Standar Pelayanan Kefarmasian Pelayanan Kefarmasian

12 g. Apotek mempunyai suplai listrik yang konstan, terutama untuk lemari pendingin. h. Apotek harus memiliki: i. Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien ii. Tempat untuk mendisplai informasi bagi pasien, termasuk penempatan brosurmateri informasi iii. Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yang dilengkapi dengan meja dan kursi serta lemari untuk menyimpan catatan medikasi pasien iv. Ruang racikan v. Tempat pencucian alat i. Perabotan apotek harus tertata rapi, lengkap dengan rak-rak penyimpanan obat dan barang-barang lain yang tersusun rapi, terlindung dari debu, kelembaban dan cahaya yang berlebihan serta diletakkan pada kondisi ruangan dengan temperatur yang telah ditetapkan Menkes, RI., 2004.

2.2 Standar Pelayanan Kefarmasian

Pelayanan kefarmasian di apotek saat ini telah mempunyai standar dengan diterbitkannya surat Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 35 tahun 2014. Tujuan diterbitkannya peraturan adalah untuk meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian, menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian dan melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien patient safety Menkes, RI., 2014. Universitas Sumatera Utara 13

2.3 Pelayanan Kefarmasian

Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggungjawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien Menkes, RI., 2014. Pelayanan kefarmasian merupakan proses kolaboratif yang bertujuan untuk mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan masalah obat dan masalah yang berhubungan dengan kesehatan Situmorang, 2000. Pelayanan kefarmasian dalam hal memberikan perlindungan terhadap pasien, berfungsi sebagai Bahfen, 2006: a. Menyediakan informasi tentang obat – obatan kepada tenaga kesehatan lainnya, tujuan yang ingin dicapai mencakup mengidentifikasikan hasil pengobatan dan tujuan akhir pengobatan, agar pengobatan dapat diterima untuk terapi, agar diterapkan penggunaan secara rasional, memantau efek samping obat, dan menentukan metode penggunaan obat. b. Mendapat rekam medis untuk digunakan pemilihan obat yang tepat. c. Memantau penggunaan obat apakah efektif, tidak efektif, reaksi yang berlawanan, keracunan, dan jika perlu memberikan saran untuk memodifikasi pengobatan. d. Menyediakan bimbingan dan konseling dalam rangka pendidikan kepada pasien. e. Menyediakan dan memelihara serta memfasilitasi pengujian pengobatan bagi pasien penyakit kronis. f. Berpartisipasi dalam pengelolaan obat – obatan untuk pelayanan gawat darurat. Universitas Sumatera Utara 14 g. Pembinaan pelayanan informasi dan pendidikan bagi masyarakat. h. Partisipasi dalam penilaian penggunaan obat dan audit kesehatan. i. Menyediakan pendidikan mengenai obat – obatan untuk tenaga kesehatan.

2.3.1 Pelayanan resep

Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi kepada apoteker, baik dalam bentuk paper maupun electronic untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku Menkes, RI., 2014. Persedur tetap pelayanan resep: a. Skrining resep i. Melakukan pemeriksaan kelengkapan dan keabsahan resep yaitu nama dokter, nomor izin praktek, alamat, tanggal penulisan resep, tanda tangan atau para dokter serta nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien. ii. Melakukan pemeriksaan kesesuaian farmasetik yaitu : bentuk sediaan, dosis, frekuensi, kekuatan, stabilitas, inkompatibilitas, cara, dan lama pemberian obat. iii. Mengkaji aspek klinis yaitu : adanya alergi, efek samping, interaksi kesesuaian dosis, durasi, jumlah obat dan kondisi khusus lainnya, membuatkan kartu pengobatan pasien medication record. iv. Mengkonsultasikan ke dokter tentang masalah resep apabila diperlukan. b. Penyiapan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan i. Menyiapkan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan sesuai dengan permintaan pada resep. ii. Menghitung kesesuaian dosis dan tidak melebihi dosis maksimum Universitas Sumatera Utara 15 iii. Mengambil obat dengan menggunakan sarung tanganalatspatulasendok. iv. Menutup kembali wadah obat setelah pengambilan dan mengembalikan ke tempat semula. v. Meracik obat timbang, campur, kemas. vi. Mengencerkan sirup kering sesuai takaran dengan air yang layak minum. vii. Menyiapkan etiket. viii. Menuliskan nama dan cara pemakaian obat pada etikat sesuai dengan permintaan pada resep. c. Penyerahan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan i. Melakukan pemeriksaan akhir sebelum dilakukan penyerahan ii. Memanggil nama dan nomor tunggu pasien. iii. Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien. iv. Menyerahkan obat yang disertai pemberian informasi obat. v. Membuat salinan resep sesuai dengan resep asli dan diparaf oleh apoteker. vi. Menyimpan salinan resep pada tempatnya dan mendokumentasikan Menkes, RI., 2004.

2.3.2 Pelayanan informasi obat

Pelayanan informasi obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh apoteker dalam pemberian informasi mengenai obat yang tidak memihak, dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan Universitas Sumatera Utara 16 obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat. Informasi mengenai obat termasuk obat resep, obat bebas dan herbal Menkes, RI., 2014. Kegiatan pelayanan informasi obat di apotek meliputi: a. Menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan b. Membuat dan menyebarkan bulletinbrosurleaflet, pemberdayaan masyarakat penyuluhan c. Memberikan informasi dan edukasi kepada pasien d. Memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa farmasi yang sedang praktik profesi e. Melakukan penelitian penggunaan obat f. Membuat atau menyampaikan makalah dalam forum ilmiah g. Melakukan program jaminan mutu Menkes, RI., 2014.

2.3.3 Konseling

Konseling merupakan proses interaktif antara apoteker dengan pasienkeluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan obat dan menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien. Untuk mengawali konseling, apoteker menggunakan three prime questions. Apabila tingkat kepatuhan pasien rendah, perlu dilanjutkan dengan metode health belief. Apoteker harus melakukan verifikasi bahwa pasien atau keluarga pasien memahami obat yang digunakan Menkes, RI., 2014. Universitas Sumatera Utara 17

2.3.4 Pemantauan terapi obat PTO

Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan terapi obat yang efektif dan terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping. Hal-hal yang dilakukan adalah: a. Memilih pasien yang memenuhi kriteria. Kriteria pasien yang perlu dipantau terapi obatnya adalah: i. Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui ii. Menerima obat lebih dari 5 jenis iii. Adanya multidiagnosis iv. Pasien dengan gangguan fungsi hati dan ginjal v. Menerima obat dengan indeks terapi sempit vi. Menerima obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi obat yang merugikan. b. Mengambil data yang dibutuhkan yaitu riwayat pengobatan pasien yang terdiri dari riwayat penyakit, riwayat penggunaan obat dan riwayat alergi. c. Melakukan identifikasi masalah terkait obat. Masalah terkait obat adalah adanya indikasi tetapi tidak diterapi, pemberian obat tanpa indikasi, pemilihan obat yang tidak tepat, dosis terlalu tinggi, dosis terlalu rendah, terjadinya reaksi obat yang tidak diinginkan atau terjadinya interaksi obat. d. Apoteker menentukan prioritas masalah sesuai kondisi pasien dan menentukan apakah masalah tersebut sudah atau berpotensi akan terjadi. Universitas Sumatera Utara 18 e. Memberikan rekomendasi atau rencana tindak lanjut yang berisi rencana pemantauan dengan tujuan memastikan pencapaian efek terapi dan meminimalkan efek yang tidak dikehendaki. f. Hasil identifikasi masalah terkait obat dan rekomendasi yang telah dibuat oleh apoteker harus dikomunikasikan dengan tenaga kesehatan terkait untuk mengoptimalkan tujuan terapi. g. Melakukan dokumentasi pelaksanaan pemantauan terapi obat Menkes, RI., 2014.

2.3.5 Monitoring efek samping obat MESO

Monitoring efek samping obat merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau modifikasi fisiologis. Kegiatan yang dilakukan adalah: a. Mengidentifikasi obat dan pasien yang mempunyai resiko tinggi mengalami efek samping obat. b. Mengisi formulir monitoring efek samping obat MESO c. Melaporkan ke pusat monitoring efek samping obat nasional.

2.3.6 Pelayanan konsumen

Pelayanan konsumen dapat berupa produk, jasa atau campuran produk dan jasa. Apotek merupakan pelayanan produk dan jasa yang dikaitkan dengan kepuasan konsumen Harianto, 2005. Universitas Sumatera Utara 19 Terdapat lima determinan penilaian jasa yaitu Supranto, 2006: a. Kehandalan reliability, kemampuan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan dengan tepat dan terpercaya. b. Ketanggapan responsiveness, kemauan untuk membantu pelanggan yang memberikan jasa dengan cepat atau ketanggapan. c. Keyakinan confidence, pengetahuan dan kesopanan karyawan serta kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan atau assurance. d. Empati emphaty, syarat untuk peduli, memberi perhatian pribadi bagi pelanggan. e. Berwujud tangible, penampilan fasilitas fisik, peralatan, personel dan media komunikasi.

2.4 Evaluasi Mutu Pelayanan