Apotek Kimia Farma No. 27 Medan .1 Lokasi Keterlaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian .1 Karakteristik apoteker penanggungjawab apotek

33

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Apotek Kimia Farma No. 27 Medan 4.1.1 Lokasi Apotek Kimia Farma No. 27 berada di Jl. Palang Merah No. 32 Medan, terletak di daerah perkotaan dan pemukiman yang ramai dengan penduduk yang cukup padat serta mudah dijangkau oleh kendaraan umum, dekat dengan tempat perbelanjaan dan dekat dengan tempat-tempat pelayanan kesehatan lain seperti rumah sakit dan klinik. Lokasi Apotek Kimia Farma No. 27 dilengkapi dengan praktek dokter umum, dokter spesialis, swalayan farmasi, optik dan laboratorium klinik. 4.2 Keterlaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian 4.2.1 Karakteristik apoteker penanggungjawab apotek Apoteker penanggungjawab apotek Kimia Farma No. 27 Medan memiliki identitas sebagai berikut: jenis kelamin laki-laki, alumnus Universitas Indonesia, pengalaman sebagai apoteker penanggungjawab lebih dari 10 tahun, memiliki satu orang apoteker pendamping dan selalu hadir tiap hari pada jam tertentu.

4.2.2 Kinerja bisnis apotek

Berdasarkan karakteristik apoteker penanggungjawab apotek, imbalan yang diterima per bulan lebih dari 4 juta per bulan, ditambah berbagai fasilitas seperti mobil dinas. Suatu imbalan yang mencerminkan adanya masa depan, Universitas Sumatera Utara 34 sesuai dengan kelayakan untuk seorang profesional dan telah melebihi upah minimum regional UMR kota Medan tahun 2015 yaitu Rp 2.037.000. Rata-rata jumlah resep per hari yang dikerjakan lebih dari 30-50 lembar, jumlah ini menunjukkan bahwa apotek ini memiliki pelanggan yang banyak dalam kurun waktu pelayanan 24 jam. Selanjutnya apotek mempunyai omset Rp.5.000.000-Rp.10.000.000 per hari. Omset yang cukup besar ini karena Apotek Kimia Farma No. 27 tidak hanya melayani penjualan langsung seperti melayani resep dokter dan penjualan obat bebas lainnya tetapi juga menyediakan pelayanan lainnya seperti uji laboratorium dan pelayanan OTCswalayan.

