56
tuanya sementara anak laki-laki dan perempuan yang belum kawin tidak ada kesempatan itu.
Untuk memenuhi unsur keadilan tersebut diatas maka dalam praktek pemberian hareuta peunulang selalu dilakukan pengontrolan oleh kepala desa, imam
menasah danatau tetua kampung lainnya agar pemberian hareuta peunulang kepada seorang anak dilakukan secara proporsional antara jumlah harta yang ada dengan
jumlah anak. Kepala desa danatau tetua kampung lainnya selau menjaga agar pemberian hareuta peunulang tidak melebih sepertiga dari harta yang ada,
sebagaimana dari syarat pemberian peunulang itu sendiri.
100
Dari semua praktek pemberian hareuta peunulang di Aceh Besar dalam penelitian ini tidak pernah ada satupun ada kasus yang menunjukkan anak laki-laki
berkeberatan, semua anak laki-laki menerima dan tidak pernah ada yang mempermasalahkan pemberian tersebut semua anak laki-laki berpersepsi positif
dalam hal pemberian peunulang tersebut.
F. Alasan-alasan Pemberian
Hareuta Peunulang
Menurut Hilman Hadikusuma, pemberian tanah yang terjadi dalam kehidupan masyarakat adat dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu sebagai berikut :
1. Sebagai tanda pengabdian, dimana telah diberikan kepada penghulu adat atau raja sebagai tanda pengabdian atau untuk mendapatkan perhatian sukarela
sebagaimana yang pernah berlaku di Minahasa. 2. Sebagai tanda kekeluargaan, dimana tanah diberikan sebagai tanda mengaku
saudara Mewari di daerah Lampung atau sebagai tanda mengangkat tanah yang terjadi di Minahasa.
100
Wawancara dengan Tgk. Bahagia Tokoh Adat, Aceh Besar, Tanggal 23 November 2013
Universitas Sumatera Utara
57
3. Sebagai pembayaran denda, dimana tanah diberikan kepada kerabat orang yang mati terbunuh untuk digunakan sebegai tempat perkuburan, tempat
kediaman atau usaha. 4. Sebagai pemberian perkawinan, misalnya tanah pei pamoya di Minahasa dan
sunrang sanra di Sulawesi Selatan yang berfungsi sebagai mas kawin sementara.
5. Sebagai barang bawaan dalam perkawinan di mana tanah diberikan oleh kerabat isteri ke dalam suatu perkawinan yang disebut sebagai pauseang,
bangunan atau indahan arian di Batak dan tanah sesan dalam bentuk perkawinan jujur di Lampung.
101
Berkaitan dengan pemberian orang tua kepada anak perempuan melalui hareuta peunulang selain dalam konteks sejarah sebagaimana telah dijelaskan
sebelumnya, ditemui berbagai pendapat tentang latar belakang orang tua di Kabupaten
Aceh Besar
dalam memberikan
hareuta peunulang.
Adapun tujuanalasan-alasan pemberian hareuta peunulang di Kabupaten Aceh Besar dapat
dilihat dari berbagai aspek, sebagaimana yang dapat dikelompokkan sebagai berikut ini :
1. Faktor sebagai bekal anak di kemudian hari Tidak semua anak, entah itu laki-laki maupun perempuan yang sudah
berumah tangga bila kelangsungan hidup secara mandiri, tentunya kondisi pasca nikah, bisa jadi sesuatu mengkhawatirkan bagi orang tua. Itulah
sebabnya mengapa orang tua sedini mungkin berfikir akan nasib anak-anak mereka kelak, dengan cara memilih-milih harta kekayaan mereka untuk
diberikan kepada anak perempuan, dengan suatu pemikiran bahwa bila anak perempuan dikemudian hari membina suatu rumah tangga keluarga, belum
101
Hilman Hadi Kusuma,Hukum Perjanjian Adat, Bandung : PT Alumni, 1982, hal. 149
Universitas Sumatera Utara
58
tentu suaminya mampu, sebagaimana yang di jelaskan oleh beberapa responden bahwa sebagai upaya membantu dan berjaga jika nantinya mereka
memulai membina rumah tangga baru dengan suaminya. 2. Faktor Kasih Sayang
Wujud rasa kasih sayang orang tua kepada anaknya dapat dilakukan dengan berbagai cara dan salah satunya adalah dengan pemberian. Pada masyarakat
Kabupaten Aceh Besar secara umum dikenal adanya pemberian yang dilakukan orang tua kepada anak perempuannya setelah melangsungkan
perkawinan, dimana pemberian ini disebut dengan hareuta peunulang. Peunulang diberikan kepada anak perempuat pada saat telah melangsungkan
perkawinan dalam proses pemengkleh dilakukan karena ingin menunjukkan rasa kasih sayangnya yang tidak putus kepada anak perempuannya walaupun anaknya
telah berumah tangga dan membentuk keluarga baru bersama suaminya.
