Hasil Pemeriksaan Boraks Secara Kualitatif Hasil Pemeriksaan Boraks pada Lontong Secara Kuantitatif

sekitar 1,35 kg membutuhkan 1 bungkus kapur sirih 5gr dan dijual dengan harga Rp.500. Harga kapur sirih memang sedikit lebih mahal dengan harga boraks yang dijual di pasaran, 100gr boraks dijual seharga Rp.2000. Walupun demikian tetap saja pedagang lontong tidak boleh menggunakan boraks karena berbahaya bagi kesehatan konsumen sesuai dengan ketentuan yang telah diatur dalam Permenkes No. 1168MenkesPerX1999. Cara penambahan kapur sirih pada adonan lontong berbeda-beda, pada lontong yang di bungkus plastik kapur sirih di tambahkan langsung kedalam adonan dengan membubuhkan langsung kapur sirih ke adonan lontong setelah beras di cuci bersih, selain itu sebagian pedagang juga mengencerkan kapur sirih dengan air secukupnya sebelum memasukan ke adonan lontong tetapi hasil pemasakan, kekenyalannya sama serta daya tahan lontongpun hanya 1 hari. Pada pemasakan lontong, lontong dikemas dengan menggunakan plastik dan proses tersebut tidak baik untuk kesehatan dikarenakan plastik merupakan bahan yang mempunyai derajat kekristalan yang lebih rendahvdari pada serat, dan dapat dilunakkan atau dicetak pada suhu tinggi. Plastik adalah kantong pembungkus yang dibuat dari poliolefin atau polivinil klorida. Plastik juga memiliki dampak pada kesehatan manusia kandungan seperti Monomer vinil klorida, dapat bereaksi dengan guanin dan sitosin pada DNA dan mengalami metabolisme dalam tubuh, sehingga memiliki potensi yang cukup tinggi untuk menimbulkan tumor dan kanker pada manusia terutama kanker hati.

5.4.2 Hasil Pemeriksaan Boraks Secara Kualitatif

Berdasarkan pemeriksaan boraks secara kualitatif pada lontong di Laboratorium Balai Riset Dan Standardisasi Industri Medan, diperoleh hasil Universitas Sumatera Utara bahwa didalam 15 sampel lontong yang diperiksa ternyata terdapat 1 yang mengandung boraks sebagai BTP berupa pengawet dan pengenyal pada lontong. Hal ini dibuktikan bahwa adanya perubahan warna api menjadi warna hijau. Lontong yang mengandung boraks tersebut diperoleh dari lokasi pertama yaitu pasar inpres padangmatinggi. Pada proses pembuatan lontong penambahan boraks dilakukan dengan menaburkan boraks langsung pada beras yang telah di cuci dan akan di masukan ke dalam plastik. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan efek kenyal dan lebih cepat masak, tekturnya yang baik dan tahan lama jika dibandingkan dengan lontong yang tidak diberi boraks sehingga lebih menguntungkan bagi penjual. Ciri fisik lontong yang padat dan kenyal, warnanya putih bersih, serta tahan disimpan selama lebih dari 2 hari. Harga boraks murah yaitu berkisar Rp.2000ons yang mudah didapatkan dipasar serta lebih menguntungkan dari segi ekonomi, menjadi alasan bagi produsen bebas menggunakannya sebagai BTP pada lontong. Semakin tinggi tingkat penjualan lontong yang mengandung boraks dalam satu hari, semakin banyak pula masyarakat yang akan tepapar oleh boraks tersebut. Meskipun lontong yang dikonsumsi sudah dimasak, tidak berarti bahwa boraks yang ditambahkan pada waktu pemasakan lontong menjadi hilang, karena dalam pemeriksaan untuk menentukan ada tidaknya boraks dengan metode pengabuan, sampel harus di abukan terlebih dahulu untuk dapat melakukan proses selanjutnya hingga mengetahui kandungan boraks pada lotong tersebut. Universitas Sumatera Utara

5.4.3 Hasil Pemeriksaan Boraks pada Lontong Secara Kuantitatif

Pada lontong yang positif mengandung boraks selanjutnya dilakukan pemeriksaan secara kuantitatif dengan menggunakan alat spektrofotometri untuk mengetahui kadar boraks pada lontong tersebut. Hasil kandungan boraks pada lontong dibaca pada layar komputer yang telah tersambung dengan alat tersebut. Dari hasil pemeriksaan kuantitatif ditemukan kadar boraks tersebut sebesar 1140 ppm didalam 1 kg adonan lontong. Dampak negatif boraks bagi tubuh dimana pada dosis tertinggi yaitu 10-20 grkg berat badan orang dewasa dan 5 grkg berat badan anak-anak akan menyebabkan keracunan bahkan kematian. Sedangkan dosis terendah yaitu dibawah 10-20 grkg berat badan orang dewasa dan kurang dari 5 grkg berat badan anak-anak, jika sering dikonsumsi akan menumpukterakumulasi pada jaringan tubuh di otak, hati, lemak dan ginjal yang pada akhirnya dapat menyebabkan kanker. Manusia dengan berat badan 50 kg dapat meninggal dunia jika mengonsumsi 5-25 gr boraks. Yuliarti 2007 menyebutkan bahwa orang dewasa dapat meninggal dunia apabila mengonsumsi asam borat sebanyak 15-25 gr, sedangkan anak-anak 5-6 gr. Gejala awal keracunan boraks bisa berlangsung beberapa jam hingga seminggu setelah mengonsumsi atau kontak dalam dosis toksis. Gejala klinis keracunan boraks biasanya ditandai dengan sakit perut sebelah atas, muntah, mencret, sakit kepala, penyakit kulit berat, sesak nafas dan kegagalan sirkulasi darah, tidak nafsu makan, dehidrasi, koma dan jika berlangsung terus menerus akan mengakibatkan kematian. Walaupun boraks memiliki dampak yang sangat berbahaya bagi tubuh, tetap saja masyarakat menggunakan boraks sebagai BTP. Masih banyak masyarakat Universitas Sumatera Utara Indonesia kurang mampu untuk membeli makanan yang bermutu tinggi dan memenuhi persyaratan. Hal ini disebabkan karena tingkat ekonomi masyarakat yang rendah dan juga pengetahuan yang kurang sehingga kondisi inilah yang menyebabkan pedagang makanan memproduksi makanan dengan harga yang murah dengan menggunakan bahan-bahan yang berbahaya. Kurangnya kepedulian pedagang terhadap keselamatan masyarakat menyebabkan banyaknya penyakit yang timbul akibat mengonsumsi makanan yang tidak memenuhi persyaratan tersebut. Berdasarkan penelitian mahasiswa Teknologi Pangan IPB Dody 2003, penggunaan boraks pada makanan dapat digantikan dengan pengawet Kalium Karbonat atau Natrium Karbonat air abu sesuai dengan dosis yang diizinkan Permenkes RI No.1168MenkesPerX1999 yaitu 50 grkg. Selain itu pengenyal alami yang dapat digunakan, kapur siirih aman digunakan untuk pengawet bakso dan lontong maupun pengeras kerupuk serta berbagai jenis masakan lainnya Amalia 2010. Universitas Sumatera Utara 73

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN