sosiologi hukum, bahwa masalah-masalah sosiologi hukum menurut Durkheim dalam Alvin S. Johson adalah dilihatnya dalam dua segi: Pertama, faktor morfologis dan
khususnya demografis Jumlah kepadatan penduduk dan kedua faktor keagamaan atau lebih tepat: Pengaruh kepercayaan-kepercayaan akan yang keramat termsuk di dalamnya
pula, menurut Durkheim adanya hubungan-hubungan lepas dari agama.
51
Melihat adanya hubungan-hubungan antara kedua faktor ini , yang pertama tidak langsung karena
kepadatan materil tidak dapat diselsaikan dari kepadatan moril, yang lain bersifat langsung dengan taraf-taraf kesadaran kolektif, yang ragam-ragamnya ialah dasar-dasar
perubahan lemmbaga-lembaga hukum. Kesimpulan yang penting bahwa hukum, sebagaimana halnya agama, moral, estetika
pendeknya segala fenomena-fenomena sosial yang asasi, adalah sistem-sistem nilai-nilai, yang timbul dari cita-cita kolektif. Cita-cita yang kolektif ini merupakan dasar bagi gerak
lembaga-lembaga hukum; karena masyarakat tak menciptakan atau menciptakan kembali dirinya sendiri, tanpa sementara itu pula menciptakan suati cita, dengan ciptaan ini, ia
secarapriodik membuat dan mengubah dirinya sendiri. Tokoh masyarakat atau tokoh adat Kecamatan Maluk menuturkan bahwa sejak
banyaknya pendatang yang ada tampaknya terjadi pembaruan adat dan budaya di sejumlah lokasi tempat bermukim. Eksesnya semakin melonggar ikatan adat istiadat yang
sebelumnya dianut kuat oleh penduduk lokal.Sebagai contoh, dalam hal model bangunan rumah banyak diantara penduduk lokal merubah bentuk rumahnya cendrung pada model
rumah yang umum di tempat lain, yakni rumah permanen Rumah batu. Seperti diketahui sebelumnya bahwa masyarakat lokal di kecamatan Maluk memiliki rumah adat dengan
model rumah panggung dari bahan kayu dan sejenisnya. Semakin besar rumah atau semakin banyak tiang rumah panggungnya mencirikan status sosial ekonomi pemiliknya
relatif lebih baik dibandingkan dengan warga lainnya. Perubahan selera masyarakat atas model rumah juga diransang oleh harapan yaitu
untuk dijadikan rumah sewa kepada para pendatang. Tentunya secara ekonomis hal ini cukup diuntungkan, tetapi telah melonggarkan pertalian sosial yang diatur dalam adat dan
kebiasaan masyarakat. Perubahan model rumah sebagian penduduk, terutama yang memiliki kemampuan ekonomi mencerminkan perubahan gaya hidup mereka. Pada model
rumah asli yang dibangun atas nilai spirit atas adat setempat lebih sederhana baik dari segi
51
Alvin S. Johnson, Sosiologi Hukum, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006, h. 111.
kualitas, model dan fungsinya.Dalam hal ini penduduk lokal tidak lagi merasa terikat oleh adat kebiasaan menyangkut model rumah yang dikembangkan.
Dari hasil penelitian animo masyarakat lokal mengembangkan rumah dengan gaya kontemporer semakin tinggi. Sejumlah tokoh masyarakat mengungkapkan bahwa
keleluasaan penduduk memilih model bangunan rumah memang memungkinkan mengingat tidak ada sangsi sosial berkaitan dengan masalah perumahan tersebut.
Konsekuensinya adalah bagi penduduk yang tidak membangun rumah panggung adalah tidak adanya anggota masyarakat besenata Bergotong royong kebiasaan yang dilakukan
oleh masyarakat Sumbawa Tau samawa dalam membangun rumah sebagaimana lazimnya bila membangun rumah model panggung. Ditegaskan pula bahwa walaupun
yang dibangun adalah rumah panggung hasrat bergotong royong anggota masyarakat juga telah berkurang. Cerminan nilai-nilai adat yang masih melekat dalam bangunan rumah
baru masyarakat lokal terdapat pada bentuk atap rumah.Sebagian besar rumah batu permanen yang dibuat atapnya tetap mencirikan rumah khas suku samawa, seperti bentuk
konopi dan kongsol rumah bersusun. Berdasarkan gambaran tersebut, dapat ditegaskan bahwa meskipun masa perubahan sosial telah berlangsung cukup lama tampak bahwa
melekatnya nilai-nilai sosial tradisional pada masyarakat lokal.
I. Nilai-nilai Kekerabatan dan Perkawinan Suku Sumbawa Tau Samawa
Kekerabatan yang digunakan oleh masayarakat suku Sumbawa, yaitu sistem penarikan garis keturunan berdasarkan garis silsilah nenek moyang laki-laki dan
perempuan secara serentak. Dalam sistem kekerabatan ini, baik kerabat pihak ayah mapun pihak ibu diklasifikasikan menjadi satu dengan istilah yang sama, misal eaq untuk saudara
tua ayah atau ibu, dan nde untuk saudara yang lebih muda dari ayah atau ibu. Kelompok keluarga yang lebih luas yaitu pata, yaitu kerabat dari laki-laki atau wanita yang ditarik
dari kakek atau nenek moyang sampai derajat keenam, sehingga dalam masyarakat sumbawa dikenal sepupu satu, sepupu dua sampai sepupu enam. Mereka memiliki nilai
kekerabatan yang begitu kuat seperti tercermin dalam lawas: Ngungku ayam ling Samawa Denyut kehidupan di Sumbawa
Samung ling sanak do tokal Mengetuk hati kerabat di rantau Mole tu sakompal ate Pulang untuk menyatukan hati
Ate ku belo ke sempu Hatiku dekat dengan sepupu Kusalontak mega pitu Melampaui apa saja
Ngantung no ku beang bosan Tak bosan bergantung dan berharap Mara punti gama ina Seperti pohon pisang duhai ibunda
Den kuning no tenri tana Meski daunnya menguning tak mau jatuh ke tanah Mate bakolar ke lolo Mau hancur bersama sanak kerabat
Tata cara perkawinan dalam masyarakat sumbawa diselenggarakan dengan upacara adat yang kompleks, mengadopsi prosesi perkawinan adat Bugis-Makassar yang diawali dengan
bakatoan Barajak, basaputis, nyorong, dan upacara barodak pada malam hari menjelang kedua calon pengantin dinikahkan. Upacara barodak ini mengandung unsur-unsur kombinasi
ritual midodareni dan ruwatan dalam tradisi Jawa.Sebagian masyarakat Sumbawa percaya apabila upacara barodak ini tidak dilaksanakan akan muncul musibah bagi pengantin maupun
keluarganya dalam bentuk munculnya penyakit, seperti benjol-benjol di kepala disertai gatal- gatal, kesurupan, keluar darah dari mata bila menangis, tiba-tiba tulang rusuk keluar bebepa
centimeter, dan berbagai jenis penyakit aneh lainnya yang disebabkan melanggar upacara daur kehidupan. Selanjutnya pada sebagian masyarakat sumbawa yang mempercayai
pandangan ini, sandro Dukun berperan dalam menentukan hari baik, menemukan jenis benda yang digunakan untuk proses penyembuhan penyakit, serta melakukan pengobatan dan
membangun komunikasi secara gaib dengan leluhur si sakit. Akan tetapi, kepercayaan ini mulai nampak memudar seiring pemahaman mereka pada bidang kesehatan dan bergesernya
pola berpikir yang menganggap tidak masuk akal menghubungkan antara munculnya berbagai jenis penyakit tertentu ini dengan bentuk upacara adat daur kehidupan, selain juga
dianggap oleh sebagian masyarakat bentuk kepercayaan demikian ini sangat tidak Islami.Satu hal manarik dalam sistem perkawinan masyarakat Sumbawa yang dianggap ideal adalah
perkawinan antar saudara sepupu, seperti tampak dalam lawas:
Balong tau no mu gegan Secantik apapun seseorang jangan terlalu berharap Lenge sempu no gantuna Sejelek-jeleknya sepupu masih ada rasa sayangnya
Denganmu barema ngining Bersamamu mengarungi suka dan duka
Lawas ini berisi nasihat orang tua kepada anak laki-lakinya agar tidak mudah terpikat pada kecantikan seorang gadis yang tidak jelas asal-usulnya dan bukan berasal dari sanak
kerabat sendiri, sedangkan saudara sendiri walaupun tidak cantik tetapi memiliki garis keturunan yang jelas dan dapat dijadikan teman setia dalam mengarungi suka dan duka.
