Keaslian Penelitian Kerangka Teori dan Konsepsi

13 Hukum Waris Adat Aceh, sebagai sumber informasi bagi berbagai pihak yang ingin mengetahui masalah hareuta peunulang, sebagai salah satu sumbangan untuk bisa menjadi acuan atau dasar bagi peneliti yang lebih jauh dan mendalam tentang hareuta peunulang di dalam masyarakat adat Aceh. 2. Secara Praktis Penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan tambahan pemahaman dinamika yang secara nyata terjadi dalam kehidupan masyarakat di Indonesia secara umum dan masyarakat Aceh yang ada di Kabupaten Aceh Besar secara khusus. Sehingga dengan adanya penelitian ini diharapkan pula dapat menjadi dasar pertimbangan dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi dan dalam melakukan pembangunan hukum ke arah yang lebih baik lagi.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran kepustakaan khususnya di lingkungan Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, penelitian dengan judul “Kedudukan Lembaga Hareuta Peunulang Dalam Masyarakat Adat Aceh Besar Ditinjau Dari Aspek Hukum Islam” belum pernah dilakukan sebelumnya, namun beberapa penelitian yang membahas tentang hareuta peunulang di dalam literaturnya, antara lain : 1. Abdurrahman, SH, M.Hum, Dosen Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, pada tahun 2000 melakukan penelitian dengan judul “Hareuta Peunulang Sebagai Suatu Lembaga Adat Aceh” dengan permasalahan bagaimanakah konsepsi hareuta peunulang dan proses pemberiannya. Universitas Sumatera Utara 14 2. T. Mohd Djuned, Dosen Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, tahun 1991, dengan tulisannya “Peunulang sebagai salah satu bentuk pewarisan di Aceh”, dalam buletin kanun Nomor 2 edisi Desember 1991. Akan tetapi dari segi materi, substansi dan permasalahannya serta pengkajian dalam penelitian ini berbeda sama sekali, dengan demikian penilitian ini dapat dinyatakan belum pernah dilakukan dan dapat dibuktikan keasliannya.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Kontinuitas perkembangan ilmu hukum selain bergantung pada metodelogi, aktifitas penelitian dan imajinasi sosial, juga sangat ditentukan oleh teori. 25 Teori didefiniskan sebagai asas-asas umum dan abstrak yang diterima secara ilmiah dan sekurang-kurangnya dapat dipercaya untuk menerangkan fenomena-fenomena yang ada. Teori bertujuan untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa terjadi gejala spesifik atau proses tertentu terjadi. 26 Teori bukanlah pengetahuan yang sudah pasti, tetapi harus dianggap sebagai petunjuk untuk analisi dari hasil penelitian yang dilakukan. 27 Teori menguraikan jalan pikiran menurut kerangka yang logis artinya menundukkan masalah penelitian yang telah dirumuskan di dalam kerangka teoritis 25 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : Universitas Indonesia Press , 1982, hal. 6 26 M. Hisyam, Penelitian ilmu-ilmu Sosial, Jakarta ; FE UI, 1996, hal. 203 27 Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 1997, hal. 21 Universitas Sumatera Utara 15 yang relevan, yang mampu menerangkan masalah tersebut. 28 Teori merupakan suatu penjelasan yang berupaya menyederhanakan pemahaman mengenai suatu fenomena menjadi sebuah penjelasan yang sifatya umum. 29 Kerangka teori merupakan kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, thesis mengenai suatu kasus atau permasalahan problem, yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis yang mungkin disetujui ataupun tidak disetujui. 30 Teori adalah susunan konsep, definisi yang dalam, yang menyajikan pandangan yang sistematis tentang fenomena, dengan menunjukkan hubungan antara variabel yang satu dengan yang lain, dengan maksud untuk menjelaskan dan meramalkan fenomena, 31 atau menjelaskan gejala spesifik atau proses sesuatu terjadi dan teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya. 32 Keberadaan teori dalam dunia ilmu sangat penting karena teori merupakan konsep yang akan menjawab suatu masalah. Teori oleh kebanyakan ahli dianggap sarana yang memberikan rangkuman bagaimana memahami suatu masalah dalam setiap bidang ilmu pengetahuan. 33 Agar kerangka teori meyakinkan maka harus memenuhi syarat: 28 Made Wiratha, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian Skripsi dan Tesis, Yogyakarta : Andi, 2006, hal. 6 29 Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010, hal. 34 30 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung : Mandar Maju, 1994, hal. 80 31 Sofyan Safri Harahap, Tips Menulis Skripsi dan Menghadapi Ujian Komperehensif, Jakarta : Pustaka Quantum, 2001, hal. 40 32 J.J.J.M. Wurisman, Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Azas-azas, Jakarta : Fe UI, 1991, hal. 203 33 Marwan Mas, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta : Ghalia Indonesia, 2004, hal. 113 Universitas Sumatera Utara 16 Pertama, teori yang digunakan dalam membangun kerangka berfikir harus merupakan pilihan dari sejumlah teori yang dikuasai secara lengkap dengan mencakup perkembangan-perkembangan terbaru. Kedua, analisis filsafat dari teori-teori keilmuan dengan cara berfikir keilmuan yang mendasari pengetahuan tersebut dengan pembahasan secara eksplisit mengenai postulat, asumsi dan prinsip yang mendasarinya, Ketiga, mampu mengidentifikasikan masalah yang timbul sekitar disiplin keilmuan tersebut, teori merupakan pijakan bagi peneliti untuk memahami persoalan yang diteliti dengan benar dan sesuai dengan kerangka berfikir ilmiah. 34 Penelitian dilakukan dengan berpedoman kepada pandangan Eugen Erlich tentang hukum yang hidup living law. Eugen Erlih berpendapat bahwa hukum tidak dapat ditemukan dalam dokumen-dokumen dan bahan-bahan hukum formal, melainkan perlu terjun sendiri kedalam kehidupan nyata masyarakat. Hukum dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu hukum yang digunakan untuk menentukan keputusan-keputusan dan hukum sebagai peraturan tingkah laku yang dipakai oleh anggota masyarakat dalam hubunganya satu sama lain. Hukum tidak mempunyai daya laku atau penerapan yang universal, tiap bangsa mengembangkan hukumnya sendiri. 35 Dalam menganalisa permasalahan dalam tesis ini, teori Urf kebiasaan dalam masyarakat, menurut Hasballah Thaib dalam bukunya “Tajdid, Reaktualisasi dan Elastisitas Hukum Islam, dan teori keadilan dalam perspektif filsafat hukum dan Islam Mu’tazilah. 34 Jonathan Sarwono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, Yogyakarta : Graha Ilmu, 2006, hal. 26 35 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1996, hal. 297 Universitas Sumatera Utara 17 Urf atau adat kebiasaan adalah suatu yang telah dibiasakan dalam masyarakat dan dijalankan terus menerus baik merupakan perkataan ataupun perbuatan. 