memperoleh uang supaya dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari, salah satunya dengan mengizinkan FA menjadi PSK. padahal bapak sendiri sangat tidak setuju FA
itu jadi wari a. Kami pun sering bertengkar karena tau anak kami itu waria.”
Jadi hasil wawancara dengan Ibu PI diatas dapat disimpulkan bahwa permasalahan yang dihadapi oleh Ibu R adalah masalah keuangan. Karena suaminya hanya tamatan SMP,
sehingga keahlian yang dimiliki juga terbatas, yang kemudian berdampak pada pekerjaan dan penghasilan yang diterima. Ketiadaan pekerjaan dan penghasilan yang dimiliki oleh
suaminya dikarenakan tidak adanya pekerjaan serta himpitan ekonomi dalam memenuhi kebutuhan hidup yang kian mendesak, memaksa suaminya untuk merelakan anaknya menjadi
seorang PSK.
5.3.2 Faktor Lingkungan
Lingkungan merupakan semua yang ada di lingkungan dan terlibat dalam interaksi individu pada waktu melaksanakan aktifitasnya. Lingkungan tersebut meliputi lingkungan
fisik, lingkungan psikososial, lingkungan biologis dan lingkungan budaya. Lingkungan psikososial meliputi keluarga, kelompok, komuniti dan masyarakat. Lingkungan dengan
berbagai ciri khusunya memegang peranan besar terhadap munculnya corak dan gambaran kepribadian pada seseorang. Apalagi kalau tidak didukung oleh kemantapan dari kepribadian
dasar yang terbentuk dalam keluarga, sehingga penyimpangan prilaku yang tidak baik dapat terhindari.
a. Turunan
Turunan adalah generasi penerus atau sesuatu yang turun-temurun. Tidak dapat disangkal bahwa keluarga merupakan tempat pertama bagi anak untuk belajar berinteraksi
sosial. Melalui keluarga anak belajar berespons terhadap masyarakat dan beradaptasi
Universitas Sumatera Utara
ditengah kehidupan yang lebih besar kelak. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal yang mempengaruhi perkembangan orang yang ada
didalamnya. HP mengungkapkan informan III:
“eke kaget cin ketika tau bapak sudah tidak kerja dikantor lagi, tapi hidupnya enak, eke bisa lihat dari wajah bapak, gak ada susah-susahnya. Bapak bilang dia bisa kasih
eke kerja, tapi itupun kalau eke mau, eke tanyakan kerja apa, bapak bilang kerja malam dilapseg. eke udah ngerti lah pekerjaan apa yang dimaksud bapak. Mau gak
mau ya eke terima lah daripada aku nganggur. Lumayanlah bisa bantu bayar uang sekolah adek eke”.
HP merupakan satu-satunya informan yang menjadi PSK atas dasar masukan dari ayahnya. Adakalanya melalui tindakan-tindakan, perintah-perintah yang diberikan secara
langsung untuk menunjukkan apa yang seharusnya dilakukan. Orang tua atau saudara bersikap atau bertindak sebagai patokan, contoh, model agar ditiru. Berdasarkan hal-hal
diatas orang tua jelas berperan besar dalam perkembangan anak, jadi gambaran kepribadian dan prilaku banyak ditentukan oleh keadaan yang ada dan terjadi sebelumnya Gunarsa,
2000. Seorang anak yang setiap saat melihat ayahnya melakukan pekerjaan itu, sehingga dengan tidak merasa bersalah itupula akhirnya ia mengikuti jejak ayahnya. Ayah merupakan
contoh bagi anak.
