan perspektif teoritis sebagai panduan umum untuk meneliti gender, kelas, dan ras atau isu-isu lain mengenai kelompok marginal. Perspektif ini biasanya digunakan dalam penelitian advokasi partisipatoris kualitatif dan dapat membantu peneliti untuk merancang rumusan masalah,