36 Tesis dasar Mu’tazilah adalah bahwa manusia sebagai yang bebas, bertanggung jawab dihadapan Allah yang adil. Selanjutnya, baik dan buruk merupakan kategori-kategori rasional yang dapat diketahui melalui nalar yaitu, tidak bergantung kepada wahyu. Allah telah menciptakan akal manusia sedemikian rupa sehingga mampu melihat yang baik dan buruk secara obyektif ini merupakan akibat wajar tesis pokok mereka bahwa keadilan Allah tergantung pada pengetahuan ebyektif tentang baik dan buruk, sebagaimana ditetapkan oleh nalar, apakah sang pembuat hukum menyatakannya atau tidak, dengan kata lain kaum Mu’tazilah menyatakan kemujaraban nalar naluri sebagai sumber pengetahuan etika dan spiritual, dengan demikian menegakkan obyektifisme rasionalis. 37 Kata keadilan berasal dari kata “adala”, 38 yang dalam Al-qur’an terkadang disebut dalam bentuk perintah ataupun dalam bentuk kalimat berita. 39 Kata adala dalam Al-qur’an disebutkan secara berulang-ulang sebanyak 28 dua puluh delapan kali dalam berbagai bentuknya untuk menyebutkan suatu keadaan yang lurus. Disebut lurus karena secara khusus kata tersebut bermakna penetapan hukum dengan benar. 40 36 Hasballah Thaib, Tajdid, Reaktualisasi dan Elastisitas Hukum Islam, Medan : Konsentrasi Hukum Islam Program Pasca Sarja USU, 2002, hal. 32 37 Mumtaz Ahmad ed, Masalah-masalah Teori Politik Islam, Bandung : Mizan, 1994 hal. 154-155 38 Ali Parman, Kewarisan Dalam Al-qur’an; Suatu Kajian Hukum dengan Pendekatan Tafsir Tematik, Jakarta PT. Raja Grafindo Persada, 1995, hal. 73 39 Amir Syarifuddin, Op. Cit, hal. 23 40 Ali Parman, Op. Cit, hal. 84 Universitas Sumatera Utara 18 Pada pokoknya syari’ah bertujuan untuk menegakkan perdamaian di muka bumi dengan mengatur masyarakat dan memberikan keadilan kepada semua orang, jadi, perintah dan keadaan merupakan tujuan mendasar bagi syari’ah. 41 Dalam bahasa Indonesia keadilan merupakan kata sifat yang menunjukkan perbuatan, perlakuan adil, tidak berat sebelah, tidak berpihak, berpegang pada kebenaran, proporsional dan lain-lain. 42 Dalam hubunganya dengan hak menyangkut materi, khususnya yang menyangkut dengan hukum kewarisan, dapat diartikan bahwa keadilan merupakan keseimbangan antara hak dan kewajiban dan keseimbangan berdasarkan perolehan dan kewajibankeperluan. 43 Dengan demikian keadilan dalam hukum waris Islam merupakan ketentuan hukum Islam mengenai peralihan harta warisan dari pewaris pemilik harta yang meninggal dunia kepada ahli waris yang bersifat proporsional dan berimbang. Sedangkan menurut Van Apoolderen sebagaimana yang dikutip oleh Budiono Kusumohamidjojo, tujuan hukum adalah tertib masyarakat yang damai dan seimbang. Bahwa fungsi utama dari hukum adalah menegakkan keadilan. 44 Hukum setidaknya mempunyai tiga peranan utama dalam masyarakat, antara lain : 41 Muhammad Muslehuddin, Filsafat Hukum Islam dan Pemikiran Orientalis; Studi Perbandingan Sistem Hukum Islam Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 1991 hal. 6-7 42 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka Cet K-III, 1990, hal. 6-7 43 Amir Syarifuddin, lock. Cit. 44 Budiono Kusumohamidjojo, Ketertiban yang Adil, Problematika Filsafat Hukum, Jakarta : Grassindo, 1999, hal. 126 Universitas Sumatera Utara 19 a. Sebagai sarana pengendalian sosial b. Sebagai sarana untuk memperlancar proses interaksi sosial c. Sebagai sarana untuk menciptakan keadaan tertentu 45 Pada umumnya di Indonesia hukum waris adat bersifat pluralistic menurut suku bangsa atau kelompok etnik yang ada, pada dasarnya hal ini disebabkan oleh sistem garis keturunan yang berbeda-beda yang menjadi dasar dari sistem sosial suku- suku atau kelompok-kelompok etnik. 46 Maka dalam hal ini, disetiap masyarakat dibutuhkan suatu aturan hukum yang mengatur bagaimana cara-cara kepentingan-kepentingan dalam masyarakat itu dapat diselamatkan, agar masyarakat tersebut dapat diselamatkan juga selaku tujuan dari segala aspek hukum. Salah satu asas dalam hal yang berkaitan dengan peralihan harta warisan, cara pemilikan harta oleh yang menerima, kadar jumlah harta yang diterima, dan waktu terjadinya peralihan harta tersebut, yaitu asas keadilan berimbang. Berdasarkan pendapat Eugen Erlich mengenai hukum yang hidup living law dan keadilan tersebut, dapat diketahui bahwa keadilan dalam masyarakat senantiasa berubah seiring dengan perubahan waktu dan perubahan keadilan menyebabkan terjadinya perubahan kebiasaan hidup masyarakat. Oleh karena hukum merupakan hukum yang hidup dalam masyarakat living law maka secara otomatis, perubahan 45 Soerjono Soekanto, Op Cit, hal. 34 46 Soedjono Soekanto dan Yusuf Usman, Kedudukan Janda menurut Hukum Waris Adat, Jakarta : Ghalia Indonesia, hal. 25-26 Universitas Sumatera Utara 20 kebiasaan hidup dalam masyarakat menyebabkan terjadinya perubahan hukum yang ada. Menurut Djojodigoeno, hukum adat mempunyai sifat yang khas sebagai aturan yang tidak tertulis. Hukum adat mempunyai sifat yang hidup dan berkembang, hukum adat menjadi dinamis apabila dapat mengikuti perkembangan masyarakat yang membutuhkan perubahan-perubahan dalam dasar-dasar hukum sepanjang jalan sejarahnya. 47 Pada satu sisi, hukum adat bersifat tradisional karena melanjutkan tradisi luhur yang cenderung mempertahankan pola-pola yang terbentuk, sedangkan pada sisi lain sebagai hukum yang hidup dan berkembang, hukum adat akan selalu mampu mengikuti perkembangan masyarakat. 48 Hukum adat Aceh Besar sebagai hukum yang hidup dan berkembang di Aceh, ada dikarenakan masyarakat Aceh Besar menghendakinya. Hukum adat Aceh Besar berasal dari agama yang dianut, perkembangan kesadaran moral dan kebiasaan- kebiasaan yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Menurut hukum waris adat Aceh Besar anak laki-laki mendapatkan bagian sesuai dengan ketentuan prinsip waris Islam, yaitu dua berbanding satu 2:1 antara anak laki-laki dan perempuan, sistem ini dipengaruhi oleh perkembangan mayoritas masyarakat Aceh telah menganut agama Islam secara keseluruhan. 49 47 Otje Salman Soemadiningrat, Op Cit, hal. 35 48 Ibid 49 Wawancara dengan Tgk. Bahagia, Tokoh Adat Aceh Besar, Di Jantho, Tanggal 27 September 2013 Universitas Sumatera Utara 21 Seiring perkembangan waktu dalam praktek kewarisan adat Aceh Besar masih menginginkan keadilan dalam pembagian warisan antara anak laki-laki dan perempuan, dan rasa orang tua dalam melindungi anaknya yang perempuan di wujudkan dalam bentuk pemberian harta kekayaan orang tua kepada anak perempuannya pada saat melangsungkan atau setelah perawinan berlangsung dalam membina keluarga yang baru nantinya dengan suami anak perempuannya tersebut, dan bertujuan untuk mengimbangi kenyataan bahwa pembagian warisan memberikan porsi lebih besar kepada anak laki-laki.

