Evaluasi Mutu Pelayanan Latar Belakang

19 Terdapat lima determinan penilaian jasa yaitu Supranto, 2006: a. Kehandalan reliability, kemampuan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan dengan tepat dan terpercaya. b. Ketanggapan responsiveness, kemauan untuk membantu pelanggan yang memberikan jasa dengan cepat atau ketanggapan. c. Keyakinan confidence, pengetahuan dan kesopanan karyawan serta kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan atau assurance. d. Empati emphaty, syarat untuk peduli, memberi perhatian pribadi bagi pelanggan. e. Berwujud tangible, penampilan fasilitas fisik, peralatan, personel dan media komunikasi.

2.4 Evaluasi Mutu Pelayanan

Evaluasi mutu pelayanan merupakan proses penilaian kinerja pelayanan kefarmasian di apotek yang meliputi penilaian terhadap mutu manajerial dan mutu pelayanan farmasi klinik Menkes, RI., 2014. Indikator yang digunakan untuk mengevaluasi mutu pelayanan di apotek antara lain Menkes, RI., 2014: a. Kesesuaian proses terhadap standar b. Efektifitas dan efisiensi c. Pelayanan farmasi klinik diusahakan zero defect dari medication error d. Standar Prosedur Operasional SPO untuk menjamin mutu pelayanan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan Universitas Sumatera Utara 20 e. Lama waktu pelayanan resep antara 15-30 menit f. Manfaat pelayanan kefarmasian secara klinik berupa kesembuhan penyakit pasien, pengurangan atau hilangnya gejala penyakit, pencegahan terhadap penyakit atau gejala, memperlambat perkembangan penyakit. Tujuan evaluasi mutu pelayanan adalah untuk mengevaluasi seluruh rangkaian kegiatan pelayanan kefarmasian di apotek dan sebagai dasar perbaikan pelayanan kefarmasian selanjutnya. Untuk mengetahui mutu pelayanan kefarmasian, salah satu indikator yang mudah dilakukan adalah dengan mengukur kepuasan pasien dengan cara angket Menkes, RI., 2004.

2.5 Kepuasan Konsumen

Kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerjahasil yang dirasakan dengan harapannya. Jadi, tingkat kepuasan merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan. Apabila kinerja dibawah harapan, maka konsumen akan kecewa. Bila kinerja sesuai dengan harapan konsumen akan baik. Sedangkan bila kinerja melebihi harapan konsumen akan sangat baik. Harapan konsumen dapat dibentuk oleh pengalaman masa lampau, komentar dari kerabatnya serta janji dan informasi pemasar dan saingannya. Konsumen yang baik akan setia lebih lama, kurang sensitif terhadap harga dan memberi komentar yang baik tentang apotek Supranto, 2006. Analisis kepuasan konsumen tergambar dalam diagram kertesius. Diagram kartesius merupakan suatu bangun yang dibagi atas empat bagian yang dibatasi oleh dua buah garis yang berpotongan tegak lurus pada titik-titik ,, dimana Universitas Sumatera Utara 21 merupakan rata-rata dari skor tingkat pelaksanaan atau kepuasan dan rata-rata dari skor tingkat kepentingan yang mempengaruhi kepuasan pelanggan Supranto, 2006. Tingkat unsur-unsur tersebut dijabarkan dan dibagi menjadi empat bagian ke dalam diagram kartesius Supranto, 2006: a. Prioritas utama, menunjukkan faktor atau atribut yang dianggap mempengaruhi kepuasan pelanggan, termasuk unsur-unsur jasa yang dianggap sangat penting, namun manajemen belum melaksanakannya sesuai keinginan pelanggan. Sehingga mengecewakantidak baik. b. Pertahankan prestasi, menunjukkan unsur jasa pokok yang telah berhasil dilaksanakan perusahaan, untuk itu wajib dipertahankannya. Dianggap sangat penting dan sangat memuaskan. c. Prioritas rendah, menunjukkan beberapa faktor yang kurang penting pengaruhnya bagi pelanggan, pelaksaannya oleh perusahaan biasa-biasa saja. Dianggap kurang penting dan kurang memuaskan. d. Berlebihan, menunjukkan faktor yang mempengaruhi pelanggan kurang penting akan tetapi pelaksanaannya berlebihan. Dianggap kurang penting tetapi sangat memuaskan. Suatu pelayanan dinilai memuaskan bila pelayanan tersebut dapat memenuhikebutuhan dan harapan pelanggan. Pengukuran kepuasan pelanggan merupakan elemen penting dalam menyediakan pelayanan yang lebih baik, lebih efisien, dan lebih efektif. Apabila pelanggan merasa tidak puas terhadap suatu pelayanan yang disediakan, maka pelayanan tersebut dapat dipastikan tidak efektif dan tidak efisien. Hal ini terutama sangat penting bagi pelayanan public. Tingkat Universitas Sumatera Utara 22 kepuasan pelanggan terhadap pelayanan merupakan faktor yang penting dalam mengembangkan suatu sistem penyediaan pelayanan yang tanggap terhadap kebutuhan pelanggan, meminimalkan biaya dan waktu serta memaksimalkan dampak pelayanan terhadap populasi sasaran Sari, 2008. Universitas Sumatera Utara 1

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 35 tahun 2014 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek, yang dimaksud dengan apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian oleh apoteker Menkes, RI., 2014. Menurut Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian, pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggungjawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Pelayanan ini dilakukan oleh apoteker dan tenaga teknis kefarmasian Presiden, RI., 2009. Sesuai ketentuan perundangan yang berlaku, apotek harus dikelola oleh seorang apoteker yang profesional. Dalam pengelolaan apotek, apoteker senantiasa harus memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang tepat, mampu berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri sebagai pemimpin dalam kegiatan multidisipliner, kemampuan mengelola sumber daya manusia secara efektif, selalu belajar sepanjang karir dan membantu memberi pendidikan dan memberi peluang untuk meningkatkan pengetahuan Menkes, RI., 2004. Tujuan pengaturan di atas, salah satunya untuk memberikan perlindungan kepada pasien dan masyarakat dalam memperoleh danatau menetapkan sediaan farmasi dan jasa kefarmasian . Apotek sebagai suatu fasilitas memiliki peran sosial dalam masyarakat, yaitu menjadikan konsumen sebagai prioritas yang utama. Universitas Sumatera Utara 2 Berbagai kendala yang ada seperti lamanya pelayanan resep, harga obat yang dianggap terlalu mahal, ketidaklengkapan obat, ketidakramahan pegawai apotek menjadi hambatan dalam hal kepuasan konsumen Yuniarti, 2008. Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara kinerja hasil yang dipikirkan terhadap kinerja hasil yang diharapkan. Kepuasan konsumen dapat mempengaruhi minat untuk kembali ke apotek yang sama. Konsumen yang baik akan menjadi pelanggan yang loyal, berupa promosi dari mulut ke mulut bagi calon konsumen lainnya, yang diharapkan sangat positif bagi usaha apotek. Kepuasan merupakan pengalaman konsumen yang akan mengendap di dalam ingatan konsumen, dan mempengaruhi proses pengambilan keputusan pembelian ulang produk yang sama Supranto, 2006. Pelayanan kefarmasian adalah praktik yang berorientasi kepada pasien terkait dengan pengelolaan pasien dengan merujuk dan menghargai individu pasien Cipole, dkk., 1998. Pedoman praktik farmasi yang baik harus didasarkan pada standar pelayanan kefarmasian, baik itu di rumah sakit, puskesmas maupun di apotek. Pedoman ini merekomendasikan agar standar nasional ditetapkan untuk peningkatan kesehatan, penyediaan obat-obatan, alat-alat medis, perawatan diri pasien dan peningkatan pemberian resep dan penggunaan obat oleh aktivitas apoteker International Pharmaceutical Federation, 1997. Di Indonesia sudah diatur dengan terbitnya Kepmenkes No. 1027 tahun 2004 dan telah diperbaiki menjadi Permenkes No. 35 tahun 2014. Permenkes No. 35 tahun 2014 mengamanatkan bahwa pelayanan kefarmasian tidak hanya pengelolaan obat sebagai komoditi tetapi juga pelayanan Universitas Sumatera Utara 3 yang komprehensif pharmaceutical care dalam pengertian tidak saja sebagai pengelola obat namun dalam pengertian yang lebih luas mencakup pelaksanaan pemberian informasi untuk mendukung penggunaan obat yang benar dan rasional, monitoring