102
Orang tua perempuan dengan suka rela memberikan bagian dari hartanya untuk keperluan hidupnya misalnya dengan memberikan lahan kebun untuk
menambah sumber mata pencaharian dari keluarga anak perempuannya. Sebagaimana yang dilakukan oleh MI, warga Desa Jantho Makmur yang memberikan lahan kebun
yang dimilikinya agar anak perempuan dan menantunya tersebut dapat memenuhi
102
Wawancara dengan Tgk Bahagia, Tokoh Adat, Aceh Besar, Tanggal 20 November 2013
Universitas Sumatera Utara
59
kebutuhan rumah tangganya mengingat menantunya yang memiliki pekerjan berkebun sebelum menjadi menantunya.
103
3. Faktor Ekonomi
Dari aspek ekonomi pemberian hareuta peunulang dimaksudkan untuk memberi bekal bagi anaknya dalam memasuki keluarga baru dengan suaminya.
Sebagaimana yang dilakukan oleh Aminah terhadap anaknya yang tidak memiliki pekerjaan tetap.
104
Menurut AM warga desa Lhieb yang memberikan peunulang berupa sawah karena menantunya mengalami kesulitan ekonomi karena tidak memiliki pekerjaan
tetap dan harus menghidupi anak perempuannya dikemudian hari beserta cucu- cucunya nanti, hasil dari mengusakan sawah tersebut nantinya diharapkan dapat
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari mereka dalam keluarga. Sebagaimana diketahui bahwa setelah seorang anak perempuan kawin untuk
beberapa waktu tinggal dalam keluarga ibu bapaknya dan secara social masih dianggap satu keluarga, setelah melewati waktu, anak perempuan yang telah kawin
ini dipisahkan dipeumengkleh untuk membentuk keluarga sendiri. Sudah pasti dalam memasuki keluarga baru, mereka membutuhkan bekal dan tempat tinggal,
dalam rangka memenuhi inilah maka oleh orang tuanya diberikan atau disediakan persiapan berupa harta-harta tertentu.
105
103
Wawancara dengan M.I, penduduk Desa Jantho Makmur, Jantho, tanggal 23 November 2013
104
Wawancara dengan AM, penduduk Desa Jantho Baru, Jantho, tanggal 24 November 2013
105
Wawancara dengan Tgk. Bahagia, Tokoh Adat, Aceh Besar, Tanggal 22 November 2013
Universitas Sumatera Utara
60
Peunulang diberikan kepada anak perempuan sebagai modal awal dalam membina keluarga barunya bersama suaminya, orang tua yang memiliki cukup harta,
biasanya akan memberikan peunulang dalam bentuk sawah, tanah kebuh, lahan, rumah, perhiasan maupun emas. Akan tetapi bagi orang tua yang tingkat ekonominya
lemah maka yang diberikan dapat berupa hewan peliharaan, seperti sapi, lembu, ayam atau bebek, dan alat produksi lainnya seperti cangkul, pangki dan piring.
106
Tujuan lain dari pemberian peunulang aspek sosial ekonomi adalah untuk modal atau pegangan bagi seorang anak perempuan jika dalam kehidupan
berkeluarga mendapatkan musibah ditinggalkan suami, baik ditinggal meninggal atau ditinggal cerai.
107
Dalam hal ini pemberian peunulang berupa rumah tempat tinggal. Jika seorang isteri ditinggal cerai oleh suaminya, maka ia tidak akan terusir dari rumah
dan tidak akan terlantar. Seorang isteri yang menerima peunulang berupa rumah tidak akan terusir dari rumah, tidak hannya dari rumah yang diterimanya itu, tetapi juga
dari rumah lain di mana ia bertempat tinggal bersama suaminya, kalau misalnya ia dibawa oleh suami ketempat lain.