b. Broken home
Keluarga adalah sumber kepribadian seseorang, didalam keluarga dapat ditemukan berbagai elemen dasar yang membentuk kepribadian seseorang. Lingkungan keluarga dan
orang tua sangat berperan besar dalam perkembangan kepribadian anak. Orang tua menjadi faktor penting dalam menanamkan dasar kepribadian yang ikut menentukan corak dan
Universitas Sumatera Utara
gambaran kepribadian seseorang. Lingkungan rumah khususnya orang tua menjadi sangat penting sebagai tempat tumbuh dan kembang lebih lanjut. Perilaku negatif dengan berbagai
coraknya adalah akibat dari suasana dan perlakuan negatif yang di alami dalam keluarga. Hubungan antara pribadi dalam keluarga yang meliputi hubungan antar orang tua, saudara
menjadi faktor yang penting munculnya prilaku yang tidak baik. Dari paparan beberapa fakta kasus anak yang menjadi korban perceraian orang
tuanya, menjadi anak-anak broken home yang cenderung berprilaku negatif seperti menjadi pecandu narkoba atau terjerumus seks bebas dan menjadi PSK. Anak yang berasal dari
keluarga broken home lebih memilih meninggalkan keluarga dan hidup sendiri sehingga untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sering mengambil keputusan untuk berprofesi sebagai
PSK, dan banyak juga dari mereka yang nekat menjadi pekerja seks karena frustasi setelah harapannya untuk mendapatkan kasih sayang dikeluarganya tidak terpenuhi.
Hal ini dialami oleh informan III dan V yang menyatakan tidak ada keharmonisan dalam keluarga serta suasana rumah sering ribut dan gaduh. Perbedaan pendapat terhadap
suatu pokok persoalan keluarga menimbulkan pertengkaran. Antara suami dan istri sering terjadi percekcokan dan perselisihan yang terus menerus berlangsung, sehingga dalam
perselisihan tersebut seringkali menyebabkan salah satu pihak menjadi marah, sering menyakiti dan memukul pihak lainnya.
Seperti yang diungkapkan oleh Ibu R ibu kandung informan I, HSS : “Saya dan suami sering berbeda pendapat, kadang soal keuangan, juga bisa
karena masalah anak-anak. Dan kalau sudah berantam biasanya kami saling diam dan itupun bertahan cuma sehari. Apalagi meski hati ini masih kesal, tapi kalau
bapak minta dibuatkan sarapan pagi-pagi, tetap ibu harus buatkan juga. Kami sering ribut, biasanya masalah uang, kadang hal sepele juga diributkan sama suami saya.
Karena hal seperti itu, hubungan kami sering tidak baik. Kami dan anak-anak juga
Universitas Sumatera Utara
tidak pernah jalan-jalan ke tempat wisata dan melakukan ibadah sama-sama seperti orang lain. Saya sekarang masih kesal kalau mengingat tentang suami. Kurang ajar
dia itu, pergi begitu aja meninggalkan anak-anaknya. Sebelum dia pergi meninggalkan kami sampai hari ini, kami memang sudah bertengkar. Selama ini,
saya sudah bersabar dengan sikapnya yang suka marah bahkan saya juga selalu terima kalo dia selalu pulang kemalaman bahkan jarang pulang. Tetapi waktu kami
bertengkar terakhir itu, dia menyalahkan dan memarahi saya dengan bahasa-bahasa kotor hanya karena saya menanyakan kenapa pulang hingga tengah malam lagi. Dia
marah dan bentak saya. Setelah itu, dia malah pergi dari rumah dan sampai sekarang tidak pernah ada kabar darinya. Padahal anak-anak masih perlu biaya darinya untuk
sekolah dan kebutuhan lainnya”. Jadi hasil wawancara dengan Ibu O diatas dapat disimpulkan bahwa keluarga Ibu O
merupakan keluarga yang tidak harmonis, hal itu diakrenakan sering terjadi perbedaan pendapat diantara suami dan isteri terutama diakibatkan oleh masalah keuangan. Masalah
keuangan juga yang mengakibatkan informan III jarang melakukan rekreasi serta ibadah bersama-sama. Perbedaan pendapat yang dialami oleh kedua orangtua HP mengakibatkan
mereka sering bertengkar. Dampak dari pertengkaran yang terjadi mengakibatkan suaminya tidak pernah pulang ke rumah dan anak tidak pernah diberikan nafkah dan biaya pendidikan.