Lawas ini mengindikasikan bahwa adat-istiadat perkawinan dalam masyarakat sumbawa adalah mengutamakan mencari pasangan dari kerabat sendiri yang seringpula dirumuskan
dalam ungkapan peko-peko kebo dita atau biar bengkok tapi kerbau sendiri yang bermakna bangga terhadap kediriannya dan lebih mengutamakan milik sendiri.
Dalam perkawinan adat sumbawa juga terdapat pantangan yang dinamakan kawin sala basa atau perkawinan yang naif dilakukan karena dianggap tidak sejajar dalam garis silsilah
sehingga dianggap kurang santun dalam pandangan adat, seperti seorang paman mengawini anak saudara sepupunya walau dalam syariat islam diperbolehkan.
Delik perkawinan lain yang dianggap menyimpang adalah merarik atau melarikan anak gadis orang karena tidak mendapat restu dari kedua orang tua sendiri maupun orang tua gadis
pujaanya. Membawa kabur anak gadis Merarik bisa berakibat kemarahan bagi keluarga anak gadis yang dilarikan, ini sering diungkapkan dengan mengamuk dan merusak harta
milik keluarga pihak laki-laki sebagai luapan amarah, ketersinggungan harga diri pihak korban.Bagi anak lelaki yang melarikan anak gadis orang, harus segera minta perlindungan
pada pemuka adat atau pemuka masyarakat sebelum pihak keluarga wanita menemukannya, bila terlambat meminta perlindungan bisa berakibat fatal berupa kematian atau pembunuhan
oleh pihak keluarga wanita yang menurut adat-istiadat dibenarkan. Adapun tahapan-tahapan dalam pernikahan pada masyarakat Sumbawa yaitu :
1. Silahturrahmi antar kedua belah pihak keluarga Barajak
Barajak adalah pertemuan dua keluarga, atau silahturahhmi antar kedua keluarga. Dalam barajak ini lebih kepada perkenalan antar kedua belah pihak keluarga. Pihak
laki-laki datang menemui pihak perempuan dengan maksud ingin mengetahui apakah ada orang lain yang sudah meminang atau melamar si perempuan atau tidak.
Seandainya tidak ada maka pihak laki-laki akan menyatakan maksud kalau mereka ingin melamar si perempuan untuk anak laki-laki mereka.
2. Melamar Tama Bakatoan
Melamar Tama Bakatoan yaitu dimana pihak laki-laki datang menemuipihak perempuan dan membicarakan tentang pernikahan. Dalam adatmasyarakat Sumbawa,
saat proses Bakatoan itu pihak laki-laki datang ke rumah pihak perempuan dengan membawa sito.Sitoadalah bungkusan segi empat yang diisi dengan kain kebaya, dan
uangseikhlasnya, kemudian bungkusan itu diletakan diatas piring dan dibungkus dengan kain putih. Sito ini digunakan sebagai lambang diterima atau tidaknya lamaran
tersebut. Apabila sito ini di terima maka lamaran diterima, tapi apabila sito ini dikembalikan maka lamaran tersebut tidak diterima.
3. Keputusan Akhir Saputes Leng
Setelah lamaran diterima oleh pihak perempuan maka yang dilakukan selanjutnya yaitu keputusan akhir Saputes Leng.Dalam proses ini kedua belah pihak
membicarakan tentang berapa banyak barang-barang yang harus dipenuhi oleh pihak laki-laki, proses ini lebih pada mufakat. Dan banyaknya barang tersebut berdasarkan
keputusan kedua belah pihak agar hajat pernikahan tercapai. 4.
Memberitahukan mempelai perempuan bahwa dia akan dinikahkan Bada Pangantan.