2. Konsepsi

Konsepsi berasal dari bahasa Latin, conceptus yang memiliki arti sebagai suatu kegiatan atau proses berfikir, daya berfikir khususnya penalaran dan pertimbangan. Konsepsi adalah salah satu bagian yang terpenting dari teori, peranan konsepsi dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi, antara abstarksi dan realitas. Konsepsi merupakan suatu pengertian mengenai suatu fakta atau dapat berbentuk batasan definisi tentang sesuatu yang akan dikerjakan. 50 Konsepsi diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut definisi operasional. 51 Pentingnya definisi adalah untuk menghindari pengertian atau penafsiran yang berbeda dari satu istilah yang dipakai. 50 Hilam hadikusuma, Op. Cit, hal. 15 51 Soedjono Soekanto, Op, Cit, hal. 133 Universitas Sumatera Utara 22 Konsep atau pengertian merupakan unsur pokok dari suatu penelitian, kalau masalah dan kerangka konsep teoritisnya sudah jelas, biasanya sudah diketahui pula fakta mengenai gejala-gejala yang menjadi pokok perhatian dan suatu konsep sebenarnya adalah definisi secara singkat dari sekelompok fakta atau gejala itu. Maka konsep merupakan definisi dari apa yang perlu diamati, konsep menentukan antara variabel-variabel yang ingin menentukan adanya gejala empiris. 52 Pemberian yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan pemberian benda tetap melalui lembaga hareuta peunulang yang pernah dilakukan dalam kehidupan masyarakat Aceh Besar yang ada dilokasi penelitian berdasarkan hukum adat Aceh yang berlaku. Pemberian terjadi antara orang tua kandung sebagai pemberi dan anak kandung sebagai penerima, dimana keduanya beragama Islam. Oleh karena itu di dalam penelitian ini tesis ini dirangkaikan kerangka konsepsi sebagai berikut : a. “Hibah” dalam Kompilasi Hukum Islam KHI “orang yang telah beumur sekurang-kurangnya 21 dua puluh satu tahun berakal sehat dan tanpa adanya paksaan dapat menghibahkan sebanyak-banyaknya 13 sepertiga harta benda kepada orang lain atau lembaga dihadapan dua orang saksi dimiliki. Pasal 210 ayat 1, Kompilasi Hukum Islam. b. “Peurae atauweuk pusaka adalah pembagian harta warisan. 52 Koentjoroningrat, Op. Cit, hal. 21 Universitas Sumatera Utara 23 c. “Hareuta tuha” adalah harta benda yang diperoleh laki-laki atau perempuan sebelum menikah, dalam bentuk warisan, hibah, atau harta benda yang dibeli atau dibuat. d. “Hareuta PeunulangPeunulang” adalah pemberian orang tua kepada anak perempuan pada saat atau setelah perkawinan berupa benda tidak bergerak tanahrumah. e. “Peumengkleh” adalah kegiatan pemisahan anak perempuan dari orang tuanya setelah melangsungkan pernikahan untuk menyatakan bahwa seorang anak telah resmi memiliki penghidupan baru dan keluarga yang baru. f. Hukum waris adat adalah memuat peraturan-peraturan yang mengatur proses meneruskan serta mengalihkan barang-barang harta benda dan barang-barang yang tidak berwujud immateriele goederen dari satu generasi manusia generatie kepada keturunannya. Proses itu telah mulai pada waktu orang tua masih hidup. 53 g. Hukum Islam yaitu hukum syar’i, dalam banyak istilah disebut hukum syara’ atau hukum syari’at atau hukum syari’ah, dan oleh dalam masyarakat Indonesia lebih dikenal sebagai hukum Islam adalah salah satu sub sistem hukum yang berlaku di negara Indonesia dan menjadi unsur yang membentuk sumber bahan hukum sistem hukum nasional Indonesia. Disamping itu ada dua sub sistem hukum lagi sebagai sumber bahan hukum yaitu hukum Barat dan hukum adat. 53 Soepomo, Op. Cit, hal. 84 Universitas Sumatera Utara 24

G. Metode Penelitian

Penelitian merupakan kegiatan ilmiah yang menggunakan pengetahuan sebagai sumber primer dengan tujuan untuk menentukan prinsip-prinsip umum serta telah mengadakan ramalan generalisasi sampel yang diteliti. 54 Metode berasal dari bahasa Yunani yaitu methodos yang berarti jalan menuju dan secara etimologis, metode diartikan sebagai jalan atau cara melakukan atau mengerjakan sesuatu. Dalam ilmu pengetahuan, metode merupakan titik awal menuju proposisi-proposisi akhir dalam bidang pengetahuan tertentu. 55 Menurut Soedjono Soekanto, metode adalah proses, prinsip-prinsip dan tata cara memecahkan suatu masalah, sedangkan penelitian adalah pemeriksaan secara hati-hati, tekun dan tuntas terhadap suatu gejala untuk menambahkan pengetahuan manusia, maka metode penelitian dapat diartikan sebagai proses prinsip-prinsip dan tata cara untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam melakukan penelitian. 56 Maka dapat dilihat peran penting metode dalam melakukan penelitian ilmu pengetahuan secara khusus dalam ilmu hukum. Metode penelitian merupakan cara dan prosedur yang sistematis dan terorganisir untuk menemukan solusi atas masalah, sehingga dapat diketahui bahwa metode penelitian merupakan keseluruhan langkah ilmiah yang digunakan untuk 54 Komaruddin, Metode Penulisan Skripsi dan Tesis, Bandung : Angkasa, 1974, hal. 27 55 Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian hukum, Jakarta : UI Press, 2007, hal. 43 56 Soedjono Soekanto, Op. Cit, hal. 6 Universitas Sumatera Utara 25 menemukan solusi atas suatu masalah. 57 Adapun metode penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Spesifik Penelitian

Sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis. Adapun yang dimaksud dengan penelitian yang bersifat deskriptif analitis adalah suatu penelitian yang dapat menggambarkan secara rinci dan sistematis mengenai objek yang diteliti. 58 Penelitian ini menganalisis data yang diperoleh dan menggambarkan gejala- gejala, fakta-fakta serta aspek-aspek seperti menganalisis hubungan kekerabatan masyarakat Aceh Besar, Hukum Waris Adat Aceh Besar sehingga dapat diketahui dan diperoleh hasiljawaban dari penelitian yang dilakukan sesuai dengan yang diharapkan.

2. Metode Pendekatan

Studi hukum dibagi menjadi 2 dua cabang studi, pertama menyatakan bahwa hukum dipelajari dan diteliti sebagai studi mengenai law in book sedangkan kedua menyataan bahwa hukum dapat dipelajari sebagai suatu studi mengenai law in action. Oleh karena mempelajari dan meneliti hubungan timbal balik antara hukum dengan lembaga-lembaga sosial yang lain maka penelitian terhadap hukum sebagai law in action merupakan studi sosial yang nondoctrinal yang bersifat empiris. 59 57 Ulber Silalahi, Metode Penelitian Sosial, Bandung : PT. Refika Aditama, 2009, hal. 13 58 Soedjono Soekanto, Op. Cit, hal. 10 59 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodelogi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta : Ghalia Persada, 1990, hal. 34 Universitas Sumatera Utara 26 Dalam kaitannya dengan penelitian ini, maka metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis empiris. Penelitian yuridis empiris merupakan penelitian terhadap identifikasi hukum tidak tertulis dan penelitian terhadap efektivitas hukum. 60 Menurut Roony Hanitijo Soemitro bahwa penelitian yuridis empiris adalah suatu penelitian dengan cara melihat faktor-faktor dari segi hukum yang mempengaruhi kenyataan yang terhadi di masyarakat secara langsung untuk menjawab pokok permasalahan. 61 Penelitian dilakukan dengan mengidentifikasi hukum dan efetifitas hukum yang berlaku dalam kehidupan masyarakat Aceh di Kabupaten Aceh Besar, sehingga penelitian yan dilakukan dapat memberikan jawaban atas pokok permasalahan dalam penelitian yaitu mengenai keberadaan pemberian orang tua kepada anak perempuan melalui hareuta peunulang dan status hukum dari pemberian orang tua kepada anak perempuan melalui hareuta peunulang yang diberikan setelah melangsungkan perkawinan.

3. Lokasi Penelitian

Daerah yang akan dijadikan lokasi penelitian adalah Kabupaten Aceh Besar Provinsi Aceh, yang memiliki luas wilayah 290.256 ha yang terdiri dari 23 Kecamatan yaitu kecamatan Lhoong, Lhoknga, Indrapuri, Seulimeum, Montasik, Suka makmur, Darul Imarah, Peukan Bada, Mesjid Raya, Ingin Jaya, Kuta Baro, Darussalam, Pulo Aceh, Lembah Seulawah, Kota Jantho, Kuta Cot Glie, Kuta 60 Soedjono Soekanto, Op. Cit, hal. 51 61 Ronny Hanitijo Soemitro, Op. Cit, hal. 24 Universitas Sumatera Utara 27 Malaka, Simpang Tiga, Darul Kamal, Baitussalam, Krueng Barona Jaya, Leupung dan Blang Bintang. 62 Mengingat banyaknya jumlah kecamatan dan desa di Kabupaten Aceh Besar yang akan diteliti serta jaraknya yang saling berjauhan maka penelitian tidak dilakukan disemua kecamatan dan desa. Dari keseluruhan kecamatan yang berjumlah 23dua puluh tiga kecamatan dan desa, dipilih 3 tiga kecamatan dan tiap-tiap kecamatan dipilih 2 dua desa sebagai sampel. Adapun ketiga kecamatan tersebut yaitu : a. Kecamatan Kota Jantho, yang terdiri dari 1 satu kemukiman yaitu mukim Jantho, dan 10 sepuluh desa, yaitu : Jantho, Awek, Data Cut, Bueng, Weu, Jalin, Suka Tani, Cucu, Jantho Baru, dan Jantho Makmur. Maka dari sepuluh desa tersebut dipilih 2 dua desa yang menjadi sampel yaitu : 1 Desa Jantho Baru 2 Desa Jantho Makmur b. Kecamatan Seulimeum, yang terdiri dari 5 lima kemukiman yaitu : mukim Seulimeum, Lamkabeu, Lamteuba, Lampanah dan Tanoh abe, dan 41 empat puluh satu desa yaitu : Desa Peukan Seulimeum, Keunaloi, Lhieb, Alue Gintoeng, Kp. Seulimeum, Data Gaseu, Rabo, Kp. Raya, Lamjreun, Buga, Jawie, Alue Rindang, Iboh Tunong, Iboh Tanjong, Seuneubok, Meunasah Baro, Meunasah Tunong, Batee Lhee, Mangeu, Bayu, Ayon, Lamteuba 62 BPS Kabupaten Aceh Besar Universitas Sumatera Utara 28 Droe, Pulo, Lampantee, Lambada, Blang Tingkeum, Ateuk, Lam Apeng, Meurah, Lampanah, Ujong Mesjid, Ujung Keupula, Leungah, Beureunut, Jeumpa, Pintokhop, Bak Seutui, Bak Aghu, Kayee Adang, Lamkuk, Ujong Mesjid, Lam Carak, Capeng Dayah, Capeng Baroh, Lampisang Dayah, Lampisang Tunong, dan Lampisang Teungoh. Maka dari 41 empat puluh satu desa yang menjadi sampel yaitu: 1 Desa Peukan Seulimuem 2 Desa Lhieb. c. Kecamatan Kuta Malaka, yang terdiri dari 1 satu kemukiman yaitu : Kemukiman Samahani dan 11 sebelas desa yaitu : Desa Leupung Riwat, Tumbo Baro, Leupung Cut, Lamsiteh Cot, Reuleng Karieng, Leubok Buni, Leubok Batee, Bunghu, Teu dayah, Leupung Rayeuk dan Reuleng Glumpang. Maka dari 11 sebelas desa yang menjadi desa sampel yaitu : 1 Desa Teudayah 2 Desa Lam Ara Tunoeng. Pemilihan keenam Desa tersebut sebagai lokasi penelitian, diharapkan lokasi penelitian dapat memberikan jawaban atas pokok permasalahan tersebut.