Rusmil dalam Huraerah, 2007: 66 menyatakan apabila orang tua tidak memenuhi kebutuhan, baik kebutuhan fisik, psikis ataupun emosi, tidak memberikan perhatian dan
sarana untuk berkembang sesuai dengan tugas perkembangannya juga merupakan suatu tindakan penelantaran. Dalam hal ini, anak-anak Ibu O tidak diberikan biaya pendidikan
anak, kesehatan dan tidak dipenuhi kebutuhan lainnya sehingga mengalami penelantaran. Pengaruh yang paling terlihat jika anak mengalami hal ini adalah kurangnya perhatian dan
kasih sayang orang tua terhadap anak. Hurlock 2004 menyatakan jika anak kurang kasih
Universitas Sumatera Utara
sayang dari orang tua menyebabkan berkembangnya perasaan tidak aman, gagal mengembangkan perilaku akrab, dan selanjutnya akan mengalami masalah penyesuaian diri
pada masa yang akan datang. Keluarga Ibu O juga mengalami disfungsi keluarga. Disfungsi keluarga, yaitu peran
orang tua yang tidak berjalan sebagaimana seharusnya. Seorang ayah seharusnya berperan sebagai pemimpin keluarga, pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman,
serta peran ibu sebagai sosok pengasuh dan pendidik anak. Suami dari Ibu O kini tidak menjalankan peran tersebut dengan baik. Setelah suaminya meninggalkan mereka, Ibu O
kemudian menggantikan peran suaminya sebagai pencari nafkah untuk terus dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Selain itu kondisi keluarga yang sering bertengkar, keluarga-
keluarga yang dimana baik suami atau istri mendominasi dalam membuat suatu keputusan penting seperti berapa banyak uang yang dibelanjakan untuk makan dan perumahan, dimana
bertempat tinggal, pekerjaan apa yang mau dimabil juga mempunyai pengaruh seorang waria menjadi PSK yang lebih tinggi dibandingkan dengan keluarga-keluarga yang suami-istri
sama-sama bertanggungjawab atas keputusan-keputusan tersebut. Seperti yang dikatakan oleh Ibu PI ibu kandung informan V, FA :
“Dulu semasa bapak hidup, perbedaan pendapat diantara kami sering terjadi, hal itu biasanya karena masalah uang dan masalah anak laki-laki saya yang tidak
sesuai dengan harapannya karena FA bertingkah laku dan berpenampilan seperti wanita. Dia selalu menyalahkan saya, katanya saya tidak becus mengurus anak. trus
kalau kami sudah berseteru karena itu biasanya malamnya dia pasti minum-minum. Terutama dengan kebiasaannya yang suka minum-minum hingga mabuk itu, membuat
saya tidak pernah suka dengan sikapnya. Karena masalah itu biasanya kami akan bertengkar. Kalau sudah berantam, kami jadi saling diam, saya merasa kasihan
dengan anak saya FA, bapaknya tidak pernah mau mengikutsertakan FA dalam acara
Universitas Sumatera Utara
apapun, itu juga yang membuat kami tidak pernah rekreasi bersama apalagi beribadah
bersama.” Jadi hasil wawancara dengan Ibu PI diatas dapat disimpulkan bahwa keluarga ini juga
bukan termasuk keluarga yang harmonis. Perbedaan pendapat yang dialami oleh Ibu PI beserta suaminya mengakibatkan mereka sering bertengkar. Perbedaan itu terkait masalah
uang yang dibelanjakan untuk kebutuhan sehari-hari yang dinilai masih tidak cukup. Serta sikap sang suami yang tidak dapat menerima status anaknya sebagai waria. Untuk
meringankan beban keuangan orang tua sekaligus membuktikan bahwa dirinya berharga dimata bapaknya akhirnya FA memutuskan menjadi PSK.
5.4 Keterbatasan Penelitian