Pada Prosesi ini yaitu memberitahukan kepada mempelai perempuan bahwa dia akan dinikahkan. Yang memberitahukan mempelai perempuan dalam prosesi ini
biasanya seorang Nyai.Prosesi ini biasanya diiringi denganbaguntung dan bagenang. Baguntung yaitu memukul rantok Alat menumbuk padi tradisonal Sumbawa
menjadi sebuah melodi yang indah. 5.
Basamula Basamula yaitu proses mengawali pekerjaan, atau hajatan yang dimaksud. Proses
ini dilakukan dengan mengadakannuja rame, Menumbuk padi rame-rame dengan mengajak semua sanak saudara dan warga kampong yang perempuan. Serta membuat
atau memasak minyak Kelapa dengan syarat hanya 3 butir kelapa. Pertanda sebagai awal mengawali semua kegiatan atau pekerjaan dalam hajatan.
6. Serah terima Sorong Serah
Sorong Serah yaitu prosesi dimana pihak laki-laki membawa hantaran berupa apa yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Acara sorong serah Nyorong ini
biasanya dilaksanakan dengan sangat meriah dengan iringan ratib rabana ode, bagenang Musik tradisional dengan iringan lawas, dan lain-lain.
7. Mandi kembang Satokal Ai’
Yaitu Prosesi dimana dalam adat suku Sumbawa ada seorang ketua ritual yang mengatur alat-alat ritual seperti : kendi batu Telku Batu, payung, pisang matang dan
pisang mentah, padi gutis, dan lain-lain. Proses ini juga diiringi oleh bagenang, air yang diletakkan dalam sebuah kendi batu tersebut digunakan untuk memandikan
mempelai dan mempelai dimandikan diatas “tutuk apit” Bagian dari alat menenun. 8.
Memainkan gendang Bagenang Bagenang adalah memukul gendang Alat musik yang dibuat dari kulit sapi,
kerbau, atau kulit kambing yang dikombinasikan dengan gong dan seruling menjadi sebuah nada.
9. Luluran Barodak
Barodak atau luluran adalah salah satu prosesi atau ritual dalam pernikahan masyarakat Sumbawa. Prosesi ini biasanya dilakukan 3 hari 3 malam sebelum akad
nikah dilaksanakan. Dimulai dari prosesi awal yang dinamakan bajalokDilakukan oleh tujuhNyai dengan diiringin oleh genang, gong, seruling. Proses selanjutnya
dilakukan oleh orang yang dipercaya untuk menanggung jawab prosesi itu sampai akhir. Diakhir prosesi awal mempelai dikelilingi dengan lilin lalu ditiup oleh
mempelai sebagai lambang biar wajah mempelai berseri-seri di hari pernikahannya. Setelah prosesi itu dilakukan prosesi Badait. Badait yaitu menghilangkan bulu-bulu
halus dari tubuh mempelai sebagai tanda mempelai akan mengakhiri masa lajangnya. 10.
Akad Nikah Prosesi sakral dalam menuju kehidupan baru, dimana wali atau orang tua
menikahkan atau menyerahkan putrinya kepada mempelai laki-laki sebagai awal orang tua melepas putrinya untuk menjalani hidup baru. Prosesi akad nikah ini
dilakukan oleh mempelai laki-laki setelah sah baru mempelai laki-laki dipertemukan dengan mempelai perempuan.
11. Resepsi
Resepsi dilakukan setelah prosesi akad nikah. Resepsi ini dilaksanakan bila kedua belah pihak sepakat tapi bila keadaan tidak memungkinkan biasanya resepsi ini tidak
dilaksanakan.