Hal inilah yang paling diperhatikan dan dijaga oleh para orang tua di Kabupaten Aceh Besar, akan merupakan aib besar kalau seseorang perempuan
106
Wawancara dengan Abdurrahman Kaoy, Wakil Sekretaris MAA, Banda Aceh, Tanggal 19 November 2013
107
Wawancara dengan SF, Penduduk Desa Teudayah, Kuta Makmur, tanggal 22 November 2013
Universitas Sumatera Utara
61
seorang perempuan harus keluar dari rumah dalam hal terjadinya perceraian atau ditinggal meninggal oleh suaminya.
108
4. Faktor Yuridis
Dari aspek yuridis pemberian hareuta peunulang adalah untuk menggantikan mas kawin yang diambil oleh orang tua untuk persiapan perkawinan anak
perempuannya.
109
Dalam masyarakat Kabupaten Aceh Besar orang tua mempunyai kebiasaan untuk mengawinkan termasuk mengadakan acara perkawinan. Dalam hal, tidak
jarang biaya untuk acara perkawinan anaknya diambil dari mas kawin yang telah diterima yang seharusnya menjadi hak anaknya. Untuk ini, sebagai ganti mas kawin
yang telah diambil tersebut kapada anak perempuan diberikan sesuatu benda yang bermanfaat dalam wujud hareuta peunulang.
Sebagaimana yang dilakukan oleh JU warga desa Teudayah terhadap anak perempuannya, dimana mas kawinnya dipergunakan untuk mempersiapkan acara
resepsi pernikahan anaknya tersebut, kemudian sebagai penggantinya bagi anak perempuan tersebut diberikan tanah sawah miliknya kepada anak perempuannya
tersebut, untuk digunakan sebagai modal dalam membina rumah tangga bersama dengan suaminya.
110
108
Wawancara dengan Abdurrahman, Mantan Ketua PPISB Unsyiah, Banda Aceh, tanggal 21 November 2013
109
Wawancara dengan ABD, penduduk Desa Lhieb, Seulimeum, tanggal 24 November 2013
110
Wawancara dengan JU, Penduduk Desa Teudayah, Aceh Besar, tanggal 24 November 2013
Universitas Sumatera Utara
62
Pengertian lain sebagai pengganti mas kawin adalah sebagai pihak yang menerima mas kawin, maka orang tua dari si anak perempuan memberikan sesuatu
kepada kehidupan keluarga anaknya sekalipun mas kawin tidak diambil oleh orang tua.
111
Oleh karena itu di dalam Masyarakat Kabupaten Aceh Besar penentuan mas kawin bagi anak perempuan oleh orang tuanya sangat tergantung atau sangat
memperhatikan objek apa saja dan seberapa besar nantinya orang tua dapat memberikan hareuta peunulang. Di sini berarti penentuan mas kawin didasari pada
jenis dan kuantitas dari hareuta peunulang yang dapat diberikan.
112
5. Faktor Budaya
Tujuan pemberian hareuta peunulang dari aspek budaya ini berkaitan dengan budaya pemberian hareuta peunulang yang turun-temurun, dimana orang tua yang
juga pernah menerima pemberian peunulang maka orang tua tersebut selanjutnya akan memberikan hal yang sama kepada anaknya yang perempuan juga. Sudah
menjadi hal yang lumrah dalam masyarakat Aceh Besar pemberian ini sebagai budaya yang baik yang terus dipertahankan sampai dengan sekarang. Sebagaimana
yang dilakukan oleh ZU warga desa Lam Ara Tunoeng terhadap anaknya, dia
111
Wawancara dengan Abdurrahman, Mantan Ketua PPISB Unsyiah, Banda Aceh, tanggal 21 November 2013
112
Wawancara dengan Abdurrahman Kaoy, Wakil Ketua MAA, Banda Aceh, tanggal 23 November 2013
Universitas Sumatera Utara
63
memberikan lahan kebun yang sebelumnya juga diberikan oleh orang tua ZU kepadanya disaat melangsungkan perkawinan.
113
Tujuan lainnya dari aspek budaya berkaitan dengan hubungan darah, dalam masyarakat Aceh Besar secara emosional anak perempuan lebih dekat dengan orang
tuanya dibandingkan dengan anak laki-laki. Selain itu anak laki-laki lebih cenderung mencari nafkah jauh dari rumah, sedangkan anak perempuan tinggal dan bekerja
tidak jauh dari rumah, anak perempuan menjadi pengurus dan melayani orang tuanya. Dalam rangka menjaga kondisi ini, maka diusahakan anak perempuan tidak tinggal
jauh dari keluarga ayahibu. Untuk itu maka kepada anak perempuan yang telah kawin diberikan rumah sebagai objek dari hareuta peunulang.
114
Berkaitan dengan ini dalam masyarakat dikenal ungkapan “Ureung inoeng mate ditempat ureung agam mate beuranggapat”. Artinya orang perempuan
meninggal di rumah, orang laki-laki meninggal bisa di mana saja.
115
Maksud dari ungkapan ini adalah orang perempuan hendaknya kalau meninggal tidak jauh dari
rumah atau lingkungan keluarga dan orang laki-laki tidak ada masalah dan wajar saja kalau meninggal di mana saja, jauh dari lingungan keluarga. Untuk ini maka orang
tua merasa berkewajiban untuk menyediakan rumah bagi anak perempuan. Tujuan pemberian hareuta peunulang dari aspek budaya lainnya adalah
berkaitan dengan hubungan perkawinan. Dalam hal ini tujuan pengadaan peunulang
113
Wawancara dengan ZUJ, penduduk desa Lam Ara Tunoeng, tanggal 22 November 2013
114
Abdurrahman, Op. Cit, hal. 29
115
Ibid
Universitas Sumatera Utara
64
adalah untuk memberikan kedudukan tertentu bagi isteri dalam keluarga.
116
Dalam suatu keluarga atau rumah tangga di masyarakat Aceh Besar isteri adalah sosok
pengatur yang menjadi pengatur kehidupan rumah tangga. Dalam persoalan intern rumah tangga isteri adalah managernya. Isteri sebagai orang yang punya rumah, yang
punya wewenang mengatur persoalan intern keluarga sehari-hari. Sehingga, dalam masyarakat Aceh Besar dan masyarakat Aceh lainnya isteri disebut sebagai “po
rumoh” pemilik Rumah.
117
Dalam memposisikan dan memperkuat posisi inilah maka kepada anak perempuan yang sudah menjadi isteri seseorang diberikan hareuta peunulang berupa
rumah oleh orang tuanya. Dengan berkedudukan sebagai pemilik rumah maka isteri berkuasa mengatur persoalan intern rumah tangga, sekalipun demikian posisi suami
tetap, tidak hilang sebagai kepala keluarga. Hannya hak mengatur dan menata rumah tangga ada pada isteri. Kedudukan isteri sebagai pemilik rumah ini, tidak hannya
terbatas dalam rumah yang dia terima sebagai objek peunulang saja, tetapi terus melekat pada isteri kemanapun ia dibawa dan di manapun ia ditempatkan oleh
suaminya. Seandainya isteri dibawa ke daerah lain dan disediakan rumah lain oleh suaminya, posisi isteri sebagai pemilik rumah dengan wewenang sebagaimana
terssebut di atas tetap melekat padanya. 6.
Faktor agama
116
Wawancara dengan D.A, penduduk Desa Peukan Seulimum, Seulimeum, tanggal 25 November 2013
117
Abdurrahman, Op. Cit, hal. 30
Universitas Sumatera Utara
65
Dari aspek agama, tujuan pemberian hareuta peunulang adalah untuk memperkuat hukum syariat, maksudnya adalah untuk mencegah anak perempuan
dalam hal ini isteri yang ditinggal suami melakukan hal-hal yang dilarang agama dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
118
Bagi orang-orang yang berada dalam kondisi terjepit atau kondisi sulit seperti sulit memperoleh kebutuhan pangan atau sandang lebih terbuka kemungkinan untuk
melakukan hal-hal yang bertentangan dengan syariat agama guna memenuhi kebutuhan tersebut. Bagi masyarakat Aceh, dalam hal ini masyarakat Aceh Besar
yang dikenal sangat Islami sangat menentang hal-hal begitu, apalagi kalau hal itu dilakukan oleh kaum perempuan yang diringgal suami. Syariat Islam telah mengatur
secara tegas mengenai hal ini dan masyarakat Aceh sangat berpegang pada hukum syariat. Masyarakat Aceh sejak dari kecil sudah dibekali dengan ilmu tentang syariat
untuk mencegah dilakukan perbuatan-perbuatan yang tidak sejalan dengan ajaran agama. Untuk memperkuat pelaksanaan syariat ini, maka salah satu usaha lain yang
bisa dilakukan adalah membekali seseorang anak dalam hal ini anak perempuan dengan bekal hidup untuk mengantisipasi kemungkinan itu kalau-kalau nantinya
ditinggal suami dan tidak ada peninggalan apa-apa. Bekal hidup inilah yang diberikan melalui pemberian hareuta peunulang. Jadi dapat disimpulkan bahwa tujuan
pemberian hareuta peunulang dalam hal ini adalah untuk memperkuat hukum syariat.
118
Wawancara dengan Abdurrahman, Mantan Ketua PPISB Unsyiah, Banda Aceh, tanggal 22 November 2013
Universitas Sumatera Utara
66
7. Faktor Keadilan
Dari aspek keadilan tujuan dari pemberian hareuta peunulang adalah untuk mengimbangi ketetapan hukum waris Islam faraid yang berprinsip bagian anak
laki-laki dua kali bagian anak perempuan.
119
Masyarakat Aceh atau masyarakat Aceh Besar yang secara keseluruhan dapat dikatakan beraga Islam, dan patuh serta taat kepada aturan agama Islam percaya
bahwa ketetapan agama mempunyai maksud dan tujuan yang baik, begitu pula larangan dalam agama mempunyai akibat kemudharatan yang memang harus ditaati
untuk ditinggalkan
120
. Ketentuan hukum waris Islam yang memberikan bagian anak laki-laki lebih
besar bagiannya dari pada anak perempuan secara keseluruhan ditaati dan dipatuhi, namun melihat kondisi anak laki-laki yang dimiliki oleh keluarga sebagian warga
desa Jantho Baro terutama T.I yang memiliki dua anak laki-laki dan satu orang anak perempuan, dimana anak laki-laki keduanya telah memiliki kemampuan secara
ekonomi dalam menghidupi kehidupannya sendiri yang masing-masing memiliki pekerjaan sebagai Pegawai Negeri Sipil dan pengusaha dianggap telah mapan,
sementara anak perempuannya yang selama ini membantu keluarga orang tuanya dirumah lebih sebagai pelindung orang tua dan tinggal bersama orang tuanya,
ditambah belum memiliki penghasilan atau pekerjaan yang tetap maka sudah sepantasnya diberikan tambahan harta warisan, pemberian selain dari ketentuan
119
Wawancara dengan T.I, penduduk Desa Jantho Baru, Jantho, tanggal 24 November 2013
120
Wawancara dengan Tgk Bahagia, Tokoh Adat, Aceh Besar, Tanggal 20 November 2013
Universitas Sumatera Utara
67
bagian warisan di dalam Hukum Islam diberikan dalam bentuk wasiat, hadiah dan hibah, maka dalam ini orang tua lebih memilih hibah, di dalam masyarakat Aceh
Besar hibah di sini bentuk peunulang, sebagai upaya memberikan keadilan terhadap ketentuan bagian anak laki-laki lebih besar dari bagian anak perempuan dalam hal
tentuan faraid. Keberadaan lembaga hareuta peunulang yang hingga kini masih dilaksanakan
di dalam masyarakat Aceh Besar ini sesuai dengan teori Urf yang digunakan dalam penelitian ini, adat kebiasaan adalah suatu yang telah dibiasakan oleh masyarakat dan
dijalankan terus-menerus baik berupa perkataan maupun perbuatan.
121
Lebih lanjut Urf itu sendiri dibagi menjadi dua jenis : 1. Urf Shahih benar
2. Urf Fasid salah, rusak Urf adat Shahih ialah kebiasaan yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak
bertentangan dengan dalil syara’, tidak menghalalkan yang haram dan tidak membatalkan yang wajib. Sebagai mana dalam hal ini pemberian hareuta
peunulang yang diberikan kepada anak perempuan yang telah menikah, dalam hal warisan tidak menyalahi aturan syara’, dimana pemberian itu sendiri di
lakukan pengontrolan oleh kepala desa dan tetua kampung agar tidak melebihi 13 sepertiga dari keseluruhan harta yang dimiliki oleh orang tua dan
121
Hasballah Thaib, Tajdid, Reaktualisasi dan Elastisitas Hukum Islam, Medan : Konsentrasi Hukum Islam Program Pasca Sarja USU, 2002, hal. 32
Universitas Sumatera Utara
68
mengedepankan asas keadilan dalam keluarga secara proporsional terhadap bagian waris anak laki-laki dan semua anak dalam keluarga.
Urf adat Fasid adalah kebiasaan yang dilakukan oleh orang-orang yang berlawanan
dengan ketentuan
syari’at karena
membawa kepada
yang menghalalkan yang haram dan membatalkan yang wajib.
122
122
Ibid, hal. 33-34
Universitas Sumatera Utara
69
BAB III STATUS HUKUM PEMBERIAN ORANG TUA MELALUI