penggunaan obat untuk mengetahui tujuan akhir, serta kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan. Oleh sebab itu dikeluarkannya Permenkes No. 35 tahun 2014 menjadi standar baru pelayanan kefarmasian di apotek karena pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan peraturan perundang-undangan serta peran apoteker sebagaimana yang disebutkan di atas Menkes, R1., 2014. PT. Kimia Farma Apotek adalah anak perusahaan yang dibentuk oleh Kimia Farma untuk mengelola apotek-apotek milik perusahaan yang ada, dalam upaya meningkatkan kontribusi untuk memperbesar penjualan maka PT. Kimia Farma Apotek mengelola sebanyak 340 apotek yang tersebar diseluruh tanah air yang memimpin pasar di bidang perapotikan dengan penguasaan pasar sebesar 19 dari total penjualan apotek dari seluruh Indonesia Anonim, 2010. Sejak bulan Juli 2004, Apotek Kimia Farma mengubah persepsi dan citra lama terkait pelayanan. Dengan konsep baru bahwa setiap Apotek Kimia Farma bukan lagi terbatas sebagai gerai untuk jual obat, tetapi menjadi pusat pelayanan kesehatan atau health center, yang didukung oleh berbagai aktivitas penunjang seperti laboratorium klinik, optik, praktek dokter, dan gerai untuk obat-obatan tradisional Indonesia seperti herbal medicine. Perubahan yang dilakukan secara fisik antara lain dengan memperbaharui penampilan eksterior dan interior dari apotek-apotek Kimia Farma yang tersebar di seluruh Indonesia. Bersamaan itu diciptakan pula budaya baru di lingkungan setiap apotek untuk lebih berorientasi kepada pelayanan konsumen, dimana setiap Apotek Kimia Farma haruslah mampu Universitas Sumatera Utara 4 memberikan pelayanan yang baik, penyediaan obat yang baik dan lengkap, berikut pelayanan yang cepat dan terasa nyaman Anonim, 2010. Penelitian dari Handayani, dkk., 2009, tentang persepsi konsumen terhadap pelayanan apotek di tiga kota di Indonesia Jakarta, Yogyakarta, dan Makasar, menunjukkan bahwa secara keseluruhan, sebagian besar konsumen 74,5 mempunyai persepsi yang baik terhadap pelayanan apotek hampir di semua dimensi meskipun pelayanan kefarmasian yang diperoleh belum memenuhi standar kefarmasian di apotek. Survei kepuasan Hernita 2008 menunjukkan bahwa Apotek Kimia Farma No. 27 telah memberikan pelayanan yang memuaskan kepada konsumen. Penelitian dari Mustika 2010, tentang evaluasi kepuasan pasien terhadap pelayanan resep sebagai dasar untuk pengembangan Apotek Kimia Farma 39 Medan, menunjukkan bahwa tingkat kepuasan rata-rata pasien untuk semua variabel terhadap pelayanan resep di Apotek Kimia Farma 39 Medan adalah 87,25 dengan kategori baik. Ginting 2008 menunjukkan pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian di apotek di kota Medan adalah 47,63 atau termasuk dalam kategori kurang. Begitu juga hasil penelitian Parlindungan 2014 menunjukkan bahwa tingkat keterlaksanaan standar praktik farmasi komunitas di beberapa apotek di Kabupaten Deli Serdang, berada dalam kategori kurang yaitu sebesar 42,86. Berdasarkan uraian di atas, peneliti ingin mengetahui profil keterlaksanaan standar pelayanan kefarmasian sesuai dengan Permenkes No. 35 tahun 2014 dan kepuasan konsumen di Apotek Kimia Farma No. 27 Medan. Universitas Sumatera Utara 5

1.2 Kerangka Pikir Penelitian