1. Perubahan Nilai Adat dan Kebiasaan Dalam Hal Perkawinan
Interaksi yang positif akan menciptakan suatu kerjasama Cooperation yang dapat mempermudah terjadinya asimilasi.Secara khusus penulis akan menggambarkan suatu bentuk
proses assimilasi yang terjadi dalam suatu proses perkawinan antara dua kebudayaan yang berbeda tanpa harus menghilangkan unsur-unsur dari kedua kebudayaan tersebut. Dalam hal
semacam persilangan budaya terkait dalam hal perkawinan beda budaya yang terjadi pada masyarakat lokal sendiri nampaknya belum begitu mencolok dan itu hanya terjadi pada
sebagian kecil masyarakat saja. Namun dalam hal ini memberi warna pembeda terhadap kebudayaan, dalam artian adanya unsur-unsur budaya baru didalam wadah keaslian dari
budaya masyarakat lokal. Dari studiterungkap bahwa terjadinya perkembangan intensitas penduduk terkait dengan
masyarakat pendatang ikatan adat dalam hal perkawinan mengalami perubahan dalam hal perkawianan. Dalam hal ini, golongan minoritas merubah sifat khas dari unsur
kebudayaannya dan menyesuaikannya dengan kebudayaan golongan mayoritas yaitu masyarakat lokal, sedemikian rupa sehingga lambat laun memungkinkan kahilangan
kepribadian kebudayaannya, dan masuk ke dalam kebudayaan mayoritas. Tetapi tidak menghilangkan budaya minoritas. Berikut kutipan hasil wawancara dengan Makawaru:
“kerap kali terjadi pernikahan antara orang asli sini dengan orang luar, misalkan pihak pria maupun pihak wanita asli penduduk sini mengadakan acara perkawian. Tapi biasanya dalam
perkawinan itu biasanya budaya sini lebih ditonjolkan tanpa harus menghilangkan budaya dari pihak lain yang beda adatnya dengan kita”.
52
Dari kutipan diatas dapat diterangkan bahwa dalamkegiatan, tahap-tahap serta ritus perkawinanya masih menggunakan adat sumbawa. Contohnya kegiatan melamar membawa
bawaan Semacam mengantar mahar, barodak Luluran yang disertai dengan berbagai upacara nampaknya masih taat dilakoni oleh masyarakat lokal.Meskipun mereka telah
banyak mengenal kebudayaan dari masyarakat lain dalam hal perkawinan. Namun dalam hal perkawinan tetap mengacu kepada aturan adat samawa.Bahkan dalam tahap percampuran
budaya ini tampaknya hanya sebatas variasi saja yakni yang berkaitan dengan kesenian. Hal- hal yang prinsip dan sakral dalam adat perkawinan tidak dihilangkan. Lebih jauh lagi
diterangkan melaksanakan kolaborasi budaya ini yaitu menyelenggarakan adat perkawianan lebih lengkap dirasakan apabila nilai-nilai budaya diantara kedua budayanya tidak
dihilangkan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perubahan identitas etnik dan kecenderungan akulturasi dapat terjadi jika ada interaksi antarkelompok yang berbeda, dan
jika ada kesadaran masing-masing kelompok.
J. Pola Interaksi Masyarakat terhadap Tatanan Sosial Budaya
Untuk mengetahui perubahan tatanan sosial budaya pada masyarakat terkait dilakukan pengukuran terhadap beberapa parameter, yakni: Sistem gotong royong.
1. Sistem Gotong Royong Masyarakat Lokal
Lebel masyarakat yang hidup secara kolektifitas, asri akan ketradisionalannya, menggambarkan pada aspek-aspek kehidupan sosial pada saat itu, dimana sendi-sendi
kehidupan yang sejalan dengan sistem tatanan sosial, budaya kemasyarakatan masih sangat melekat. Mayoritas masyarakat saat ini bertolak ukur kearah modernisasi
memungkinkan akan terjadi perubahan terhadap masyarakat lokal itu sendiri yang
52
Makawaru,Wawancara, tempat kediaman, Desa Benete, Kecamatan Maluk, Nusa Tenggara Barat.