4.2.3 Keterlaksanaan standar pelayanan kefarmasian

Kriteria keterlaksanaan standar pelayanan kefarmasian ditentukan berdasarkan skor kumulatif hasil penilaian terhadap 63 elemen kinerja yang terbagi dalam aspek karakteristik apoteker penanggungjawab apotek APA yang terdiri dari 2 elemen karakteristik APA apoteker pendamping dan frekuensi kehadiran di apotek dan 9 aspek standar: aspek pemeriksaan resep terdiri dari 11 elemen kinerja, aspek dispensing terdiri dari 2 elemen kinerja, aspek pelayanan informasi obat PIO terdiri dari 10 elemen kinerja, aspek konseling terdiri dari 4 elemen kinerja, aspek pemantauan terapi obat PTO terdiri dari 4 elemen kinerja, aspek monitoring efek samping obat MESO terdiri dari 3 elemen kinerja, aspek pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai terdiri dari 12 elemen kinerja, aspek administrasi terdiri dari 9 elemen kinerja, dan aspek evaluasi mutu pelayanan terdiri dari 6 elemen kinerja. Universitas Sumatera Utara 35 Gambar 4.1 merepresentasikan data yang terdapat pada Tabel 4.1 dalam bentuk jejaring laba-laba spider web, garis merah merupakan skor keterlaksanaan aspek standar pelayanan kefarmasian dan warna biru merupakan keterlaksanaan standar pelayanan kefarmasian secara ideal. Berdasarkan Gambar 4.1 terlihat bahwa standar pelayanan kefarmasian Permenkes No. 35 tahun 2014 masih jauh dari kriteria ideal. Tabel 4.1 Rerata skor keterlaksanaan setiap standar pelayanan kefarmasian di Apotek Kimia Farma No. 27 Medan No Aspek standar Rerata skor keterlaksanaan standar pelayanan kefarmasian Kriteria 1 Karakteristik apoteker 1,5 0,836 Kurang 2 Pemeriksaan resep 0,81 3 Dispensing 1,0 4 Pelayanan informasi obat PIO 0,8 5 Konseling 0,75 6 Pemantauan terapi obat PTO 7 Monitoring efek samping obat MESO 8 Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai 1,7 9 Administrasi 0,4 10 Evaluasi mutu pelayanan 1,3 Gambar 4.1 Gambaran keterlaksanaan standar pelayanan kefarmasian Permenkes No. 35 tahun 2014 di Apotek Kimia Farma No. 27 Medan Berdasarkan Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa keterlaksanaan standar pelayanan kefarmasian di Apotek Kimia Farma menghasilkan rerata skor 0,5 1 1,5 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Ideal Nilai Universitas Sumatera Utara 36 penilaian sebesar 0,836 atau termasuk dalam kriteria kurang. Hal ini diakibatkan pelayanan kefarmasian di apotek sebagian besar tidak dilakukan oleh apoteker, melainkan oleh asisten apoteker. Sehingga skor keterlaksanaan standar pelayanan kefarmasian rendah. Ditinjau dari masing-masing aspek standar, ternyata aspek monitoring efek samping obat MESO dan pemantauan terapi obat PTO memiliki rerata skor paling rendah, menunjukkan bahwa aspek ini belum dilakukan. Rendahnya skor monitoring efek samping obat MESO dan pemantauan terapi obat PTO mengindikasikan bahwa pelayanan kefarmasian masih cenderung berorientasi produk, belum bergeser ke orientasi pasien sebagaimana yang diamanatkan dalam Permenkes No. 35 tahun 2014. Responden memberi skor lebih tinggi pada aktivitas yang berkaitan dengan manajemen apotek, hal ini mengindikasikan bahwa apotek ini merasa nyaman hanya dengan melakukan aktivitas manajemen saja dan tidak sepenuhnya meyakini bahwa aktivitas lain seperti dispensing, konseling, pemantauan terapi obat serta monitoring efek samping obat merupakan tanggung jawab apoteker dan masih jauh dari konsep apoteker untuk melaksanakan pelayanan kefarmasian yang berorientasi pada pasien. Tabel 4.2 adalah kriteria keterlaksanaan standar pelayanan kefarmasian di Apotek Kimia Farma No. 27 Medan, berdasarkan skor kumulatif penilaian hasil observasi. Dapat dilihat bahwa keterlaksanaan standar pelayanan kefarmasian menghasilkan rerata skor kumulatif penilaian sebesar 46,06 atau termasuk dalam kriteria kurang. Hasil ini menjelaskan bahwa secara umum, Apotek Kimia Farma belum memahami peran serta kewajiban apoteker di apotek dalam memberikan pelayanan di apotek sesuai standar dalam Permenkes No. 35 tahun 2014. Universitas Sumatera Utara 37 Rendahnya skor penilaian terjadi karena pelayanan di apotek dilakukan oleh asisten apoteker. Walaupun asisten apoteker telah memiliki pengalaman kerja bertahun-tahun, namun hal ini tidak menjadi alasan bahwa pelayanan di apotek yang harusnya menjadi tugas dari apoteker dilakukan oleh asisten apoteker. Selain itu apoteker pendamping tidak menjalankan kewajibannya sebagai pengganti apoteker penanggungjawab bila tidak bisa melaksanakan tugasnya. Berdasarkan PP 51 tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian, apoteker dapat dibantu oleh apoteker pendamping danatau tenaga teknis kefarmasian. Apoteker pendamping bertugas menggantikan apoteker penangungjawab apotek bila berhalangan melaksanakan tugas-tugasnya. Peraturan ini merupakan dasar pembagian dan ranah tugas masing-masing tenaga penyedia pelayanan di apotek. Namun, kenyataan di lapangan sangat jauh dari yang diharapkan. Hal ini berdampak pada rendahnya kinerja pelayanan farmasi komunitas di apotek. Sehingga pelayanan yang berorientasi pada pasien patient oriented masih jauh dari harapan. Tabel 4.2 Rerata skor kumulatif keterlaksanaan standar pelayanan kefarmasian di Apotek Kimia Farma No. 27 Medan No Aspek standar Rerata skor Kriteria 1 Karakteristik apoteker 2,38 46,06 Kurang 2 Pemeriksaan resep 7,94 3 Dispensing 1,59 4 Pelayanan informasi obat PIO 6,35 5 Konseling 2,38 6 Pemantauan terapi obat PTO 7 Monitoring efek samping obat MESO 8 Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai 15,87 9 Administrasi 3,17 10 Evaluasi mutu pelayanan 6,35 Universitas Sumatera Utara 38 Berdasarkan praktik di apotek, perlu adanya pembinaan dan pengawasan untuk memperbaiki tingkat keterlaksanaan pelayanan kefarmasian . Peran ini tidak hanya berfokus pada Apotek Kimia Farma itu sendiri namun juga menjadi perhatian pihak lain sebagaimana tercantum dalam PP 51 tahun 2009 pasal 58, yaitu Menteri, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah KabupatenKota sesuai kewenangannya serta organisasi profesi Ikatan Apoteker Indonesia IAI. Salah satu peran instansi pemerintah tersebut dalam pasal 59 adalah mempertahankan dan meningkatkan mutu pekerjaan kefarmasian sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini tidak lepas dari peran pemerintah sebagai institusi yang bertanggungjawab dalam mengawal implementasi berbagai aturan yang ditetapkan. 4.3 Kepuasan Konsumen 4.3.1 Karakteristik konsumen