4. Populasi dan Responden

Menurut winardi, populasi atau universe adalah kelompok semua elemen yang mendukung keterangan yang diperlukan guna untuk menjelaskan sebuah problem Universitas Sumatera Utara 29 atau alasan-alasan maksudnya yaitu sekelompok manusia yang bermukim disuatu wilayah atau daerah penelitian dan dapat pula merupakan elemenbagian dari tempat penelitian. 63 Populasi penelitian ini merupakan semua orang di Kabupaten Aceh Besar yang bertempat tinggal di 62 desakelurahan, di kecamatan Kota Jantho, Seulimeum dan Kuta Malaka, kecamatan yang pernah melakukan pemberian hareuta peunulang dan ditentukan pula desa yang dijadikan lokasi penelitian ini sebanyak 6 enam desa, yaitu : Desa Jantho Baru, Desa Jantho Makmur dari kecamatan Kota Jantho, Desa Peukan Seulimuem, Desa Lhieb dari Kecamatan Seulimuem dan Desa Teudayah, Desa Lam Ara Tunoeng dari Kecamatan Kuta Malaka. Berdasarkan pengamatan dilokasi penelitian, mengingat bahwa orang yang dapat dijadikan responden cukup banyak, karena banyaknya kasus-kasus pemberian hareuta peunulang, maka dalam hal ini yang menjadi responden orang yang pernah melakukan pemberian hareuta peunulang. Dari populasi ditentukan sebanyak 5 lima orang dari masing-masing desa sampel sebagai responden, sehingga responden dalam penelitian ini berjumlah 30 tiga puluh orang. Penentuan responden dilakukan secara purpossing sampling, di mana responden ini diambil dari 6 enam desa yaitu : Desa Jantho Baro, Jantho Makmur, Desa Jantho Peukan Seulimuem, Desa Lhieb, Desa Teudayah, dan Desa Teudayah Tunoeng, Dari tiga kecamatan yaitu Kecamatan Jantho, Kecamatan Seulimuem dan Kecamatan Kuta Malaka. Pemilihan responden hannya terbatas pada tiga kecamatan saja dengan pertimbangan bahwa persoalan hareuta peunulang relatif homogen disetiap kecamatan di Aceh Besar, dan responden 63 Winardi, Pengantar Metodologi Research, Bandung : Alumni, 1989, hal. 210 Universitas Sumatera Utara 30 telah dianggap dapat mewakili dan memberikan jawaban atas permasalahan penelitian. Penentuan responden dikarenakan adanya keterbatasan waktu dan biaya mengingat populasi yang sulit diwawancarai karena harus bekerja serta tempat tinggal yang berjauhan. Selain responden, dalam penelitian ini juga didukung dan diperkuat pula dengan informasi yang diperoleh melalui wawancara dengan narasumber informan. Adapun narasumber informan dalam penelitian ini terdiri dari : a. Drs. Abdurrahman Kaoy, Wakil Ketua Majelis Adat Aceh MAA, Banda Aceh b. Abdurrahman, SH, M.Hum, Manta Ketua Pusat Penelitian Ilmu Sosial dan Budaya Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. c. Tgk. Bahagia, Tokoh Adat Aceh, Di Aceh Besar d. Tgk. Ridwan Kepala Desa Peukan Seulimum Aceh Besar e. Burhanuddin, A.Ma, Tuha Peut desa Peukan Seulimum Aceh Besar

5. Sumber Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah meliputi data primer dan data sekunder, yaitu : a. Data Primer adalah data yang diperoleh secara langsung melalui wawancara interview yang dilakukan terhadap : 1 Orang tua yang yang pernah memberikan hareuta peunulang 2 Anak perempuan yang pernah menerima pemberian hareuta peunulang 3 Tokoh adat dan kepala desa Universitas Sumatera Utara 31 b. Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui studi kepustakaan dilakukan sebagai langkah awal untuk memperoleh bahan acuan untuk penulisan tesis ini, yaitu : 1 Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat terdiri dari nomor dasar, Undang-undang Dasar 1945, perundang-undangan, putusan pengadilan dan hukum yang tidak dikodifikasikan yaitu hukum adat. 2 Bahan hukum sekunder yang dapat memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti Alqur’an dan Hadits, ketentuan-ketentuan dan komentar mengenai hukum waris adat, jurnal, buku-buku petunjuk lain maupun yang diperoleh dari situs internet website yang memberikan kejelasan terhadap penelitian ini.

6. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : a. Studi dokumen Bahan pustaka yang dimaksud berupa peraturan perundang-undangan, buku, laporan hasil penelitian terdahulu, makalah penataran dan bahan kepustakaan lainnya yang bermanfaat untuk penelitian ini. b. Wawancara Wawancara dilakukan terhadap narasumber informan secara terarah dan sebelum melakukan wawancara dibuat pedoman wawancara sehingga hasil wawancara relevan dengan permasalahan yang akan diteliti. Universitas Sumatera Utara 32

7. Analisa data

Analisa data merupakan proses mengorganisasikan dan menguraikan data kedalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesa kerja seperti yang disarankan data. 64 Metode kualitatif dilakukan untuk memperoleh data dari responden baik yang secara lisan sehingga menghasilkan data yang deskriptif analitis, yaitu data yang dapat menggambarkan seluruh gejala, fakta dan aspek-aspek serta akibat hukum yang diteliti. Dari pembahasan dan analisis ini akan diperoleh kesimpulan yang memberikan jawaban atas permasalahan yang diteliti. 64 Lexi K. Moloeng, Metodelogi Penelitian Kualitatif, Bandung : Remaja Rosdakarya, 1993, hal. 103 Universitas Sumatera Utara 33

BAB II KEBERADAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MENDORONG ORANG