mengarah kepada masyarakat yang individualis dan materialis dan lebih berorientasi kepada kepentingan sendiri dan kerabat-kerabat mereka Kelompok kepentingan khusus
yang dianggaplebih mempunyai peluang untuk kesejahteraan kelompok. Yaitu menitik beratkan kepada kepentingan kelompok sampai sedemikian rupa, sehingga mereka lebih
dapat mementingkan kepentingan kelompoknya dari pada mementingkan kepentingan banyak orang.Hal di atas diperkuat oleh teori yang dikemukakan oleh D. Laswswell dan
Kaplan Astrid S. Susanto, 1985: 56-58 dalam M. Bambang Pranowo, yaitu: Pertama, Kelompok kepentinganInterest groups, yaitu kelompok yang hanya menitik beratkan
realisasi dari tujuan bersama tanpa mempermasalhkan loyalitasnya. Kedua, Kelompok kepentingan Khusus, yaitu menitik beratkan kepada kepentingan kelompok sampai
sedemikian rupa, sehingga mereka dapat mementingkan kepentingan kelompoknya dari pada kepentingan banyak orang lain. Ketiga, kelompok kepentingan umum, jenis
kelompok ini merupakan kelompok yang berusaha mewujudkan kelompokya melalui dan bersama-sama dengan realisasi tujuan dan kepentingan kelompok-kelompok lain serta
masyarakat luas.Walau demikian, Lasswell dan Kaplan mengakui bahwa setiap kelompok mempunyai kepentingan-kepentingannya sendiri-sendiri.
53
Bila diamati kearah status ekonomi tatanan sosial semacam saling membantu atau diistilahkan dengan basiru atau kegiatan gotong royong itu hanya terjadi pada
masyarakat laipisan-lapisan bawah saja. Gambaran realitas masyarakat yang diuraikan diatas sangat bertolak belakang bahkan kontrassekalidengan gambaran realitas
masyarakat yang sedang terjadi saat ini, terkait pada masyarakat daerah penelitian.Kegiatan kemasyarakatan yakni gotong royong dan tolong menolong saat
ini telah mengalami transformasi. Dalam hal demikian, nampak memang terjadi pergeseran perubahan kebiasaan
terkait dengan kebudayaan dan adat istiadat terhadap masyarakat lokal itu sendiri dalam hal semacam ini. Kegiatan semacam ini terjadi dikeranakan masyarakat lokal
mencontohi budaya-budaya baru yaitu budaya ala kota yang dipraktiskan oleh masyarakat pendatang. Oleh karena itu, Kebiasaan semacam ini yaitu memberikan
uang kepada setiap acara yang di selenggarakan oleh masyarakat memberikan pengaruh yang cukup mendasari kebiasaan mereka. Seperti contoh lain dapat
diungkapkan bahwa aktivitas gotong royong yang mengarah kepada bentuk fasilitas
53
M. Bambang Pranowo, Sosiologi Sebuah Pengantar Tinjauan Pemikiran Sosiologi Perspektif Islam,h. 92.
umum seperti membangun prasarana ibadah, kebersihan lingkungan mangalami penurunan drastis. Implikasinya adalah masyarakat kurang bersedia untuk
berpartisipasi secara moral dan sosial terhadap kegiatan masyarakat tersebut. Dari uaraian di atas dapat dikatakan bahwa telah berkurangnya kegiatan budaya gotong
royong terkait pengaruh keberadaan masyarakat pendatang. Oleh karena itu patut untuk dicermati bahwa akses perubahan sosial akan terjadi dan sulit dihindari pada
sendi-sendi tatanan masyarakat yang sedang berkembang.
K. Analisis dan Pembahasan
Berdasarkan dari hasil penelitian di lapangan yang penulis lakukan kemudian diolah menjadi suatu bentuk interpretasi data yang melalui berbagai proses yang pada akhirnya
penulis akan menjabarkan secara lugas dan terperinci menganai hasil penelitian dalam bentuk kajian analisis dari studi lapangan yang penulis lakukan dalam hal mengenai judul penelitian
penulis. Maka dapat dianalisis sebagai berikut: 1.
Kondisi sosialsesungguhnya sudah banyak mengalami perubahan namun, diketahui ada kecendrungan penerapan nilai-nilai sosial budaya lokal semakin meluas. Gaya
hidup masyarakat berkembang kearah yang lebih rasional komplosit, norma dan nilai sosial banyak dianut masyarakat bahkan ada kecendrungan semakin baik. Keamanan
dan ketertiban masyarakat dinilai makin kondusif, kehidupan keagamaan semakin baik, dan partisipasi sosial dan kelembagaan masyarakat tetap terjaga dan lebih baik.
2. Tatanan sosial, budaya aspek gotong royongjuga menunjukkan perbedaan yang sangat
mencolok dalam kondisi masyarakat daerah penelitian dalam artian berkurangnya kegiatan saling membantu satu sama lain yang mengarah kepada bentuk ikatan
tindakan yang kolektif kemasyarakatan, aktivitas gotong royong yang bersifat padat karya Curahan tenaga, dapat digambarkan dalam bentuk berkurangnya animo
masyarakat yang di jelaskan pada bab penjelasan di atas yakni eksennya terhadap tindakan saling bantu membantu dalam hal sosial karya contohnya pembuatan rumah
panggung atau pun rumah permanen yang dapat dikatakan besenata dalam masyarakat Sumbawa. Tetapi ada hal yang menjadi pembeda dalam masyarakat
sendiri yaitu aktivitas tolong menolong yang selalu terjaga yakni melalui bentuk bantuan materi Uang yang dinilai lebih mengikat hubungan dan lebih dominan
dirasa dari pada membawa bawaan yang berbentuk sembako yang dahulunya menjadi
kebiasaan dalam hal-hal sakral pada masyarakat lokal contohnya seperti Berenok, Basiru, dan penulung .
3. Sistem kepercayaan. Keberadaan masyarakat pendatang mempengaruhi masyarakat
lokal terhadap bentuk sistem kepercayaan yang merubah pada pola pikir masyarakat lokal sehubungan dengan adanya ketertarikan terhadap cara berpikir masyarakat
pendatang yang lebih modern. Dapat di jelaskan seperti berkurangnya kepercayaan dan ketaatan kepada aturan hukum adat yang berlaku pada masyarakat yang tertanam
yang menjadi kepercayaan pada masa lalu. Nilai kesakralan adat tidak begitu mempengaruhi kelakuan dan tindakan masyarakat lokal. Hal ini di karenakan bahwa
anggapan masyarakat sekarang tanpa harus mengikuti aturan hukum adat yang telah ditetapkan tidak akan terikat oleh hukum adat atau sangsi adat itu sendiri.
4. Norma sosial Adat istiadat. Masyarakat di daerah penelitian mengalami perubahan
yang sangat signifikan. Perubahan terlihat bahwa pada masyarakat dalam perkembanngannya sudah tidak lagi terikat dengan norma-norma adat yang mewadahi
masyarakat lokal sendiri seperti yang dijelaskan pada poin ketiga di atas. Dalam hal ini terlihat dari perubahan cara dan bentuk pembangunan rumah. Sebelum terjadinya
perkembangan masyarakat terkait masyarakat pendatang, model-model bangunan rumah masih mengarah kepada model dan bentuk rumah tradisional adat masyarakat
Sumbawa, yaitu rumah panggung. Perubahan itu terjadi pada saat ini, dan pada kenyataannya masyarakat kini sudah banyak yang memiliki rumah dengan gaya dan
bentuk rumah yang modern Rumah permanen tetapi secara fisik masih memprtahankan ciri khas adat contohnya bentuk atap rumah.
5. Pembaruan sosial Interaksi sosial. Pada aspek ini menunjukkan perubahan yang
sangat mencolok terhadap perkembangan dan perubahan yang terjadi pada masyarakat lokal. Artinya kepekaan terhadap tingkat kekerabatan masyarakat lokal
terhadap masyarakat pendatang semakin intensif. Dalam pengamatan studi ini menunjukkan, sikap masyarakat lokal dipengaruhi perkembangannya oleh masyarakat
pendatang baik dalam pengadopsian tingkah laku, pola pikir dan gaya hidup masyarakat lokal itu sendiri. Berbaurnya masyarakat pendatang dalam komunitas
lokal semakin mempercepat pembaharuan sosial. Hal ini ditunjukkan pada bentuk kegiatan-kegiatan keagamaan yang lebih berperan pada proses ini. Dampak positif
dari pembaharuan sosial tersebut adalah perubahan perilaku pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Oleh karenanya berdampak pada masyarakat lokal yang semakin
membaik.